Sabtu, 20 Juni 2009

MUSLIMAH DAN JILBAB

Wahai Muslimah, tutuplah auratmu.....!!!!!

Memakai jilbab syar’i juga termasuk sebab terbesar dalam merealisasikan kesucian dan kehormatan diri. Ini merupakan kewajiban yang Alloh embankan atas seluruh wanita muslimah. Tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak atau meragukan hukumnya. Allah berfirman:

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Ahzab [33]: 59)

Betapa tegas dan jelas ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa jilbab merupakan perintah dan syar’iat Alloh Ta’ala kepada segenap wanita muslimah, bukan seperti yang didengungkan sebagian kalangan. Kata mereka, jilbab muslimah hanyalah tradisi wanita Arab karena mereka tinggal di daerah panas. Sungguh amat besar kedustaan yang keluar dari mulut mereka!!

Apabila setiap wanita telah menyadari bahwa jilbab merupakan perintah agama bukan hanya sekadar mode semata, maka ia wajib memakai jilbab yang memenuhi persyaratan-persyaratan sehingga terwujudlah manfaat jilbab sebagai sarana menjaga kesucian diri. Di antara syarat-syarat yang harus dipenuhi jilbab adalah:

1. Menutupi seluruh badan selain yang dikecualikan

2. Tidak ketat sehingga membentuk tubuh

3. Kainnya harus tebal, tidak tembus pandang

4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki

5. Tidak mencolok dan berwarna yang menarik perhatian

6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir

7. Bukan pakaian untuk mencari popularitas

8. Tidak diberi parfum atau wewangian.


Memahami Rahmat Islam

Makna Islam Sebagai Rahmat Bagi Alam Semesta

“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS 21: 107). Ayat di atas sering dijadikan hujjah bahwa Islam adalah agama rahmat. Itu benar. Rahmat Islam itu luas, seluas dan seluwes ajaran Islam itu sendiri. Itu pun juga pemahaman yang benar.

Sebagian orang secara sengaja (karena ada maksud buruk) ataupun tidak sengaja (karena pemahaman Islamnya yang tidak dalam), sering memaknai ayat tersebut diatas secara menyimpang. Mereka ini mengartikan rahmat Islam harus tercermin dalam suasana sosial yang sejuk, damai dan toleransi dimana saja Islam berada, apalagi sebagai mayoritas. Sementara dibaliknya sebenarnya ada tujuan lain atau kebodohan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri, misalnya memboleh-bolehkan ucapan natal dari seorang Muslim terhadap umat Nasrani atau bersifat permisive terhadap ajaran sesat yang tetap mengaku Islam.

Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses. Artinya untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa ujian, kesulitan atau peperangan seperti di zaman Rasulullah. Walau tidak selalu harus melalui langkah sulit apalagi perang, namun sejarah manapun selalu mengatakan kedamaian dan kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan. Misalnya, untuk menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerjakeras polisi dan aparat hukum untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi logikanya, agar tercipta kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik maka hukum Islam harus diupayakan dapat dijalankan secara kaffah. Sebaliknya, jangan dikatakan bahwa umat Islam harus bersifat sejuk, damai dan toleransi kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam adalah agama rahmat.

Mencari Rahmat Islam
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya. Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu,” (QS al-Baqarah: 208)
Ada banyak dimensi dari universalitas ajaran Islam. Di antaranya adalah, dimensi rahmat. Rahmat Allah yang bernama Islam meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Allah telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia agar mereka mengambil petunjuk Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya, kecuali mereka yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,” (QS al-‘Ankabuut: 69).

Bentuk-bentuk Rahmat Islam
Ketika seseorang telah mendapat petunjuk Allah, maka ia benar-benar mendapat rahmat dengan arti yang seluas-luasnya. Dalam tataran praktis, ia mempunyai banyak bentuk.

Pertama, manhaj (ajaran).
Di antara rahmat Allah yang luas adalah manhaj atau ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw berupa manhaj yang menjawab kebahagiaan seluruh umat manusia, jauh dari kesusahan dan menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang hakiki. Allah SWT berfirman, “Kami tidak menurunkan al-Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),” (QS. Thahaa: 2-3). Di ayat lain, Dia berfirman, “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu…,” (QS Al-Maidah: 3).

Kedua, al-Qur'an.
Al-Qur'an telah meletakkan dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran yang abadi dan permanen bagi kehidupan manusia yang selalu dinamis. Kitab suci terakhir ini memberikan kesempatan bagi manusia untuk beristimbath (mengambil kesimpulan) terhadap hukum-hukum yang bersifat furu’iyah. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari tuntutan dinamika kehidupannya. Begitu juga kesempatan untuk menemukan inovasi dalam hal sarana pelaksanaannya sesuai dengan tuntutan zaman dan kondisi kehidupan, yang semuanya itu tidak boleh bertentangan dengan ushul atau pokok-pokok ajaran yang permanen. Dari sini bisa kita pahami bahwa al-Qur'an itu benar-benar sempurna dalam ajarannya. Tidak ada satu pun masalah dalam kehidupan ini kecuali al-Qur'an telah memberikan petunjuk dan solusi. Allah berfirman, “Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan,” (QS al-An’aam: 38). Dalam ayat lain berbunyi, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (QS an-Nahl: 89).

Ketiga, penyempurna kehidupan manusia
Di antara rahmat Islam adalah keberadaannya sebagai penyempurna kebutuhan manusia dalam tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Rahmat Islam adalah meningkatkan dan melengkapi kebutuhan manusia agar menjadi lebih sempurna, bukan membatasi potensi manusia. Islam tidak pernah mematikan potensi manusia, Islam juga tidak pernah mengharamkan manusia untuk menikmati hasil karyanya dalam bentuk kebaikan-kebaikan dunia. “Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambaNya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” (QS al-A`raf: 32).

Islam memberi petunjuk mana yang baik dan mana yang buruk, sedang manusia sering tidak mengetahuinya. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216).

Keempat, jalan untuk kebaikan.
Rahmat dalam Islam juga bisa berupa ajarannya yang berisi jalan / cara mencapai kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat. Hanya kebanyakan manusia memandang jalan Islam tersebut memiliki beban yang berat, seperti kewajiban sholat dan zakat, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban memakai jilbab bagi wanita dewasa, dan sebagainya. Padahal Allah SWT telah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” (QS al-Baqarah: 286). Pada dasarnya, kewajiban tersebut hanyalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri,” (QS al-Isra’: 7).


Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam itu adalah rahmat dalam artian yang luas, bukan rahmat yang dipahami oleh sebagian orang menurut seleranya sendiri. Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang sesuai dengan kehendak Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau larangan. Memerangi kemaksiatan itu adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak setuju dengan tindakan tersebut. Jihad melawan orang kafir yang zalim adalah rahmat, meskipun sekelompok manusia tidak suka jihad dan menganggapnya sebagai tindakan kekerasan atau terorisme. Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216).

Hendaknya kita jujur dalam mengungkapkan sebuah istilah. Jangan sampai kita menggunakan ungkapan seperti sejuk, damai, toleransi, rahmat, dan sebagainya, kemudian dikaitkan dengan kata ‘Islam’. Sementara ada tujuan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri.
Wallahu a’lam bish shawab.

Disadur dari tulisan DR. Muslih Abdul Karim,


PESANKU JIKA AKU MATI

Bismillahir rahmanir rahiem,

Keluargaku yang kusayangi,

Aku tidak tahu kapan Sang Pemilik jiwaku ini memanggilku.
Namun demikian rasa khawatirku untuk tidak meninggalkan kesusahan dan keburukan sepeninggalku, telah mendorongku untuk berwasiat kepadamu sekalian.

Hendaklah kamu sekalian tidak bersedih hati dengan apa saja yang luput darimu dan tidak pula meratapi apa2 yang telah ditakdirkan Allah (swt) agar menjadi bagian dari kisah kehidupan di dunia ini. Kematianku tidaklah berbeda dengan kematian manusia lainnya. Yang demikian adalah karena setiap yang bernyawa pasti akan mati.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku tidak dapat memberi jaminan hidup atas hidupku sendiri sebagaimana aku tidak dapat memastikan apa yang dapat kita lakukan esok hari dari rencana2 kita. Yang demikian adalah karena kita adalah hamba2 Allah yang tidak memiliki sedikitpun kekuasaan dan kemampuan kecuali sekedar apa yang diberikan-Nya yang sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.

Jika aku mati, hendaknya kamu sekalian tidak panik. Kematian adalah perkara biasa yang orang lain juga menghadapinya. Uruslah jenazahku dengan kemampuan terbaik kalian. Jika aku sempat mandi sebelum aku mati, maka hendaklah tidak seorangpun yang mengulanginya. Kewajiban kalian adalah menutupi bagian2-ku yang masih terbuka dengan kain (kafan). Jika tidak, maka mandikan dan bersihkanlah bagian2 yang penting sebelum kalian mengkafaniku sehingga aku layak untuk menghadap Allah (swt).

Jika hanya seorang dari kalian yang ada di sisiku pada saat kematianku, hendaklah kamu memberitahu tetangga terdekat yang sekiranya mereka dapat membantu menguruskan jenazahku atau mereka memberitahu orang lain yang layak untuk memandikan dan mengkafankan jenazahku. Untuk hal ini, hendaklah mereka termasuk orang2 yang amanah yang dapat menjaga aurat dan aibku dengan baik.

Di bumi mana aku mati, maka tempat yang paling layak dan paling baik bagi jenazahku adalah tanah perkuburan yang terdekat dengan tempat kematianku. Yang demikian lebih aku sukai agar tempatku termasuk hal2 yang akan dapat memberi kesaksian tentang apa yang telah aku kerjakan buat agama ini. Oleh karena itu, janganlah se-kali2 kalian mencoba mengangkut atau membawa jenazahku lebih jauh dari tempat itu.

Dan jangan biarkan jenazahku menunggu. Jangan pula seorang dari kalian, orangtua, sanak famili, sahabat, handai tolan dan kawan2 baikku dijadikan alasan untuk menunda jenazahku masuk liang lahat. Selain perkara ini tidak membebani mereka yang mengurus jenazahku, hal itu juga lebih baik bagi mereka yang datang kemudian.

Jika yang datang kemudian adalah dari golongan orang2 yang sholeh, maka sudah tentu mereka akan tahu cara menolongku dengan pertolongan ghaib. Sebaliknya, jika yang datang kemudian adalah orang2 yang belum sempurna agamanya, maka hal itu tidak akan menambah kesalahan dan dosa mereka.

Tahanlah lisan kalian dalam mengekspresikan rasa bela sungkawa atau duka cita kalian. Meskipun aku rela kamu mencurahkan air matamu, tetapi janganlah se-kali2 kamu meratap atau mengeluarkan kata2 kesedihan. Yang demikian adalah karena selain hal itu akan menyusahkanku di kubur, hal itu juga akan menjadi dosa bagimu.
Berserah dirilah kepada Allah (swt) tidak saja dalam urusan rezekimu, tetapi juga dalam semua aspek kehidupanmu. Yakinlah dengan keyakinan yang bulat bahwa Allah (swt) maha cermat dalam mengurus semua makhluk-Nya. Dia mustahil ceroboh sebagaimana Dia mustahil berbuat zhalim kepada ciptaan-Nya sendiri. Karena itu, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat.

Tidak ada warisan terbaik yang dapat aku tinggalkan kepada kalian selain aku telah berusaha dengan segala daya agar kalian terbiasa berada di jalan Allah. Dan meskipun aku seringkali gagal dalam memberi kalian warisan akhlak yang agung sebagaimana akhlak Rasulullah (saw), tetapi paling tidak kalian telah mengetahui bagaimana cara menghadirkannya jika kalian mau. Dan sekiranya ada benda2 yang aku tinggalkan pada kalian, maka orang terbaik diantara kalian adalah dia yang paling tidak memerlukannya.

Keluarga-ku, jika kelak kalian merindukanku, maka pasti dan pasti kalian akan menjumpaiku di akhirat hanya jika Allah (swt) ridho kepada kalian. Yang demikian adalah jika aku tercampak ke dalam neraka, maka sebagai ahli surga kalian dapat dengan mudah menziarahiku . Sebaliknya, jika dengan rahmat-Nya, Allah (swt) memasukkanku sebagai salah seorang ahli surga, maka sesungguhnya tiada halangan apapun antara sesama ahli surga untuk saling menziarahinya.

Dan jika datang kepadamu orang2 agar kalian mengikuti cara hidup lain selain yang telah diajarkan oleh Rasulullah (saw), maka kuatkanlah keyakinan kalian dan gigitlah erat2 agama (Islam) ini dengan gerahammu dan katakan dengan tegas dan tekad yang bulat, "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia dari golongan orang musyrik."

La ilaha illallah Muhammadur rasulullah. Subhanallah wal hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil azhim. Subhanallah.
PESAN INI DISAMPAIKAN OLEH SETIAP MANUSIA YG YAKIN BAHWA DIA AKAN MATI...


Fluktuasi Iman

Al imanu yazidu wa yankusu

Iman yang ada dalam hati seorang Muslim tidak tetap dalam satu keadaan, selalu mengalami perubahan. Terkadang naik, terkadang turun. Fluktuasi iman ini sudah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, ''Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah.'' (HR Ibn Hibban)

Rasulullah SAW tidak mengingkari keadaan iman yang demikian, oleh karena itu beliau mendorong dan memberi arahan kepada umatnya untuk selalu memperbaharui dan menjaga kondisi iman supaya jangan sampai turun drastis, yang pada akhirnya akan mengantarkan ke dalam jurang kehinaan. Karena dengan kondisi seperti itu akan mudah mengantarkan seseorang untuk berbuat dosa.

Nasihat dan petunjuk Rasulullah itu betul-betul diperhatikan oleh para sahabatnya, karena mereka pun mengakui dan mengalami fluktuasi keimanan. Dalam hal ini Umar bin Khathab berkata kepada sahabat yang lain: ''Marilah kita perbaharui keimanan kita.''

Mu'adz bin Jabal berkata, ''Marilah duduk bersama kami, untuk beriman sesaat.'' Perkataan Mu'adz ini bukan menunjukkan bahwa mereka tidak beriman sama sekali, tapi dia mengajak untuk meningkatkan keimanan setelah disibukkan oleh berbagai urusan dunia yang kadang menyebabkan kita lupa pada kondisi iman kita.

Sebenarnya banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menambah keimanan, di antaranya dengan menuntut ilmu, karena dengan ilmu itu akan mengantarkan orang untuk tahu akan Tuhannya. Allah berfirman: ''Sesungguhnya Allah mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.'' QS Annur [24]: 53).

Cara lain adalah dengan membaca, menelaah, mentadaburi Alquran. Sebagaimana firmannya, ''Katakanlah: Tuhanku menyuruhku untuk berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) dan sembahlah dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata kepada-Nya.'' (QS Al A'raf [7]: 29).

Sebaliknya, di antara hal-hal yang menyebabkan keimanan seseorang menurun adalah perbuatan maksiat. Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya jika seorang Muslim berbuat dosa, maka terjadilah di hatinya satu bintik hitam. Jika ia bertaubat dan meninggalkan perbuatan itu maka bersihlah kembali hatinya. Jika tidak bertobat dan terus dosanya itu, maka bertambah banyaklah bintik hitam itu sehingga tertutup hatinya. Itulah ron (warna hitam) yang disebut dalam Alquran.

Oleh karena itu, marilah kita menjaga keimanan kita dan senantiasa meningkatkannya, apalagi di zaman sekarang ini, di mana kemaksiatan semakin merajalela di tengah kita, yang apabila tidak waspada, bisa terperosok ke dalamnya. Wallahu a'lam bish-shawab.
بارك الله فيك وجزاك الله كل خير


" AKU CINTA PADAMU " itu sunnah

Mam, I Love You
Hai, babe… apa kabarmu hari ini ? Luv U
Honey, I Love You

Ungkapan cinta melalui pesan singkat di ponsel atau sapaan awal ketika chat di internet dari atau untuk orang – orang terdekat. Baik untuk ibu, adik, kakak, ayah atau bahkan kekasih dan sahabat. Kadang – kadang melalui telepon yang Cuma semenit dua menit untuk mengabarkan sesuatu, ngobrol sedikit, selalu ada kalimat pembuka dan penutup yang tak terlupakan : Luv U, I Love U, I miss U.

Begitulah, ungkapan yang biasa kita sampaikan setiap kali bertemu ataupun berkomunikasi melalui email, sms, messenger ataupun telpon. Aku mencintaimu. I Love You. Bahkan saling memanggil dengan kata “ cinta”, honey, babe.

Bagi beberapa orang bisa jadi hal ini terlihat agak berlebihan. Namun ternyata tidak demikian. Banyak hadits dan riwayat Nabi yang menyatakan betapa mengungkapkan cinta adalah salah satu sunnah nya.

Coba ingat kembali.

Sahabat, saat engkau bangun pagi, sudahkah engkau katakana cinta pada orang – orang terdekat : istri atau suami, ibu, ayah, adik, kakak, kerabat, sahabat atau kekasih ?

Bisa jadi belum, mungkin karena dalam kebiasaan kita tak ada budaya mengatakan cinta sehingga agak canggung bila harus mengungkapkannya.
Boro – boro bilang cinta. Pagi hari, semua berpacu dengan waktu, yang terpikir hanya bagaimana pergi ke tempat kerja atau sekolah tanpa terlambat. Mana sempat bilang I Love you ?

Sahabat, saat bertemu dengan para sahabat, sudahkah engkau sampaikan cinta bagi mereka ? Semua orang dekat baik dimata maupun di hati, karena pertalian darah ataupun akidah ?

Belum ! Mungkin itu jawaban kita. Kebersamaan kita dengan mereka lebih karena tuntutan pekerjaan dan aktivitas semata. Mungkin itu jawabannya.

Tak biasa ! Itu juga bisa jadi salah satu jawaban. Toh, ngobrol, dan jalan bersama sudah menunjukan cinta sehingga tak harus di ungkapkan dengan kata – kata. Sementara sikap dan perhatian lebih menunjukan rasa yang kita punya untuk mereka. Bisa jadi demikian halnya. Namun alangkah indahnya jika kita ikuti sabda Nabi tersebut.

Dari Abu Karimah Al – Miqdad bin Ma’ dikariba r.a, dari Nabi saw, beliau bersabda, “Apabila seseorang mencintai saudaranya, beritahukanlah kepadanya bahwa ia mencintainya.” (HR. Abu Daud)

Dari Anas r.a, ia berkata, “ Ada seorang laki – laki duduk di hadapan Nabi saw, kemudian ada seseorang yang lewat disitu, lalu orang yang duduk di hadapan Nabi berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mencintai orang itu.’ Nabi saw bertanya, ‘Apakah kamu sudah memberitahunya ?’ dia menjawab, ‘Belum’ beliau bersabda, ‘Beritahukanlah padanya !’ kemudian dia menemui orang itu dan berkata, ‘Sesungguhnya saya mencintaimu karena ALLAH.’ Lalu orang tersebut menjawab, ‘ Semoga kamu di cintai oleh Dzat yang menjadikanmu mencintaiku karena – Nya.’” (HR. Abu Daud)

Sahabat, pernahkah kita mengunjungi kerabat, saudara dan sahabat hanya karena kita ingin mengunjunginya ? Semata hanya karena ingin menjalin tali kasih ?

Bisa jadi kita sering tidak punya waktu. Terlalu banyak pekerjaan dan urusan yang tak mungkin di tinggalkan hanya untuk urusan remeh.

Sahabat, pernahkah kita menelpon seorang sahabat atau teman sekadar untuk bersilaturahim ? Sekedar menyapa, mendengar suaranya dan menanyakan kabarnya ?

Ah, tak terpikir. Masih banyak nomer – nomer penting yang terkait dengan kewajiban, menunggu untuk di hubungi.

Mungkin ada baiknya sekali lagi kita simak sabda Nabi berikut ini. Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Sesungguhnya ada seseorang akan berkunjung ke tempat saudaranya yang berada di desa lain, kemudian ALLAH swt mengutus malaikat untuk mengujinya. Setelah malaikat itu berjumpa dengannya, ia bertanya, ‘Hendak kemanakah kamu ?’ Ia menjawab, ‘Saya hendak berkunjung ke tempat saudaraku yang berada di desa itu.’ Malaikat itu bertanya lagi,’ Apakah kamu merasa berhutang budi padanya sehingga merasa perlu mengunjunginya ?’ Laki – laki itu lalu menjawab,’Tidak. Aku mengunjunginya semata karena aku menncintainya karena ALLAH swt.” Malaikat kemudian berkata,’Sesungguhnya aku adalah utusan ALLAH untuk menjumpaimu dan ALLAH mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena ALLAH.’” (HR. Muslim)

Sahabat, sudahkah kita menjabat tangan saudara, kerabat, teman, saudara, atau orang – orang terdekat kita ketika bertemu ? Mengucapkan salam ? Atau memeluk hangat keluargamu hari ini ?

Sudahkah kita mengungkapkan kata cinta pada mereka hari ini ?
Hal yang tak biasa, maka kita akan canggung melakukannya.

Bukan, sahabat ! Karena hal itu adalah sesuatu yang di sunnahkan, penjadi salah satu penggugur dosa para pelakunya, mewujudkan cinta pada junjungannya.

Dari Al-Barra’ r.a, ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Dua orang muslim yang bertemu kemudian mereka berjabat tangan, maka dosa kedua orang itu diampuni sebelum keduanya berpisah.” (HR. Abu Daud)

Sahabat, menyatakan cinta bukanlah tabu, bahkan ia disunnahkan Al – Musthafa. Tak usah malu, canggung atau merasa sudah bukan masanya lagi menyatakan cinta, karena cinta tidak mengenal usia dan waktu. Ungkapkanlah pada orang – orang tercinta kita agar mereka tahu kita mencintainya. Terlebih bagi pasangan hidup kita. Cinta adalah bahasa universal.

Jadi, apa yang menghalangi kita mengatakan “AKU CINTA PADAMU” hari ini dan menunjukan kasih sayang kita pada keluarga, saudara, kaum kerabat, sahabat dan kekasih ?

Lakukan segera, dan lakukanlah karena ALLAH semata, dan ALLAH akan mencintai kita. Insya ALLAH.

Dari anggota ... Muslimah ...

... Ihsan ...

An Ta'budallah ka annaka Taroohu Fain lam takun Taroohu Fainnahu yarooka

beribadah kepada Allah seakan - akan kamu melihatnya, kalaupun kamu tidak melihatnya sesungguhnya Dia melihatmu..

Seorang guru mengumpulkan murid - muridnya. Lalu masing - masing dari mereka di beri seekor burung. Oleh sang guru, para murid itu diminta untuk membunuh burung yang ada di tangan mereka di tempat yang tersembunyi dimana tidak ada satupun orang yang melihat perbuatan tersebut.

Kemudian semua murid - murid menyebar kesegala arah. Masing - masing dari mereka mencari tempat yang tersembunyi untuk menyembelih burung yang ada di tangan mereka. Ada yang pergi ke hutan, ke gunung atau kemanapun yang mereka anggap aman dan tidak terlihat.

Tidak lama kemudian semua murid sudah kembali berkumpul di hadapan sang guru dengan burung yang sudah mati di tangan mereka. Mereka memperlihatkan ketaatan pada sang guru dengan melaksanakan perintah gurunya.

Namun salah satu dari mereka tiba dengan burung yang masih hidup.
Lalu sang gurupun bertanya, mengapa burung yang di berikannya masih hidup.

Murid ini lalu menjawab pertanyaan sang guru, ” Wahai Guru, aku sudah pergi kemana - mana berusaha mencari tempat yang aman dan tersembunyi untuk melaksanakan perintahmu itu. Namun kemana pun aku pergi ALLAH selalu melihatku. Maafkan aku Guru, aku tidak dapat menyembelih burung ini. Aku tidak dapat melaksanakan perintahmu.”

Cerita di atas aku dapat dari guru tercintaku ” Ummu Ghaida ” yang mengajariku tentang konsep ihsan saat mengisi acara pesantren Kilat di Dumai, Riau. Sungguh, sejak pertama kali beliau bercerita, aku sudah dapat menangkap pesan moral yang ada dalam cerita ini. Dan aku sangat terkesan.

Seharusnya masing - masing dari kita, sebagai Muslim memiliki keyakinan seperti cerita diatas. Apapun dan dimanapun kita, ALLAH memang senantiasa mengawasi setiap langkah dan gerak kita. Sekalipun kita merasa bahwa berada di tempat yang sangat tersembunyi dan tak mungkin terlihat, itu karena kita menggunakan tolok ukur kemampuan penglihatan manusia yang sangat terbatas. Sehingga kita merasa aman dari pandangan orang lain. Padahal pandangan ALLAH sangatlah tak terbatas. Bahkan sampai di lubang semut sekalipun, kita tak akan luput dari pengawasanNya.

Kalau saja masing - masing dari kita mampu menerapkan keyakinan ini dalam diri, insya ALLAH gerak langkah kita akan terjaga dan insya ALLAH tuntunanNya akan selalu ada untuk kita.

Semoga Ramadhan ini menggembleng kita menjadi Muslim yang Ihsan. Yang senantiasa merasa terjaga gerak langkahnya dalam pengawasan sang Maha Melihat. Amiin.

Oleh – oleh Pesantren Kilat, Ramadhan 2008 saat mendampingi Ummu Ghaida Muthmainah.

Dari anggota ... Muslimah ...

Rahasia Gerakan Shalat

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Shaalwat Salam Kita Limpahkan kepada Baginda Rasulullah SAW , Tak Lupa Juga Buat Ahlul Bait sama para Sahabat-sahabatnya.

Setiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan manfaat. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, tumaninah, serta dilakukan secara istikamah.

Suatu ketika Rasulullah SAW berada di dalam Masjid Nabawi, Madinah. Selepas menunaikan shalat, beliau menghadap para sahabat untuk bersilaturahmi dan memberikan tausiyah. Tiba-tiba, masuklah seorang pria ke dalam masjid, lalu melaksanakan shalat dengan cepat.

Setelah selesai, ia segera menghadap Rasulullah SAW dan mengucapkan salam. Rasul berkata pada pria itu, "Sahabatku, engkau tadi belum shalat!"

Betapa kagetnya orang itu mendengar perkataan Rasulullah SAW. Ia pun kembali ke tempat shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti sebelumnya ia melaksanakan shalat dengan sangat cepat. Rasulullah SAW tersenyum melihat "gaya" shalat seperti itu.

Setelah melaksanakan shalat untuk kedua kalinya, ia kembali mendatangi Rasulullah SAW. Begitu dekat, beliau berkata pada pria itu, "Sahabatku, tolong ulangi lagi shalatmu! Engkau tadi belum shalat."

Lagi-lagi orang itu merasa kaget. Ia merasa telah melaksanakan shalat sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia menuruti perintah Rasulullah SAW. Tentunya dengan gaya shalat yang sama.

Namun seperti "biasanya", Rasulullah SAW menyuruh orang itu mengulangi shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melaksanakan shalat dengan lebih baik lagi. Karena itu, ajarilah aku!"

"Sahabatku," kata Rasulullah SAW dengan tersenyum, "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Al-Fatihah dan surat dalam Alquran yang engkau pandang paling mudah. Lalu, rukuklah dengan tenang (thuma'ninah), lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak. Selepas itu, sujudlah dengan tenang, kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang. Lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu."

Kisah dari Mahmud bin Rabi' Al Anshari dan diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya ini memberikan gambaran bahwa shalat tidak cukup sekadar "benar" gerakannya saja, tapi juga harus dilakukan dengan tumaninah, tenang, dan khusyuk.

Kekhusukan ruhani akan sulit tercapai, bila fisiknya tidak khusyuk. Dalam arti dilakukan dengan cepat dan terburu-buru. Sebab, dengan terlalu cepat, seseorang akan sulit menghayati setiap bacaan, tata gerak tubuh menjadi tidak sempurna, dan jalinan komunikasi dengan Allah menjadi kurang optimal. Bila hal ini dilakukan terus menerus, maka fungsi shalat sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar akan kehilangan makna. Karena itu, sangat beralasan bila Rasulullah SAW mengganggap "tidak shalat" orang yang melakukan shalat dengan cepat (tidak tumaninah).

Hikmah gerakan shalat
Sebelum menyentuh makna bacaan shalat yang luar biasa, termasuk juga aspek "olah rohani" yang dapat melahirkan ketenangan jiwa, atau "jalinan komunikasi" antara hamba dengan Tuhannya, secara fisik shalat pun mengandung banyak keajaiban.

Setiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan bermanfaat bagi kesehatan. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, tumaninah serta istikamah (konsisten dilakukan).

imageDalam buku Mukjizat Gerakan Shalat, Madyo Wratsongko MBA. mengungkapkan bahwa gerakan shalat dapat melenturkan urat syaraf dan mengaktifkan sistem keringat dan sistem pemanas tubuh. Selain itu juga membuka pintu oksigen ke otak, mengeluarkan muatan listrik negatif dari tubuh, membiasakan pembuluh darah halus di otak mendapatkan tekanan tinggi, serta membuka pembuluh darah di bagian dalam tubuh (arteri jantung).

Kita dapat menganalisis kebenaran sabda Rasulullah SAW dalam kisah di awal. "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah."

Saat takbir Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ke atas hingga sejajar dengan bahu-bahunya (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar). Takbir ini dilakukan ketika hendak rukuk, dan ketika bangkit dari rukuk.

Beliau pun mengangkat kedua tangannya ketika sujud. Apa maknanya? Pada saat kita mengangkat tangan sejajar bahu, maka otomatis kita membuka dada, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur keseimbangan tubuh, membuka mata dan telinga kita, sehingga keseimbangan tubuh terjaga.

"Rukuklah dengan tenang (tumaninah)." Ketika rukuk, Rasulullah SAW meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut (HR Bukhari dari Sa'ad bin Abi Waqqash). Apa maknanya? Rukuk yang dilakukan dengan tenang dan maksimal, dapat merawat kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang belakang (sebagai syaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya. Rukuk pun dapat memelihara kelenturan tuas sistem keringat yang terdapat di pungggung, pinggang, paha dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk dan saluran syaraf memori dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk. Kelenturan syaraf memori dapat dijaga dengan mengangkat kepala secara maksimal dengan mata mengharap ke tempat sujud.

"Lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak." Apa maknanya? Saat berdiri dari dengan mengangkat tangan, darah dari kepala akan turun ke bawah, sehingga bagian pangkal otak yang mengatur keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga syaraf keseimbangan tubuh dan berguna mencegah pingsan secara tiba-tiba.

"Selepas itu, sujudlah dengan tenang." Apa maknanya? Bila dilakukan dengan benar dan lama, sujud dapat memaksimalkan aliran darah dan oksigen ke otak atau kepala, termasuk pula ke mata, telinga, leher, dan pundak, serta hati. Cara seperti ini efektif untuk membongkar sumbatan pembuluh darah di jantung, sehingga resiko terkena jantung koroner dapat diminimalisasi.

"Kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang." Apa maknanya? Cara duduk di antara dua sujud dapat menyeimbangkan sistem elektrik serta syaraf keseimbangan tubuh kita. Selain dapat menjaga kelenturan syaraf di bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan betis, sampai jari-jari kaki. Subhanallah!

Masih ada gerakan-gerakan shalat lainnya yang pasti memiliki segudang keutamaan, termasuk keutamaan wudhu. Semua ini memperlihatkan bahwa shalat adalah anugerah terindah dari Allah bagi hamba beriman. Wallaahu a'lam.

Dari anggota Islam Agama Ku

Visit My Group "CINTA IBU"
http://www.facebook.com/group.php?gid=99255472958

Sebuah Muhasabah ...

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya

Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?

Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh
Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah derita

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yg cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.

Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
"aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih

Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku" dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah...

"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"

WS Rendra

Dari anggota muslimah in fecebook

Kamis, 18 Juni 2009

PANDUAN MENIKAH

Oleh: Faris Royan Chalifah menulispada 16 Juni 2009 in facebook

Untuk menikah memang diperlukan ilmu. Banyak hal yang perlu diketahui dalam masalah pernikahan. Dari mulai tuntunan memilih pendamping hidup, meminang, mahar, sampai masalah adab-adab dalam bercampur. Dengan ilmu tersebut seseorang mengetahui apa-apa yang dibolehkan oleh agama dan apa-apa yang tidak dibolehkan. Dengan ilmu itu pula, seorang suami atau istri dapat menjadikannya sebagai panduan dalam mengarahkan biduk rumah tangganya sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam. Yang pada akhirnya seseorang bisa mengharap pernikahannya mencapai kebahagiaan yang sejati.

Buku ini menjelaskan banyak hal tentang masalah pernikahan. Mulai dari keutamaan-keutamaan menikah, penjelasan tentang wanita yang halal dan haram untuk dinikahi, panduan memilih istri yang shalehah, nazhor (melihat wanita yang dipinang), sampai adab-adab pernikahan dalam mencampuri istri. Juga membahas mengenai hak-hak seorang istri dan juga suami. Pada bagian akhir memuat juga kisah-kisah para salafush shaleh dalam kehidupan pernikahannya. Perhatikan bagaimana kesabarannya, kemuliaannya, kesetiaannya, dsb, yang menjadi contoh teladan buat kita semua. Pembahasan yang begitu luas dalam buku ini insya Allah cukup menjadi bekal bagi kita untuk menuju pernikahan yang barakah sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu'alahi wa sallam. Dari
membaca buku ini insya Allah kita bisa semakin sadar bahwa untuk menikah memang diperlukan ilmu.

Berikut saya kutipkan sebagian dari buku tersebut dengan meringkasnya. Sebagian dari hak-hak isteri, hak-hak suami dan mutiara kisah dari para salafush shaleh.

H A K I S T R I
--------------------
Wasiat Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tentang wanita.
Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu dari Nabi
Shallallahu'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka tetap akan bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita." (HR. Al Bukhari no. 5158).


Diantara hak isteri adalah dipergauli dengan cara yang ma'ruf.
Ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

"... Dan bergaullah dengan mereka secara patut .." (QS. An Nisaa': 19).

Ibnu Katsir mengatakan: "Yakni perbaguslah ucapan kalian kepada mereka, dan perbaguslah perbuatan kalian dan keadaan kalian sesuai kemampuan kalian, sebagaimana kalian menyukai hal itu dari mereka. Oleh karena itu lakukanlah yang sama terhadap mereka, sebagaimana Allah berfirman:

"... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf..." (QS. Al Baqarah: 228).

* Diantara mempergauli dengan baik adalah berakhlak baik terhadapnya *
Dari Abu Hurairah ia menuturkan, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,

"Kaum mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada isterinya." (HR. At Tirmidzi no. 1162. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahiihah no. 284).

Al Hasan al Bashri berkata, "Hakikat akhlak yang luhur ialah mencurahkan kebaikan, menahan diri dari menyakiti dan berwajah manis."

Diantara haknya, engkau mengajarkan kepadanya tentang perkara agamanya.
Ali radhiyallahu'anhu berkata mengenai firman Allah

"Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka..." (QS. At Tahriim: 6)

"Yakni ajarkanlah dirimu dan keluargamu kebajikan serta didiklah mereka."

Qatadah berkata: "Yaitu dengan memerintahkan mereka agar mentaati Allah dan mencegah mereka dari bermaksiat kepada Nya, serta memimpin mereka dengan perintah Allah. Memerintahkan mereka dengan perintah Allah dan membantu mereka atas hal itu. Apabila engkau melihat kemaksiatan kepada Allah, maka hentikan dan cegahlah mereka dari perbuatan tersebut." (Tafsiir ath Thabari (XXVIII/ 166)).

Allah memuji Nabi Nya, Ismail 'Alaihissalam dengan firman Nya:

"Dan ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabb nya." (QS. Maryam: 55).


Diantara hak isteri adalah diberi nafkah.
Isteri dan anak-anak mempunyai hak untuk mendapatkan nafkah, yaitu nafkah yang tidak berlebihan dan tidak pula terlalu kikir; berdasarkan firman-Nya:

".. Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf..." (QS. Al Baqarah: 233).

Nafkah tersebut tidak cukup berupa makanan dan minuman saja, tetapi mencakup tempat tinggal, makanan dan pakaian, sebagaimana firman Nya:

"Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka ..." (QS. Ath Thalaaq: 6).

Tetapi, saudaraku yang budiman, usahamu itu haruslah dari yang halal, tidak mengandung dosa dan syubhat. Dari Ka'ab bin 'Ujrah radhiyallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

"Wahai Ka'ab bin 'Ujrah! Sesungguhnya tidak akan masuk Surga daging dan darah yang tumbuh dari keharaman. Maka Neraka lebih pantas untuknya." (HR. Ahmad no. 14032. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiih at Targhiib wat Tarhiib no. 861).

Karenanya, isteri dari Salafush Shalih berkata kepada suaminya ketika pergi menuju pekerjaannya: "Bertakwalah kepada Allah! Hati hati dengan usaha yang haram. Sebab, kami tahan terhadap kelaparan dan kesulitan, tetapi kami tidak tahan terhadap api Neraka."

H A K S U A M I
-------------------
* Kepemimpinan laki laki atas wanita

Hak suami atasnya ialah isteri tidak mengizinkan seseorang memasuki rumah suaminya kecuali dengan seizinnya.
Al Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidak halal bagi seorang wanita berpuasa padahal suaminya berada di rumah, kecuali dengan seizinnya, ia tidak pula mengizinkan (seseorang masuk) ke dalam rumahnya kecuali dengan seizinnya. Dan tidaklah ia nafkahkan sesuatu tanpa perintahnya, maka separuhnya diserahkan kepadanya." (HR. Al Bukhari no. 5159).

*Suami lebih besar haknya atas isterinya dibanding kedua orang tuanya.

*Suami berhak ditaati oleh isterinya selama tidak dalam kemaksiatan.

12. Hak suami atas isterinya ialah dia berterima kasih kepada suaminya atas apa yang diberikan kepadanya berupa makanan, minuman, pakaian, dan selainnya yang sanggup dia berikan.
'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu'anhuma mengatakan: "Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

'Allah tidak memandang seorang wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal dia butuh kepadanya.' "(Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam as Silsilah ash Shahiihah no. 289).

[CONTOH - CONTOH UNTUK DITELADANI]

Diantara tanda-tanda kesetiaan banyak wanita shalihah kepada suami mereka setelah kematiannya bahwa mereka tidak menikah lagi. Tidak ada yang dituju melainkan agar tetap menjadi isteri mereka di dalam Surga.

Dari Maimun bin Mihran, ia mengatakan: "Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu'anhu meminang Ummud Darda', tetapi ia menolak menikah dengannya seraya mengatakan, 'Aku mendengar Abud Darda' mengatakan: 'Aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

'Wanita itu bersama suaminya yang terakhir,' atau beliau mengatakan, 'untuk suaminya yang terakhir.' " (As Silsilah Ash Shahiihah, Syaikh al Albani no. 1281, shahih).


Diantara teladan yang pantas disebutkan sebagai teladan utama para wanita tersebut adalah Fathimah binti 'Abdil Malik bin Marwan. Fathimah binti 'Abdil Malik bin Marwan ini pada saat menikah, ayahnya memiliki kekuasaan yang sangat besar atas Syam, Irak, Hijaz, Yaman, Iran, Qafqasiya, Qarim dan wilayah di balik sungai hingga Bukhara dan Janwah bagian timur, juga Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Aljazair, Barat jauh, dan Spanyol bagian barat. Fathimah ini bukan hanya puteri Khalifah Agung, bahkan dia juga saudara empat khalifah Islam terkemuka: al Walid bin 'Abdil Malik, Sulaiman bin 'Abdil Malik, Yazid bin 'Abdil Malik dan Hisyam bin 'Abdil Malik. Lebih dari itu dia adalah isteri Khalifah terkemuka yang dikenal Islam setelah empat
khalifah di awal Islam, yaitu Amirul Mukminin 'Umar bin 'Abdil 'Aziz.

Puteri khalifah, dan khalifah adalah kakeknya
Saudara khalifah, dan khalifah adalah suaminya

Wanita mulia yang merupakan puteri khalifah dan saudara empat khalifah ini keluar dari rumah ayahnya menuju rumah suaminya pada hari dia diboyong kepadanya dengan membawa harta termahal yang dimiliki seorang wanita di muka bumi ini berupa perhiasan. Konon, diantara perhiasan ini adalah dua liontin Maria yang termasyhur dalam sejarah dan sering disenandungkan para penya'ir. Sepasang liontin ini saja setara dengan harta karun.

Ketika suaminya, Amirul Mukminin, memerintahkannya agar membawa semua perhiasannya ke Baitul Mal, dia tidak menolak dan tidak membantahnya sedikit pun.

Wanita agung ini -lebih dari itu- ketika suaminya, Amirul Mukminin 'Umar bin 'Abdul 'Aziz wafat meninggalkannya tanpa meninggalkan sesuatu pun untuk diri dan anak-anaknya, kemudian pengurus Baitul Mal datang kepadanya dan mengatakan,

"Perhiasanmu, wahai sayyidati, masih tetap seperti sedia kala, dan aku menilainya sebagai amanat (titipan) untukmu serta aku memeliharanya untuk hari tersebut. Dan sekarang, aku datang meminta izin kepadamu untuk membawa (kembali) perhiasan tersebut (kepadamu)."

Fathimah memberi jawaban bahwa perhiasan tersebut telah dihibahkannya untuk Baitul Mal bagi kepentingan kaum muslimin, karena mentaati Amirul Mukminin. Kemudian dia mengatakan, "Apakah aku akan mentaatinya semasa hidupnya, dan aku mendurhakainya setelah kematiannya?"

MAKNA MANHAJ DAN AHLUSSUNNAH

Bagian I
I. Makna Manhaj

Secara bahasa kalimat “manhaj“ berasal dari kata –nahaja- yang berati jalan yang terang[1]. Bisa juga berarti jalan yang ditempuh seseorang, Allah I berfirman:
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang”. [2]
Ibnu Abbas t berkata:
وَاللهِ مَا مَاتَ رَسُوْلُ اللهِ حَتَّى تَرَكَ السَّبِيْلَ نَهْجًا وَاضِحًا
“Demi Allah, Rasulullah tidak meninggal dunia, hingga meninggalkan jalan yang jelas”[3]
Adapun manhaj yang dimaksud di sini adalah jalan hidup Rasulullah e yang kemudian dilalui oleh para sahabat, Tabi’in dan pengikutnya dalam kebenaran hingga hari kiamat, sebagaimana firman Allah I :
” Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [4]

II. Makna Ahlussunnah wal jamaah.

Kata “Ahlussunnah” terdiri dari dua suku kata yaitu ahlu yang berarti keluarga, pemilik, pelaku atau seorang yang menguasai suatu permasalahan. Dan kata Sunnah yang berarti apa yang datang dari Nabi baik berupa syariat, agama, petunjuk yang lahir maupun yang bathin, kemudian dilakukan oleh sahabat, tabiin dan pengikutnya sampai hari Kiyamat.[5]
Namun dalam perspektif syariah (fiqh) kata sunnah sering diartikan dengan Perbuatan yang kalau dilakukan mendapat pahala, dan kalau ditinggalkan tidak mendapat dosa. Namun yang dimaksud dengan As-Sunnah" di sini adalah adalah,” Thariqah (jalan hidup) Nabi r yang juga dilalui oleh para shahabat yang telah selamat dari syubhat dan syahwat". Fudhail bin Iyadh berkata,”Ahlus Sunnah adalah orang yang mengetahui apa yang masuk ke dalam perutnya dari (makanan) yang halal"[6].
Karena tidak memakan yang haram termasuk salah satu sunnah yang dilakukan oleh Nabi r dan para shahabat.

Dengan demikian maka Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Rasulullah r dan sunnah shahabatnya. Imam Ibnul Jauzi berkata,” Tidak diragukan bahwa orang yang mengikuti atsar Rasulullah r dan atsar para shahabatnya adalah Ahlus Sunnah"[7].
Adapun kata jamaah berarti bersama atau berkumpul. Dinamakan demikian karena mereka bersama dan berkumpul dalam kebenaran, mengamalkannya dan mereka tidak mengambil teladan kecuali dari sahabat, tabiin dan ulama–ulama yang mengamalkan sunnah sampai hari Kiyamat.

Sedangkan menurut istilah, dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ” Ahlussunnah wal jamaah adalah orang yang mengamalkan sunah Rasulullah dan berkumpul di dalamnya dengan beribadah kepada Allah baik dalam masalah aqidah (keyakinan), perkataan, perbuatan, dan panutannya adalah Shalafusshalih dari sahabat, tabiin dan pengikut tabiin”.

III. Kreteria Ahlussunnah wal jamaah

DR. Nashr Al-Aql dalam kitabnya “Mafhum Alhlussunnah inda Ahllussunnah”, menyebutkan beberapa kreteria Ahlussunnah wal jamaah di antaranya;
1. Mereka adalah sahabat Rasulullah yang mengerti, melihat dan mengamalkan sunnah Rasullullah pertama kalinya, oleh sebab itulah mereka berhak mendapat gelar demikian. Begitu juga para tabiin yang mengambil sunnah dari sahabat dan mengamalkannya tanpa menambah dan menguranginya. Dan juga para pengikut tabiin dan orang-orang setelahnya sampai hari kiyamat yang berusaha mencontohi dan mengikuti mereka dalam masalah akidah dan ibadah.

2. Ahlussunah adalah para salafusshalih yang mengamalkan Kitab dan Sunah sesuai dengan petunjuk Rasulullah e [8], Yang mengikuti teladan para sahabat, tabiin dan ulama-ulama yang tidak pernah merubah dan membuat hal-hal yang baru dalam agama Allah.

3. Ahlussunnah wal jamaah adalah firqatunnajiyah (golongan yang selamat) di antara golongan-golongan yang ada. Yang selalu mendapatkan pertolongan dari Allah sampai hari kiyamat. [9]

4. Mereka adalah orang–orang yang ghuraba’ (asing) karena tetap berpegang kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dalam keadaan yang orang lain melupakan dan meninggalkannya. Mereka juga memperjuangkan tegaknya As-Sunnah di saat tersebarnya bid’ah dan kesesatan dan kerusakan, sebagaimana sabda Nabi e,”Islam muncul pertama kali dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana semula. Maka beruntunglah orang–orang yang asing”[10]. Dalam riwayat lain disebutkan, “Beruntunglah al-Ghuraba’ yaitu orang yang shalih di tengah manusia yang jahat, orang yang mengingkarinya lebih banyak dari yang mengikutinya”[11].

5. Dinamakan Ahlussunnah karena mereka mengamalkan sunah sebagaimana mestinya. Berdasarkan sabda Nabi e “Amalkanlah sunnahku”[12].
Penamaan Ahlussunnah dilakukan setelah terjadinya fitnah pada awal munculnya firqah-firqah. Ibnu Sirin berkata,”Mereka (pada mulanya) tidak pernah menanyakan tentang sanad. Ketika terjadi fitnah (para ulama) mengatakan: Tunjukkan (nama-nama) perawimu kepada kami. Mereka melihat bila ia termasuk Ahlus Sunnah hadits mereka diambil, dan bila termasuk ahlul bi'dah maka hadits mereka tidak di ambil".[13]
Al-Imam Malik pernah ditanya :"Siapakah Ahlus Sunnah itu ?. Beliau menjawab,”Ahlussunnah adalah mereka yang tidak mempunyai laqab (julukan) yang sudah terkenal seperti Jahmi, Qadari, atau Rafidli".[14]

Istilah Ahlus Sunnah sudah terkenal dikalangan Ulama Mutaqaddimin (terdahulu) sebagai kebalikan dari istilah Ahlul Ahwa' wal Bida' dari kelompok Rafidlah, Jahmiyah, Khawarij, Murji'ah dan lain-lain. Ahlus Sunnah adalah orang yang tetap berpegang pada sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah e dan para shahabatnya. Jadi gelar Ahlussunnah bukanlah hal-hal yang muhdats (dibuat-buat baru), tetapi mempunyai sandaran syar’I yaitu:

1. Sunnah Rasulullah e karena beliau memerintahkan untuk mengamalkan sunnahnya. Dan memerintahkan untuk berjamaah dan melarang untuk berpecah belah dan keluar darinya. Jadi Ahlussunnah adalah gelar yang diberikan langsung oleh Rasulullah.

2. Bersumber dari atsar para sahabat dan generasi terbaik umat ini dari sifat mereka yang telah disepakati oleh para ulama umat yang mereka tulis dalam kitab-kitabnya.
3. Sebuah nama yang dipakai untuk membedakan mereka dengan pelaku bid’ah, bukan seperti yang dituduhkan bahwa istilah ahlussunah tidak muncul kecuali setelah terjadi perpecahan di antara umat Islam.

IV. Apakah mereka terbatas hanya pada satu masa dan tempat?.
Ahlussunnah tidak hanya terbatas pada satu priode dan tempat. Tetapi terkadang mereka lebih banyak di suatu tempat atau masa dan berkurang di masa atau tempat yang lain. [15]
Beberapa karakteristik dari Ahlussunah yang disebutkan sendiri oleh para salafusshalih adalah ;
1. Mereka yang berpegang pada tali Allah yang kuat.
Abu Bakar al-Shiddik t berkata, “ As-Sunnah adalah tali Allah yang kuat, barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah memutus talinya Allah”[16], Umar bin al-Khattab t menambahkan,“Sesungguhnya Ashabussunan (pengamal sunnah) itu lebih mengetahui tentang Kitabullah”[17].

2. Mereka adalah teladan baik yang mengajak kepada jalan yang benar.
Umar bin Qais al-Malaiy (wafat tahun 143 H) berkata, “Apabila anda melihat seorang pemuda yang tumbuh dewasa bersama Ahlussunnah maka peliharalah, dan kalau besar bersama pelaku bid’ah maka jagalah dirimu darinya. Karena sifat seorang akan tumbuh dewasa sesuai dengan masa kanaknya”[18]. Dalam kitab kitab yang sama ditambahkan, “Sesungguhnya pemuda apabila bergaul dengan orang alim maka akan selamat, tetapi apabila bergaul dengan yang lainnya maka akan terpengaruh[19] Ibnu Syaudzab (wafat tahun 120 H) berkata, “Termasuk nikmat Allah kepada pemuda apabila dewasa diberikan taufik untuk bergaul dengan pelaku sunnah”[20].

Demikian juga yang dikatakan oleh as-Sahityani (wafat tahun 131 H), “Termasuk kebahagiaan bagi seorang apabila diperkenankan oleh Allah untuk bergaul dengan Ahlussunnah”[21]. Dan dari Ibnu Abbas diriwayatkan ketika menafsirkan firman Allah surat Ali Imran ayat 106 beliau mengatakan,” Adapun orang yang putih mukanya adalah Ahlussunnah wal Jamaah, dan orang yang hitam mukanya adalah ahli bid’ah dan kesesatan “[22].

3. Mereka tidak mau diberi gelar dan atribut kecuali dengan nama Ahlussunah.
Barang siapa yang bergabung pada kelompok yang bukan Ahlussunah maka akan mendapatkan kerugian dan kebinasaan karena Ahlussunah-lah golongan yang selamat karena mendapatkan pertolongan dari Allah sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah, dan itulah jalannya orang–orang yang mukmin. Ibnu Abbas berkata,”Barang siapa yang mengikuti kelompok-kelompok pelaku bid’ah ini maka dia telah melepaskan ikatan Islam dari dirinya.“ [23]. Ketika Imam Malik ditanya siapakah Ahlussunnah itu ?, beliau menjawab, “Mereka orang yang tidak mempunyai nama lain atau identitas yang dikenal dengannya seperti Jahamiy (pengikut kelompok Jahamiyah), Rafidhiy (pengukut Rafidhah) atau Qadhariy (pengikut Qadariyah)”[24].

Begitu juga jawaban Ibnu Al-Qayyim ketika ditanya tentang Ahlussunnah beliau berkata, “Sesuatu yang tidak mempunyai nama kecuali Ahlussunnah”[25]. Malik bin Maglul lebih tegas lagi mengatakan, “Apabila ada seorang menamakan dirinya dengan bukan Islam dan As-Sunnah maka masukkanlah dia pada agama apapun yang kamu kehendaki[26]. Maka Maimun bin Mahran menasihatkan untuk jangan sekali-kali menamakan dirinya dengan nama selain Islam “[27].
Referensi:

Muzilul Ilbas fi al-Ihkam ‘ala an-Naas, editor Syaikh Sa’d bin Shabir Abduh.
Ta’rif al-Khalaf bi Manhaj al-Salaf, DR. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan
Al-Minhaj baina al-Ishalah wa al-Tagrib, DR. Muhammad bin Shalih Ali Jan

Bagian II
Manhaj Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah

Ahlussunnah adalah jama'ah yang dimaksud oleh Rasulullah e dalam sabdanya,”Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta'la), sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian".[28]

Ahlussunnah adalah al-firqotun najiyah, yang pada masa Rasulullah e mereka adalah umat yang satu sebagaimana firman Allah I ,”Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepada-Ku".[29]
Orang Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah, namun belum pernah berhasil, sebagaimana firman Allah ,
” Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada kekafiran".[30]

Namun Rasulullah e memberitahukan akan terjadi perpecahan di kalangan umat Islam sebagaimana sabda beliau,” Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-Ku dan sunnah Khulafaa'rasiddin yang mendapat petunjuk setelah Aku". [31]
Dan sabda beliau e,”Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan; dan telah berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah ..? ; beliau menjawab : yaitu barang-siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini".[32]
Setelah kita mengetahui bahwa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari kesesatan, maka kita perlu mengetahui nama-nama dan ciri-cirinya agar kita dapat mengikutinya. Di antara nama-namanya adalah : Al-Firqotun Najiyah (golongan yang selamat), Ath-Thooifatul Manshuroh (golongan yang ditolong), dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, yang maksudnya adalah sebagai berikut:

Kelompok ini adalah yang selamat dari api neraka sebagaimana sabda Nabi e,” Seluruhnya di atas neraka kecuali satu (Maksudnya yang tidak masuk ke dalam neraka adalah satu).
Kelompok yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh As-Saabiqunal Awwalun (para pendahulu) dari kalangan Muhajirin maupun Anshar. Rasulullah bersabda,”Mereka itu adalah siapa-siapa yang berjalan diatas apa-apa yang aku dan sahabatku lakukan hari ini".
Mereka itu bisa dibedakan dari kelompok lainnya pada dua hal penting;
pertama, berpegang teguhnya mereka terhadap As-Sunnah sehingga mereka di sebut sebagai pemilik sunnah (Ahlus Sunnah). Berbeda dengan kelompok-kelompok lain yang berpegang pada pendapat, hawa nafsunya sehingga dinisbahkan kepadanya seperti Al-Qadariyah dan Al-Murji'ah. Atau dinisbatkan kepada para imam-nya seperti Al-Jahmiyah, atau dinisbatkan pada pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar-Rafidhah dan Al-Khawarij.
Kedua, mereka adalah Ahlul Jama'ah karena mereka bersepakat untuk berpegang teguh dengan Al-Haq dan jauhnya mereka dari perpecahan.

Mereka adalah golongan yang ditolong Allah sampai hari kiamat. Karena gigihnya dalam menolong agama Allah , sebagaimana firman-Nya,
”Jika kamu menolong Allah niscaya Allah akan menolong mereka".[33]
Rasulullah e bersabda, "Tidak ada yang menghina dan menentang mereka itu akan mampu membahayakan mereka sampai datang keputusan Allah sedang mereka itu tetap dalam keadaan demikian".
Di antara prinsip dan manhaj Ahlussunnah wal jamaah adalah sebagai berikut:

Prinsip Pertama: Beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir-Nya.
Beriman kepada Allah artinya meyakini Rububiyyah Allah, uluhiyyah-Nya dan Asma wa –Sifat-Nya. Allah berfirman,
” Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. [34]
Juga firman Allah I,
”Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka berdo'alah kamu dengannya".[35]
Beriman kepada Para Malaikat-Nya yakni membenarkan adanya para malaikat dan mereka adalah mahluk mahluk Allah yang diciptakan dari cahaya. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada Allah dan menjalankan perintah Allah di dunia. Allah I berfirman,”Bahkan malaikat-malaikat itu adalah mahluk yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya".(36)

Iman kepada Kitab-kitab-Nya Yakni membenarkan adanya kitab Allah dan segala kandungannya berupa hidayah (petunjuk) dan ia diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. Dan yang paling agung diantara sekian kitab tersebut adalah Al-Qur'an, karena ia sendiri merupakan mukjizat dari Allah. Allah berfirman,
”Katakanlah (Hai Muhammad) : 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling bahu membahu".[37]

Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mengimani Al-Qur'an kalam (firman) Allah, bukan makhluq baik huruf maupun artinya. Berbeda dengan pendapat Jahmiyah dan Mu'tazilah yang mengatakan Al-Qur'an makhluk baik huruf maupun maknanya. Juga berbeda dengan Asyaa'irah yang mengatakan kalam (firman) Allah hanyalah artinya, sedangkan huruf-hurufnya adalah makhluk. Kedua pendapat tersebut bathil berdasarkan firman Allah ,
” Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar KALAM ALLAH (Al-Qur'an)". [38]

Iman Kepada Para Rasul yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang disebutkan namanya oleh Allah maupun yang tidak. Dan penutup para nabi adalah nabi Muhammad , tidak ada nabi sesudahnya. Termasuk beriman kepada para rasul adalah tidak menyepelekan mereka dan tidak berlebih-lebihan terhadap mereka seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashara, Allah I berfirman,
” Dan orang-orang Yahudi berkata : 'Uzair itu anak Allah ; dan orang-orang Nasharani berkata :'Isa Al-Masih itu anak Allah...".[39]

Sebaliknya orang-orang sufi dan ahli filsafat telah menghina para rasul dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir kepada seluruh rasul tersebut. tetapi Ahlussunah tidak membeda-bedakan antara semua Rasul, sebagaimana firman Allah ,
” Kami tidak membeda-bedakan satu diantara Rasul-rasul-Nya ....".[40]
Iman Kepada Hari Akhirat yakni membenarkan semua yang diberitakan oleh Allah dan Rasul-Nya tentang pristiwa setelah kematian seperti adzab dan ni'mat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hisab (perhitungan), mizan (ditimbangnya) segala perbuatan dan pemberian buku catatan amal dengan tangan kanan atau kiri, jembatan (sirat), serta Surga dan Neraka. Keimanan yang membuat bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan jelek dan serta bertaubat dari dosa. Berbeda dengan orang-orang musyrik dan dahriyyun yang mengingkari adanya hari kiamat, atau orang Yahudi dan Nashara yang tidak mengimaninya dengan benar, Allah berfirman,
” Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata Sekali-kali tidaklah masuk Surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nashara. Demikianlah angan-angan mereka ......".[41]

Juga firman Allah I,
“Dan mereka berkata : Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya dalam beberapa hari saja".[42].
Iman kepada taqdir maksudnya meyakini bahwasanya Allah mengetahui apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi, menulisnya dalam Lauhul mahfudz. Segala sesuatu yang terjadi berdasarkan telah dikehendaki dan diciptakan oleh Allah . Allah mencintai keta'atan dan membenci kemaksiatan. Manusia mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau kemaksiatan, tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan Jabariyah yang mengatakan manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan. Sebaliknya Qodariyah mengatakan hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan dialah yang menciptkan pekerjaannya. Kemauan dan kehendaknya terlepas dari kemauan dan kehendak Allah. Allah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya,
” Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya".[43]

Prinsip Kedua, iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta'atan dan berkurang dengan kema'siatan.
Iman bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab itu merupakan keimanan kaum munafiq. Bukan pula sekedar ma'rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran. Allah berfirman,
Dan mereka mengingkarinya karena kedzoliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu"[44].
Iman juga bukan sekedar keyakinan dalam hati atau perkataan tanpa perbuatan karena yang demikian adalah keimanan Murji'ah. Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana firman-Nya,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila ia disebut nama Allah tergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka. Merekalah orang-orang mu'min yang sebenarnya ..."[45]
Juga firman Allah ,
” Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian"[46]

Prinsip Ketiga: Tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya.
Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelakunya tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Allah berkehendak Dia akan mengampuninya, atau menghukumnya namun tidak kekal di neraka, sebagaimana firman Allah ,
” Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.[47]
Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam hal ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji'ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu'min sempurna imannya. Mereka mengatakan dosa dan ketaatan tidak berpengaruh pada iman.

Prinsip Keempat: Wajib ta'at kepada pemimpin kaum muslimin selama tidak memerintahkan untuk kema'shiyatan.
Apabila mereka memerintahkan kepada kemaksiatan maka dilarang menta'atinya namun tetap wajib ta'at dalam kebenaran yang lainnya, Allah berfirman,
” Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul serta para pemimpin diantara kalian ..." [48]
Diriwayatkan dari Irbadh bin Sariyyah, Rasulullah e bersabda,”Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan ta'at walaupun yang memimpin kalian seorang hamba".

Ahlus Sunnah wal Jama'ah menentang seorang amir (pemimpin) yang muslim itu merupakan ma'shiyat kepada Rasulullah e, sebagaimana sabdanya,”Barangsiapa yang ta'at kepada amir (yang muslim) maka dia ta'at kepadaku dan barangsiapa yang ma'shiyat kepada amir maka dia ma'shiyat kepadaku".[49]
Ahlus Sunnah wal Jama'ah juga memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para pemimpin yang zalim dan menasehati serta medo'akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.

Prinsip Kelima: Haramnya memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur.
Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah tentang wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma'shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berbeda dengan Mu'tazilah yang mewajibkan keluar dari pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Padahal sebenarnya tindakan mereka itu termasuk kemunkaran yang besar karena menimbulkan bahaya yang besar bagi umat.

Prinsip Keenam: Tidak mencela dan membenci para sahabat Rasulullah.
Hal ini telah dicontohkan oleh sahabat Muhajirin dan Anshar, sebagaimana firman Allah I, ”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".[50]

Rasulullah e bersabda,”Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya". [51]

Ahlus Sunnah memandang bahwa khalifah setelah Rasulullah secara berurutan adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma'in. Barangsiapa yang mencela salah satu di antara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka .Berbeda dengan sikap ahlul bid'ah dari kalangan Rafidhoh maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat.

Prinsip Ketujuh: Mencintai Ahlul bait (Keluarga) Rasulullah e.
Hal ini sesuai dengan wasiat Rasul dengan sabdanya,”Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku".[52]

Termasuk Ahlul bait adalah keluarga Rasulullah yang beriman dan juga istri-istrinya yang menjadi ibu kaum mu'minin Radhiyallahu 'anhuma wa ardhaahuma, yang telah disucikan oleh Allah , sebagaimana firman-Nya,
” Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya".[53]

Prinsip Kedelapan: Membenarkan adanya karomah para wali Allah.
Karomah yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui sebagian mereka, berupa sesuatu yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Berbeda dengan Muktazilah dan Jahamiyah yang mengingkari adanya karomah. pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya.

Namun sebagian orang pada zaman sekarang tersesat dalam masalah karomah, mereka berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah seperti jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya adalah karomah merupakan kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh dan bersumber dari Allah semata. Sedangkan sihir adalah kejadian yang luar biasa yang diperlihatkan para tukang sihir dan orang-orang kafir dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka dan bersumber pada kekafiran dan kemaksiatan.

Prinsip Kesembilan: Dalam berdalil selalu mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah e baik secara lahir maupun bathin sesuai dengan pemahaman Salafussalih.
Hal ini sesuai dengan wasiat Rasulullah e,”Berepegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyid-iin yang mendapat petunjuk".
Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah itu mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Segala hal yang diperselisihkan selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, sebagaimana firman Allah ,
Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya". [54]

Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman seseorang selain Rasulullah dan mereka tidak berta'ashub pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut disesuaikan dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul 'ilmi. Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh menimbulkan permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah. Mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar), dan tetap saling mencintai satu sama lain. Sebagian mereka tetap shalat di belakang yang lain betapapun perbedaan masalah far'i (cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.

Prinsip kesepuluh: Prinsip-prinsip di atas menjadikan mereka senantiasa berakhlak mulia sebagai pelengkap aqidah yang diyakininya.
Diantara sifat-sifat mulia tersebut adalah mereka beramar ma'ruf dan nahi mungkar sebagaimana firman Allah I,” Jadilah kalian umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, beramar ma'ruf dan nahi munkar dan kalian beriman kepada Allah".[55]
Rasulullah e bersabda,”Barangsiapa diantara kamu menyaksikan suatu kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itulah selemah-lemah iman".[56]

Ahlus Sunnah wal Jama'ah tetap menjaga tegaknya syi'ar Islam dengan menegakkan shalat Jum'at dan shalat berjama'ah sebagai pembeda terhadap ahlul bid'ah dan orang-orang munafik yang tidak mendirikan shalat Jum'at maupun shalat Jama'ah.
Mereka juga menegakkan nasehat bagi setiap muslim dan bekerja sama serta tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa sebagaimana sabda Nabi,” Agama itu nasehat, kami bertanya : untuk siapa .? Beliau menjawab : Untuk Allah dan Rasul-Nya dan para imam kaum muslimin serta kaum muslimin pada umumnya". [57]

Mereka juga tegar dalam menghadapi ujian-ujian dan sabar ketika mendapat cobaan-cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan keni'matan dan menerimanya dengan ketentuan Allah.
Singkatnya mereka selalu berahlak mulia dan berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzolim (aniaya) sebagaimana firman Allah ,
”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri".[58]
Rasulullah e bersabda,” Sesempurna-sempurna iman seorang mu'min adalah yang baik ahlaknya". [59]

Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita semua menjadi bagian dari mereka. shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad e, keluarganya beserta shabat-sahabatnya. Aamin.

From "Ahlussunnah wal jamaah group " in facebook

PERIHAL IKLAS DAN RIYA'

Assalamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Bismillaahirrahmaanirrahii
m
Innalhamdalillaah, wa shalatu wassalamu ‘ala rasuulillaah
Amma ba’du

Sahabatku Fillaah, Rakhimakumullaah

Ihwal RIYA, Rasuulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallam mensabda:

“Barangsiapa berlaku sum’ah, Allah akan memperdengarkan aibnya.
Dan barangsiapa berbuat riya’ Allah akan memperlihatkan aibnya.”

Al Khaththabiy berkata,:”Maksud hadits di atas adalah, barangsiapa mengerjakan suatu amalan dengan TIDAK IKHLAS, tetapi hanya ingin dilihat dan didengar orang, maka ia akan dibalas dengan membukakan kejelekan-kejelekannya sehingga ternampaklah semua yang disembunyikan dan dirahasiakannya. Kunukil dari Imam Adz Dzahabi dalam kitab AL KABAAIR.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Mensabda:

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman: Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa mengerjakan suatu amal sembari menyekutukan Aku dengan selain Aku (sebagai tujuan amalnya), maka bagian-Ku menjadi milik sesuatu yang lain itu. Oleh karenanya, Aku tidak akan menerima amal selain yang diniatkan murni (ikhlas) untuk-Ku.” nukilan (Kitab, Minhajul ‘Abidin, karangan Imam Al Ghazali)

Tentang bagaimankah orang-orang yg benar (shiddiq) dan ciri-cirinya:

“Sesungguhnya orang yang benar itu: Tidak peduli seandainya semua kedudukannya lenyap dan popularitasnya di tengah-tengah masyarakat menurun, lantaran disebabkan oleh kelurusan hatinya (ideologi Islam yang diembannya). Dia tidak suka orang-orang mengetahui sekecil apa pun perbuatan baiknya. Sebaliknya, dia suka jika orang banyak mengetahui keburukannya. Sebab, jika dinilai buruk, dia akan segera memperbaiki kekurangannya. Sebaliknya jika dinilai baik, dia tidak mempunyai semangat untuk memperbaiki dirinya. Dan jika enggan memperbaiki diri, ini bukankah karakter dan perilaku orang-orang yang benar.

Inilah di antaranya isyarat-isyarat orang yang benar:
1. Ucapannya senantiasa benar
2. Lidahnya berfungsi sebagai tempat menyimpan kebenaran
3. Jika berbicara, perkataannya memiliki kebenaran
4. Hatinya senantiasa suci dari noda keburukan
5. Lisannya selalu mensucikan Asma-Nya
6. Nafasnya senantiasa memuji keagungan-Nya.”
(Kunukil dari Syaikh Al Muhasibi, kitab: AL QASD WA AL RUJU’ ILAA ALLAH)

Sahabtku Fillah, rakhimakumullaah,

Konsistenlah dalam ucapan, perilakumu. Lantaran kekonsistenan inilah yg membuat Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tergelari sebagai ‘Al-Amin’ (insan tepercaya). Sehingga sahabat dan pengikutnya beliau manruh keterkaguman bahkan para bangsawan Quraisy menghormatinya.

Larena kita, perilaku punlah tuturan adalah miniatur Islam dan Khilafah. Maka, istiqomahlah dalam kebenaran yg engkau sampaikan

Kami memohon taufik, hidayah dan pertolongannya dari sifat Riya’ dan ketidakkonsistenan dalam kebenaran.

Allaahu muwaffiq ilaa aqwaamu ath thaariq

Dari Bumi Pertapaan, Tasikmalaya 17 Juni 2009
Sahabatmu Fillah,

Apu’ Indragiry
(Pujangga, Santri Ma’had Taqiyuddin an Nabhani, Yogyakarta)
pujanggakhilafah@yahoo.com

------------
Kitab-kitab Rujukan:
1. Imam Adz Dzahabi, AL KABAAIR (Dosa-Dosa Besar)
2. Imam Ibnu Katsir, TAFSIR IBN KATSIR,
3. Imam Al Ghazali, MINHAJUL ABIDIN
4. Syaikh Al Muhasibi, AL QASD WA AL RUJU’ ILAA ALLAH

---------

Agenda Perjuangan Muslimah

Ketika seorang perempuan muslimah menyadari bahwa program-program mereka dalam menata diri, keluarga dan organisasinya bisa menjadi katalis yang mempercepat kesiapan umat untuk menerapkan Syariah islam dalam naungan Khilafah islamiyah. Maka dari sini, akan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian utama perjuangan muslimah.

Pertama, Pembinaan/ pengkaderan, baik dilakukan secara intensif (mukazzah) ataupun bersifat umum (jama’i). Pembinaan intensif akan menghasilkan kader-kader muslimah yang berkepribadian Islami. Mereka akan menjadi teladan umat dalam merepresentasikan islam; membina diri dan keluarga mereka untuk memahami, mencintai dan melaksanakan Syariat islam dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak masyarakat untuk melakukan hal yang sama. Adapun pembinaan umum akan mewujudkan pemahaman umat di sekitar ideologi Islam, baik menyangkut konsep maupun metode implementasinya.

Kedua, Pencerdasan politik. Kaum muslimah perlu memiliki bekal cukup untuk menerjuni medan kehidupan yang sudah didominasi pandangan kepitalis-liberalis. Muslimah perlu mengausai pisau analisis Islam dalam menghadapi setiap persoalan. Dengan itu Muslimah menyadari bahwa persoalan yang tengah dihadapi perempuan seperti kemiskinan, kebodohan, tindak kekerasan, eksploitasi, trafficking-yang juga dialami oleh laki-laki- adalah karena tidak diterapkannya aturan Allah Al-Mudabbir dalam kehidupan.

Perlu kita sadari, bahwa kaum liberal aktif mengkampanyekan pisau analisis gender untuk menjauhkan umat dari Syariah Islam. Melalui jalur kultural dan struktural, pejuang gender sudah berhasil mengoyak bangunan keluarga Muslim yang masih mempertahankan Islam. Tentu, kaum muslimah harus bisa membongkar tipudaya mereka dan melindungi Muslimah lain agar tidak terbelokkan ke perjuangan yang absurd dan sia-sia ala gender.

Dari anggota Halaqoh Online


Tiga Sumber Segala Dosa

Nabi SAW bersabda, ''Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak (rakus), karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati." (HR Ibn Asakir melalui Ibn Mas'ud).

Jiwa manusia diliputi oleh sifat takabur pada saat manusia merasa memiliki kelebihan, baik berupa ilmu pengetahuan, harta benda, ataupun jabatan. Dalam keadaan seperti ini, setan tidak akan tinggal diam, dia akan membisikkan dan memasang perangkap untuk menjerumuskan manusia dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Seperti, mencela, menghina, dan merendahkan orang lain.

Sifat kedua yang diingatkan pada kita untuk mencermatinya adalah sifat tamak (rakus). Sering kali kita melihat betapa rakusnya manusia dalam mempertahankan apa yang sedang dalam genggamannya, baik berupa harta, kekuasaan, ataupun kedudukan. Sama sekali ia tidak mau berbagi dan hanya mau dinikmati sendiri. Ia tidak pernah merasa cukup dan tidak pernah bersyukur atas apa yang diperolehnya.

Padahal, Allah SWT menjanjikan dan mengingatkan berulang kali kepada manusia bahwa sekecil apa pun perbuatan baik yang kita lakukan tidak akan sia-sia. ''Barang siapa yang mau berbuat baik walau sebesar biji dzara pun Allah SWT akan membalasnya.'' (QS Alzalzalah [99]: 7).

Ketiga, hasud atau iri hati. Dengki atau iri hati adalah perasaan tidak rela atau tidak suka melihat orang lain mendapatkan kebaikan atau kenikmatan. Ketika dalam diri manusia telah tertanam sifat dengki, ia akan menghalalkan segala cara untuk menghancurkan orang yang ia dengki. Ia tidak senang melihat orang lain sukses, pintar, hidup bahagia, dan lebih kaya darinya. Sikap seperti ini akan menghapus segala bentuk kebaikan yang selama ini ia peroleh. Perbuatan baiknya akan sia-sia karena dalam dirinya terdapat sifat iri hati.

Takabur, tamak, dan hasud merupakan tiga perangai buruk yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang tidak terpuji. Karena itu, Rasulullah SAW selalu mengingatkan kepada kita untuk menjauhi tiga hal yang menyebabkan manusia terjerumus dalam tipu daya setan. Wallahu a'lam bish-shawab.

Machmuds Solikhin (in facebook)

ISLAM DI PRANCIS DAN ITALI

Tiap Tahun, 3600 Warga Prancis Masuk Islam

Kajian yang dilaksanakan Kementrian Dalam Negeri Negara Prancis menyimpulkan, bahwa perkembangan agama Islam di Prancis sangat pesat. Agama Islam menjadi urutan ke dua setelah agama Nashrani.

Lebih lanjut kajian itu menyatakan, bahwa lebih dari 3600 warga Negara Prancis masuk Islam setiap tahunnya. Penganut agama ini paling taat terhadap undang-undang yang ada. Kejahatan yang dilakukan umat muslim sangat minim. Sebagaimana juga umat Islam sangat disiplin terhadap pelaksanaan ajaran Islam, seperti shalat, shaum, dan tidak mengkonsumsi khamer.

Lebih dari 60% umat Islam di Prancis tidak mengkonsumsi khamer selamnya, meskipun hanya sekali dalam hidupnya. 55% dari mereka akan menunaikan ibadah haji tahun depan.

Kajian ini menutup pernyataannya, bahwa mayoritas pemuda muslim di negara yang terkenal dengan menara Eifelnya ini sangat komitmen terhadap agamanya. Faktor inilah yang menjadikan Islam berkembang sangat pesat di Prancis.

Kajian ini sesuai dengan hasil survai yang dirilis oleh Sekolah Tinggi Negeri Program Survai dan Kajian Ekonomi di Prancis tahun 2005, bahwa jumlah anak yang lahir dan diberi nama seperti nama Rasulullah saw. –Muhammad- sebanyak lima puluh tiga ribu tiga ratus tujuh puluh tujuh (53 377) orang.

Sejarah mencatat penamaan Muhammad melonjak tajam selama lima puluh tahun belakangan ini, padahal belum pernah tercatat secara resmi kelahiran orang Prancis sebelum Tahun 1925 dengan nama Muhammad. Pada Tahun 1926 berdiri Masjid Agung Prancis, semenjak itu tertulis secara administrasi formal nama anak pertama yang lahir dan diberi nama Muhammad.

Dalam survai itu juga disebutkan bahwa tersebarnya penamaan Muhammad, juga nama-nama religius atau nama yang ada kaitannya dengan momentum sejarah terhadap anak-anak mereka, sangat erat kaitannya dengan tersebarnya kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilihat dan diikuti oleh minoritas muslim di Barat sejak akhir tahun enam puluhan.

Islam Di Italia

Menteri Dalam Negeri Italia telah mengumumkan pada tanggar 8 April lalu, bahwa jumlah penduduk yang menganut agama Islam sampai sekarang ini berjumlah dua juta orang.
Padahal pada tahun 2001 baru berjumlah satu koma enam juta orang. Dalam rentang waktu tujuh tahun itu pertumbuhan umat Islam di sini mencapai empat ratus ribu orang.

Tabloit “The Guardian” bahwa angka terbaru dari jumlah umat Islam membuktikan secara nyata bahwa Islam sangat berpengaruh di Italia. Islam menjadi agama kedua yang di anut penduduk Italia setelah agama Nashrani. Jumlah umat Islam di Italia mencapai tiga koma tiga persen (3,3%) dari total keseluruhan jumlah penduduk Italia.


Belajar Ilmu Ikhlas

Sahabt semuanya.................
terkadang kita sangat susah untuk ikhlas menerima sesuatu
hati kita terbiasa dalam kondisi enak tanpa beban
kita selalu tidak siap menerima sebuah guncangan
Ego dan Emosi Selalu menjadi respon pertama
Tatkala sesuatu yang tidak enak menghampiri kita

Kita berusaha ikhlas, tapi hati kita selalu menolaknya
Semuanya hanya pura-pura, Dan kita merasa bahwa itu bukan diri kita
bagaimana Kita bisa melakukan sesuatu dengan hati seperti ini?


Kita tidak harus membuat hati kita tidak nyaman untuk mengerti ikhlas
Dan Kita Tidak perlu Menjadi Orang Lain Agar Hati Kita Nyaman
Ketika masalah datang, Yang kita perlukan hanya
memilih fikiran yang Paling enak di hati kita

pandai pandailah memilih perasaan untuk di simpan di dalam hati
Dia akan menjadi respon pertama tatkala masalah menghampiri
Dia juga akan menarik sesuatu yang satu sifat
dengan rasa yang kita miliki


Di Dunia ini selalu terjadi fenomena hukum ketertarikan
Yang Tidak Enak akan menarik yang tidak enak
Keluhan akan menarik ketidak beruntungan
Selalu merasa kekurangan tidak akan membuat diri kita kaya


Syukur dan Ikhlas adalah sebuah rasa yang tenang dan damai
Ketika masalah datang fikirkanlah dan simpan baik-baik dalam hati:

Bahwa setiap masalah selalu di dampingi solusi tidak mungkin tidak, kenapa kita harus khawatir?

Apapun yang Kita Terima Itulah yang terbaik buat kita, Karena Allah maha pengasih,Penyayang dan maha Adil Semua kehendaknya adalah untuk kebaikan manusia

Segala yang ada pada kita adalah titipan dan bukan milik kita, kenapa kita harus Kebakaran jenggot, resah, gelisah dan sakiit Tatkala kita kehilangan sesuatu?

Sakit hati datang karena kita ingin di hargai Manusia padahal penghargaan manusia tidak ada apa-apanya tak ubahnya seperti Baskom jatuh "Gedombraaaang" udah selesai


Berat hati untuk ikhlas akan datang karena kita merasa ingin memiliki, padahal kita tak bisa memiliki apa-apa karena hakikatnya kita tak punya apa-apa

Kalau kita di hina, di sepelekan di khianati, Hinaan balasannya akan balik kepada yang menghina, yang berkhianat akan kembali kepada yang menghianati, yang menyepelekan adalah membuka Aib dirinya Sendiri bahwa Dia tak ubahnya Seperti apa yang dikatakannya . Allah yang akan membalasnya kenapa kita harus ikut campur untuk marah ini dan itu?
Balesan Allah tidak tergantung kita marah atau tidak, memangnya siapa diri kita ini Mau Ngatur Allah? Nyantai saja... Everything Is Under Control. Hinaan, Cacian akan meluruhkan dosa-dosa kita Kita yang beruntung kenapa harus repot ?

Sahabat Semuanya

Ikhlas Adalah memurnikan segala sesuatu dari tujuan selain karena Allah Semata

Dia adalah Power, dengan kekuatan tak terhingga
Ada sebuah analogi dalam dunia matematika :

Jika 1 / 0 maka hasilnya tak adalah tak terhingga

1 adalah satu tujuan hanyalah untuk Allah Semata , 0 adalah Tak ada daya dan Upaya kecuali dengan pertolongan Allah

LAILAHAILALLAH / LAHAULA WALA KUWWATA ILLABILLAHIL ALIYYIL ADZIM

IKHLAS / TAWAKAL

HASILNYA ADALAH POWER, kekuatan yang tak terhingga karena Ada Allah Backing Powernya.

Efektifitas kerja Seorang yang Ikhlas akan lebih produktif Di Banding dengan orang Yang kerjanya Cuma Bis amenggerutu Dan Mengeluh Allah akan menghargai setiap usaha manusia apalagi Kalau Kita Produktif

Mungkin Gaji Kita Di Kantor Kecil, tapi Kita bekerja secara ungguh-sungguh Bisa jadi Rezeki kita dapatkan bukan dari Kantor Tapi dari jalan lain yang tiada kita sangka Demikianlah Allah menghargai Semua usaha manusia secara Adil.

Sedemikian besar manfaat ikhlas, kenapa manusia tidak tertarik? Ya... karena Susah katanya

Sekarang tidak ada lagi kata susah, belajarlah untuk melibatkan Allah Dalam Setiap Kegiatan Kita Dalam Setiap Fikiran Kita, ITULAH YANG MEMBUAT SEGALANYA MENJADI MUDAH!

(Kang Erry)

Tiap Ruas Tulangmu Minta Sedekah

Rahasia Shalat Dhuha

Allah SWT dalam beberapa ayat bersumpah dengan waktu dhuha. Dalam pembukaan surat Assyams, Allah berfirman, ''Demi matahari dan demi waktu dhuha.'' Bahkan, ada surat khusus di Alquran dengan nama Addhuha.

Pada pembukaannya, Allah berfirman, ''Demi waktu dhuha.'' Imam Arrazi menerangkan bahwa Allah SWT setiap bersumpah dengan sesuatu, itu menunjukkan hal yang agung dan besar manfaatnya. Bila Allah bersumpah dengan waktu dhuha, berarti waktu dhuha adalah waktu yang sangat penting. Benar, waktu dhuha adalah waktu yang sangat penting. Di antara doa Rasulullah SAW: Allahumma baarik ummatii fii bukuurihaa. Artinya, ''Ya Allah berilah keberkahan kepada umatku di waktu pagi.''

Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang aktif dan bangun di waktu pagi (waktu subuh dan dhuha) untuk beribadah kepada Allah dan mencari nafkah yang halal, ia akan mendapatkan keberkahan. Sebaliknya, mereka yang terlena dalam mimpi-mimpi dan tidak sempat shalat Subuh pada waktunya, ia tidak kebagian keberkahan itu.

Abu Dzar meriwayatkan sebuah hadis. Rasulullah SAW bersabda, ''Bagi tiap-tiap ruas anggota tubuh kalian hendaklah dikeluarkan sedekah baginya setiap pagi. Satu kali membaca tasbih (subhanallah) adalah sedekah, satu kali membaca tahmid (alhamdulillah) adalah sedekah, satu kali membaca takbir (Allahu Akbar) adalah sedekah, menyuruh berbuat baik adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan, semua itu bisa diganti dengan dua rakaat shalat Dhuha.'' (HR Muslim).

Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah SAW selalu melaksanakan shalat Dhuha empat rakaat. Dalam riwayat Ummu Hani', ''Kadang Rasulullah SAW melaksanakan shalat Dhuha sampai delapan rakaat.'' (HR Muslim). Imam Attirmidzi dan Imam Atthabrani meriwayatkan sebuah hadis yang menjelaskan bahwa bila seseorang melaksanakan shalat Subuh berjamaah di masjid, lalu ia berdiam di tempat shalatnya sampai tiba waktu dhuha, kemudian ia melaksanakan shalat Dhuha, ia akan mendapatkan pahala seperti naik haji dan umrah diterima. Para ulama hadis merekomendasikan hadis ini kedudukannya hasan.

Jelaslah bahwa shalat Dhuha sangat penting bagi orang beriman. Penting bukan karena--seperti yang banyak dipersepsikan--shalat Dhuha ada hubungannya dengan mencari rezeki, melainkan ia penting karena sumpah Allah SWT dalam Alquran. Maka, sungguh bahagia orang-orang beriman yang memulai waktu paginya dengan shalat Subuh berjamaah di masjid, lalu dilanjutkan dengan shalat Dhuha.

penulis: Amir Faishol Fath

Sumber Situs : http://www.kebunhikmah.com/article-detail.php?artid=447