Selasa, 01 September 2009

Hikmah di Balik Larangan dalam Syari’at Islam

Begitu banyak kaum yang binasa akibat melanggar syari’at sebagai alasan atas kejahilan dan kezhaliman mereka. Allah Ta’ala berfirman, artinya: “Sungguh Kami telah mengemukakan amanah pada langit, bumi dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanah tersebut dan mereka khawatir terhadapnya dan dipikullah amanah tersebut oleh manusia . Sungguh, manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” (QS. Al Ahzab:72)

Syaikh Abdurrahman Ibn Nashir as-Sa’di berkata,”Allah mengagungkan urusan amanah yang Dia amanatkan kepada para mukallaf, yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan, dalam kondisi sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan”. Kenyataannya, mayoritas manusia lebih sulit untuk meninggalkan larangan dibandingkan melaksanakan perintah padahal menurut logikanya, seharusnya meninggalkan larangan relatif lebih mudah dibandingkan melaksanakan perintah. Sebab untuk meninggalkan larangan tidak diperlukan usaha dan tenaga, berbeda dengan perintah. Hal ini disebabkan, meninggalkan perkara yang dilarang itu bertentangan dengan hawa nafsu.

Berbeda dengan melaksanakan perintah, yang pada umumnya tidak bertentangan dengan hawa nafsu. Karena itulah Allah Ta’ala menganugerahkan ganjaran yang besar dan member pujian pada orang yang mampu menahan hawa nafsunya. Sebagian ulama bahkan mengatakan larangan itu sifatnya lebih berat dibandingkan perintah. Sebab, tidak ada dispensasi (keringanan) sedikitpun bagi pelanggaran larangan, sedangkan pelaksanaan perintah dilakukan sesuai kemampuan sebagaimana sabda Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, artinya: “jika aku melarang dari sesuatu maka tinggalkanlah dan apabila aku perintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukan semampu kalian.” (HR. Bukhari-Muslim) Hal ini juga senada dengan ucapan sebagian salaf, “amal-amal kebajikan itu dilakukan oleh orang baik maupun pendurhaka. Sedangkan maksiat hanya dapat ditinggalkan oleh orang yang shiddiq (jujur, teguh keimanannya).”

Imam Ibn Qayyim rahimahullah berkata, “ sesungguhnya bangunan dan pondasi syari’at dibangun diatas hikmah dan kemaslahatan para hamba, didunia dan akhirat. Seluruh syari’at Islam adalah keadilan, rahmat, maslahat dan hikmah.” Syari’at Islam itu sendiri terdiri dari perintah dan larangan , maka larangan yang berlaku terhadap para hamba pun didasarkan atas hikmah dan kemaslahatan.

Tujuan dari syari’at (Maqaashidu Asy-Syari'ah) diantaranya yaitu

(1) untuk pemeliharaan agama, seperti larangan bagi seorang Muslim untuk pindah agama,
(2) pemeliharaan jiwa, seperti larangan untuk membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan syari’at,
(3) pemeliharaan akal, seperti larangan untuk meminum khamr,
(4) pemeliharaan keturunan, seperti larangan berzina
(5) pemeliharaan harta , seperti larangan mencuri.

Mengingat eksistensi larangan itu dibangun diatas hikmah dan maslahat maka pelanggaran terhadap larangan dan perbuatan dosa pasti akan menimbulkan mudharat, baik didunia maupun diakhirat. Perbuatan inilah yang telah membinasakan umat-umat terdahulu. Bukankah akibat dosa dan maksiat yang menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga yang penuh dengan kenikmatan menuju dunia yang penuh dengan penderitaan dan kesedihan? Bukankah dosa yang menyebabkan tenggelamnya penduduk bumi (kaum Nabi Nuh), hingga air menutupi puncak-puncak gunung? Renungilah bagaimana suara yang menggelegar membinasakan kaum Tsamud, terjadinya hujan batu dan terangkatnya tanah hingga menjungkir balikkan kaum Luth, terkirimnya awan yang menurunkan hujan api yang menghancukan kaum Syu’aib dan binasanya orang-orang yang zhalim seperti Fir’aun disebabkan oleh dosa-dosa?

Sungguh seseorang belumlah dikatakan bertakwa selama ia masih melakukan perbuatan yang dilarang syari’at walaupun ia seorang yang tekun menjalankan perintah agama. Sebab definisi dari takwa itu sendiri melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-laranganNya. Termasuk cermin pribadi yang bertakwa yaitu meninggalkan perkara-perkara yang masih samar (syubhat), yaitu perkara yang tidak jelas antara kehalalan dan keharamannya. Sebab, apabaila seseorang terjerumus kedalam perkara yang syubhat maka dikhawatirkan ia telah terjerumus kedalam perkara yang haram sementara ia tidak menyadarinya. Jika perkara yang syubhat saja diperintahkan untuk ditinggalkan maka untuk perkara yang haram tentu lebih ditekankan untuk ditinggalkan sebagaimana sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, artinya: “sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya ada perkara yang samar (syubhat), dimana kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjaga dirinya dari perkara-perkara yang samar, maka sungguh dia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjatuh dalam perkara-perkara yang samar, maka ia akan terjatuh dalam perkara-perkara yang haram. Bagaikan penggembala kambing yang menggembalakan kambingnya diperbatasan orang lain, hamper-hampir dia jatuh kedalamnya .Ketahuilah, setiap raja memiliki batasan. Ketahuilah, sesungguhnya batasan Allah adalah perkara-perkara yang diharamkanNya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Sesungguhnya totalitas agama itu berpulang pada pelaksanaan perintah, meninggalkan hal-hal yang dilarang dan menahan diri dari syubhat. Umar Ibn Abdul Aziz berkata,”bukanlah ketakwaan kepada Allah itu dengan shalat malam, puasa siang hari atau menggabungkan keduanya, namun ketakwaaan itu adalah mengerjakan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah dan meninggalkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah”. Beliau juga berkata,”aku ingin sekiranya aku tidak mengerjakan shalat kecuali shalat lima waktu dan shalat witir; menunaikan zakat dan kemudian tidak bersedekah lagi meskipun hanya satu dirham; melaksanakan puasa Ramadhan dan kemudian tidak berpuasa lagi meskipun hanya satu hari; mengerjakan haji yang wajib dan kemudian tidak menunaikan haji lagi; akan tetapi kemudian aku kerahkan seluruh sisa kekuatan untuk menahan diri dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah.”

Benteng pelindung seorang hamba dari perkara-perkara yang haram dan dilarang adalah takwa kepada Allah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya:”Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada. Iringilah perbuatan burukmu dengan kebajikan, niscaya kebajikan itu akan menghapusnya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang mulia.”(HR. at-Tirmidzi, Ahmad) Imam Ibn Rajab berkata,”perkara-perkara yang masuk kedalam ketakwaan yang sempurna adalah melaksanakan perkara-perkara yang wajib dan meninggalkan perkara-perkara yang haram serta syubhat. Bisa jadi kemudian masuk didalamnya mengerjakan perkara-perkara yang sunnah dan meninggalkan perkara-perkara yang makruh. Inilah tingkat ketakwaan yang paling tinggi.”

(Diringkas dari buku Sepercik Hikmah di Balik Larangan dalam Syari’at Islam, Abu Faris An-Nuri, Media Tarbiyah)

by Andi Rahmanto

Jagalah Lisan...

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ

كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawab” (QS. Al Isra’:36).

Tentang ayat ini, Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan sebagaimana penuturan Al ‘Aufi, “Janganlah engkau menuduh seseorang dengan sesuatu yang engkau tidak memiliki pengetahuan tentang kebenarannya”.

Sedangkan Muhammad bin Al Hanafiyah mencontohkan bahwa yang dimaksud adalah larangan melakukan persaksian palsu.

Qotadah berkata, “Janganlah engkau mengatakan ‘Aku melihat demikian’ padahal engkau tidak melihatnya, ‘Aku mendengar demikian’ padahal engkau tidak mendengarnya, ‘Aku tahu demikian’ padahal engkau tidak mengetahuinya. Sesungguhnya Allah akan menanyaimu tentang semua itu”.

Kesimpulan dari uraian di atas, menurut Ibnu Katsir, adalah sesungguhnya Allah melarang berkata-kata tanpa dasar ilmu namun sekedar praduga tanpa dasar…. Semua hal itu yaitu mendengar, melihat dan hati akan dimintai pertanggungjawaban pada hari Kiamat nanti. Seorang hamba akan ditanya tentang tiga hal tadi dan apa yang dilakukan oleh ketiganya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim hal 285, Syamilah)

قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ لأَبِى مَسْعُودٍ مَا سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ

-صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ فِى « زَعَمُوا ». قَالَ

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ «

بِئْسَ مَطِيَّةُ الرَّجُلِ زَعَمُوا»

Abu ‘Abdillah yaitu Hudzaifah bertanya kepada Ibnu Mas’ud, “Apa yang pernah kau dengar dari Rasulullah tentang katanya?”
Ibnu Mas’ud berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sejelek-jelek kendaraan yang ditunggangi seseorang adalah perkataannya, perkataannya.” (HR. Abu Daud no 4972 dan dinilai shahih oleh Al Albani).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –

قَالَ « مِنْ أَفْرَى الْفِرَى أَنْ يُرِىَ عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَ»

Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya termasuk kedustaan yang paling dusta adalah seorang yang mengaku-aku bermimpi melihat sesuatu padahal tidak” (HR. Buhari no 6636).

Fira adalah bentuk jamak dari firyah yang bermakna kedustaan besar yang menyebabkan orang yang mendengarnya terheran-heran.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه

وسلم- « مَنْ تَحَلَّمَ حُلُمًا كَاذِبًا كُلِّفَ أَنْ يَعْقِدَ بَيْنَ

شَعِيرَتَيْنِ وَيُعَذَّبُ عَلَى ذَلِكَ ».

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mengaku-aku bermimpi padahal tidak maka (di akherat nanti) dia akan dipaksa untuk mengikat dua butir gandum dan dia disiksa karena hal itu.” (HR. Ibnu Majah no 3916 dan dinilai shahih oleh Al Albani)

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه

وسلم – قَالَ « مَنْ يَضْمَنْ لِى مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ

رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ »

Dari Sahl bin Saad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang bisa menjamin untuk menjaga lisan yang ada di antara dua tulang rahangnya dan kemaluan yang ada di antara kedua kakinya, maka aku jamin dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari no 6109).

Mengingat hadits di atas maka seorang muslim memiliki kewajiban untuk menjaga lisan dan kemaluannya dari hal-hal yang Allah haramkan dalam rangka mencari ridha Allah dan karena ingin mendaptkan pahala. Sungguh itu adalah suatu hal yang mudah bagi orang-orang yang Allah mudahkan.

Sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi seorang muslim untuk memberikan perhatian yang tinggi terhadap lisan dengan menjauhi ucapan dusta, menggunjing, adu domba dan ungkapan seronok. Intinya menjaga lisan dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan rasulNya. Terkadang ada satu kata-kata yang menyebabkan kehancuran dunia dan akherat seseorang.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه

وسلم- قَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يُضْحِكُ بِهَا

جُلَسَاءَهُ يَهْوِى بِهَا مِنْ أَبَعْدِ مِنَ الثُّرَيَّا »

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Sungguh ada orang yang mengucapkan suatu kata-kata agar teman-temannya tertawa namun kata-kata tersebut menyebabkan dia terjerumus (ke dalam neraka) lebih jauh dibandingkan dengan jarak ke bintang kejora” (HR Ahmad no 9209 dinilai sebagai hadits hasan li ghairihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).

Meski dalam kesempatan lain, kata-kata yang kita ucapkan bisa menjadi sebab kebahagiaan.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –

قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ

يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ

لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى

بِهَا فِى جَهَنَّمَ»

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh ada orang yang mengucapkan kata-kata yang Allah ridhai tanpa keseriusan namun kata-kata tersebut menjadi sebab Allah tinggikan kedudukan orang tersebut beberapa derajat. Sebaliknya, sungguh ada orang yang mengucapkan kata-kata yang Allah murkai tanpa keseriusan namun kata-kata tersebut menjadi sebab terjerumus ke dalam neraka” (HR. Bukhari no 6113).

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ رَفَعَهُ قَالَ « إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ

فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا

فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ

اعْوَجَجْنَا»

Dari Abu Sa’id Al Khudri secara marfu’ (baca:sabda Nabi), “Jika waktu pagi tiba seluruh anggota badan menyatakan ketundukannya terhadap lisan dengan mengatakan, ‘Bertakwalah kepada Allah terkait dengan kami karena kami hanyalah mengikutimu. Jika engkau baik maka kami akan baik. Sebaliknya jika kamu melenceng maka kami pun akan ikut melenceng” (HR. Tirmidzi no 2407 dan dinilai hasan oleh Al Albani).

Dalam hadits ini Nabi menceritakan bahwa seluruh anggota badan itu tunduk dan merasa hina di hadapan lisan serta menegaskan ketaatannya kepada lisan. Jika lisan bersikap lurus maka anggota badan yang lain tentu bersikap lurus. Namun jika lisan menyelisihi aturan dan menyimpang dari jalan yang lurus maka anggota badan yang lain akan ikut-ikutan.

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ

كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ

الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada sekerat daging. Jika dia baik maka seluruh badan akan baik. Jika dia rusak maka seluruh badan akan rusak. Itulah hati."
(HR. Bukhari no 52 dan Muslim no 1599 dari An Nu’man bin Basyir).

Kedua hadits di atas tidaklah bertentangan sebagaimana penjelasan Ath Thibi. Beliau mengatakan,

“Lisan adalah penerjemah hati dan wakil hati untuk anggota badan yang lahiriah. Maka jika dikatakan bahwa kondisi lisan itu menentukan kondisi anggota badan yang lain maka itu adalah sekedar ungkapan majaz. Sebagaimana kalimat, ‘Dokter itu menyembuhkan pasien’. Al Maidani mengatakan, ‘Seseorang itu ditentukan oleh kedua anggota badannya yang mungil’. Yang dimaksudkan adalah hati dan lisan. Artinya seorang itu akan mulia dan bermartabat dengan hati dan lisannya” (Tuhfah al Ahwadzi 6/197, Syamilah).

Nur Fajriyah


wanita dan malu

Yang Datang dengan Kebaikan

Penulis: Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Tak sedikit wanita di masa ini yang telah menanggalkan rasa malunya. Dari caranya berbusana, bergaul, dan gaya hidup ‘modern’ lainnya, setidaknya memberikan gambaran fenomena dimaksud. Padahal, Islam telah menjadikan sifat malu ini sebagai sifat mulia, bahkan merupakan salah satu cabang keimanan.

Sifat malu memang identik dengan wanita karena merekalah yang dominan memilikinya. Namun sebenarnya sifat ini bukan hanya milik kaum hawa. Laki-laki pun disukai bila memiliki sifat malu. Bahkan sifat mulia ini termasuk salah satu cabang keimanan dan menjadi salah satu faktor kebahagiaan seorang insan. Karena dengan sifat ini, hanya kebaikanlah yang bakal diraupnya, sebagaimana beritanya tercatat dalam lembaran sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam:

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ

“Malu itu tidaklah datang kecuali dengan kebaikan.”

Dalam satu riwayat:

الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ

“Malu itu baik seluruhnya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Saudariku muslimah…

Adanya sifat malu pada diri seseorang akan mendorongnya kepada kebaikan dan mencegahnya dari kejelekan. Bila malu ini hilang dari diri seseorang, ia akan jatuh dalam perbuatan maksiat dan dosa, ketika sendirian maupun di hadapan kerabat dan tetangga. Karena itulah bersabda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأْوْلَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَافْعَلْ مَا شِئْتَ

“Termasuk yang diperoleh manusia dari ucapan kenabian yang pertama adalah: jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat pemalu sehingga shahabat yang mulia Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata:

كَانَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدُّ حَيَاءً مِنَ الْعُذَرَاءِ فِي خِدْرِهَا

“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat pemalu dibandingkan dengan gadis perawan yang berada dalam pingitannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Semoga Allah merahmati Abu Sa’id Al-Khudri, di mana beliau membuat permisalan untuk kita dengan gadis perawan. Lalu apa gerangan yang akan beliau katakan bila melihat pada hari ini gadis perawan itu telah menanggalkan rasa malunya dan meninggalkan tempat pingitannya? Ia pergi keluar rumahnya dengan hanya ditemani sopir pribadi. Ia pergi ke pasar, berbincang-bincang akrab dengan para pedagang dan penjahit, dan sebagainya. Demikian kenyataan pahit yang ada.

Sebagian kaum muslimin juga membiarkan putri-putri mereka bercampur baur dengan laki-laki di sekolah-sekolah dan di tempat kerja. Karena telah tercabut dari mereka rasa malu dan sedikit ghirah (kecemburuan) yang tertinggal.

Bila malu ini telah hilang dari diri seorang insan, ia akan melangkah dari satu kejelekan kepada yang lebih jelek lagi, dari satu kerendahan kepada yang lebih rendah lagi. Karena malu pada hakekatnya adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang Allah ta`ala haramkan dan menjaga anggota tubuh agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya. Apakah pantas seseorang disifati malu sementara matanya digunakan untuk melihat perkara yang Allah haramkan? Apakah pantas dikatakan malu, bila lidah masih digunakan untuk ghibah, mengadu domba, dusta, mencerca, dan mengumpat? Apakah pantas digelari malu, bila nikmat berupa pendengaran digunakan untuk menikmati musik dan nyanyian?

Saudariku muslimah… wajib bagi kita untuk terus merasakan pengawasan Allah dan malu kepada-Nya di setiap waktu dan tempat.

Kala dikau sendiri dalam kegelapan
Sedang jiwa mengajakmu tuk berbuat nista
Maka malulah dikau dari pandangan Al-Ilah
Dan katakan pada jiwamu:
Dzat yang menciptakan kegelapan ini senantiasa melihatku

Seorang muslim yang jujur dalam keimanannya akan merasa malu kepada Allah jika melanggar kehormatan orang lain dan mengambil harta yang tidak halal baginya. Sementara orang yang telah dicabik tirai malu dari wajahnya, ia akan berani kepada Allah dan berani melanggar larangan-Nya.

Saudariku muslimah… bila engkau telah mengetahui pentingnya sifat malu, maka berupayalah untuk menumbuhkannya di hati keluarga dan anak-anak. Karena ketika malu ini masih ada, maka akan terasa betapa besar dan jelek perbuatan yang mungkar, sementara kebaikan senantiasa mereka agungkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati seseorang yang tengah mencela saudaranya karena sifat malunya, maka beliau bersabda:

دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيْمَانِ

“Biarkan dia, karena malu itu termasuk keimanan.” (HR. Al-Jama`ah)

Saudariku muslimah… perlu engkau ketahui bahwa Allah tidaklah malu dari kebenaran. Maka bukan termasuk sifat malu bila engkau diam ketika melihat kebatilan, engkau enggan menolong orang yang terzalimi, dan berat untuk mengingkari kemungkaran. Dan bukan pula termasuk sifat malu bila engkau tidak mau bertanya tentang perkara agama yang samar bagimu, karena Allah ta`ala berfirman:

فَسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ

“Maka tanyakanlah kepada ahlu dzikr (orang yang memiliki ilmu), jika kalian tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)

Ummu Sulaim radhiallahu ‘anha pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia berkata ketika itu: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran. Apakah wajib bagi wanita untuk mandi bila ia ihtilam (mimpi bersetubuh)?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

نَعَمْ, إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ

“Ya, jika ia melihat keluarnya air mani.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)

Apakah tidak sepantasnya Ummu Sulaim menjadi contoh bagi para wanita dalam bertanya tentang perkara agamanya? Terkadang pemahaman ini menjadi terbalik. Wanita malu untuk bertanya hal-hal yang berkaitan dengan agamanya, akan tetapi ia tidak malu untuk berdua-duaan dengan sopir dan berbincang-bincang dengan pedagang, ataupun memperlihatkan auratnya di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya.

>Ketahuilah wahai saudariku…tidak sepantasnya kita malu dari suatu perkara yang bisa membawa kepada kebaikan. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu menceritakan: “Datang seorang wanita menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam guna menawarkan dirinya kepada beliau agar diperistri oleh beliau. Wanita itu berkata: “Apakah engkau, wahai Rasulullah, punya keinginan terhadap diriku?”

Seorang putri Anas, ketika mendengar kisah ini, berkomentar tentang wanita itu: “Alangkah sedikit rasa malunya!”
Anas berkata: “Wanita itu lebih baik darimu, dia menawarkan diri kepada orang yang paling mulia dan paling baik (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).” (Shahih, HR. Al-Bukhari secara makna)

Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kepada kita sifat malu yang membawa kita untuk selalu berbuat baik dan mencegah dari kejahatan dan kerendahan akhlak. Amin…!

Wallahu ta`ala a`lam bish-shawab.

(Diterjemahkan secara ringkas oleh Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dari kitab Al-Mukhtar lil Hadits fi Syahri Ramadhan, hal. 453-457, yang ditulis oleh beberapa penuntut ilmu di Qashim, Saudi Arabia)

Darussunnah Al-Islamy

apa nilau kita di hadapan Allah?? (muhasabah)

Sebuah Muhasabah Diri

Tuhanku,
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-MU yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautanMU yang meluap hingga ke seluruh samudra
Aku hanya sepotong rumput di padangMU yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung MU yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang reduo di samudra langit Mu yang tanpa batas

Tuhanku
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapanMU
Tiada Engkau sedikitpun memerlukan akan tetapi
hamba terus menggantungkan segunung harapan pada MU

Tuhanku.baktiku tiada arti, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka MU
Betapa sadar diri begitu hina dihadapanMU
Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhlukMU
Diri yang tangannya banyak maksiat ini,
Mulut yang banyak maksiat ini,
Mata yang banyak maksiat ini
Hati yang telah terkotori oleh noda ini memiliki keninginana setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajahMu yang mulia???

Tuhan Kami semua fakir di hadapan MU tapi juga kikir dalam mengabdi kepada MU
Semua makhlukMU meminta kepada MU dan pintaku.
Ampunilah aku dan sudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku
Sukseskanlah mereka mudahkanlah urusannya

Mungkin tanpa kami sadari , kamu pernah melanggar aturanMU
Melanggar aturan qiyadah kami,bahkan terlena dan tak mau tahu akan amanah
Yang telah Tuhan percayakan kepada kami Ampunilah kami

Pertemukan kami dalam syurga MU dalam bingkai kecintaan kepadaMU
Tuhanku.Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi airmata taubat,
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada MU
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada Mu
Atau.dalam maksiat kepadaMU Ya Tuhanku Tutuplah untuk kamu dengan sebaik-baiknya penutupan !!

Dari saudara untuk saudara Perbaiki diri Serulah Orang Lain


Hadist - Hadist Mengenai Sedekah


1. Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Seandainya aku mempunyai emas sebesar gunung Uhud, sungguh aku gembira apabila ia tidak tertinggal di sisiku selama tiga malam, kecuali aku sediakan untuk membayar utang.” (Bukhari, Misykât)

2. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Ketika seorang hamba berada pada waktu pagi, dua malaikat akan turun kepadanya, lalu salah satu berkata, ‘Ya Allah, berilah pahala kepada orang yang menginfakkan hartanya.’ Kemudian malaikat yang satu berkata, ‘Ya Allah, binasakanlah orang-orang yang bakhil.” (Muttafaq ‘Alaih- Misykât).

3. Dari Abu Umamah r.a., Nabi saw. bersabda, “Wahai anak Adam, seandainya engkau berikan kelebihan dari hartamu, yang demikian itu lebih baik bagimu. Dan seandainya engkau kikir, yang demikian itu buruk bagimu. Menyimpan sekadar untuk keperluan tidaklah dicela, dan dahulukanlah orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (Muslim, Misykât).

4. Dari Uqbah bin Harits r.a., ia berkata, “Saya pernah shalat Ashar di belakang Nabi saw., di Madinah Munawwarah. Setelah salam, beliau berdiri dan berjalan dengan cepat melewati bahu orang-orang, kemudian beliau masuk ke kamar salah seorang istri beliau, sehingga orang-orang terkejut melihat perilaku beliau saw. Ketika Rasulullah saw. keluar, beliau merasakan bahwa orang-orang merasa heran atas perilakunya, lalu beliau bersabda, ‘Aku teringat sekeping emas yang tertinggal di rumahku. Aku tidak suka kalau ajalku tiba nanti, emas tersebut masih ada padaku sehingga menjadi penghalang bagiku ketika aku ditanya pada hari Hisab nanti. Oleh karena itu, aku memerintahkan agar emas itu segera dibagi-bagikan.” (Bukhari-Misykât).

5. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa seseorang telah bertanya kepada Nabi saw., “Ya Rasulullah, sedekah yang bagaimanakah yang paling besar pahalanya?” Rasulullah saw. bersabda, “Bersedekah pada waktu sehat, takut miskin, dan sedang berangan-angan menjadi orang yang kaya. Janganlah kamu memperlambatnya sehingga maut tiba, lalu kamu berkata, ‘Harta untuk Si Fulan sekian, dan untuk Si Fulan sekian, padahal harta itu telah menjadi milik Si Fulan (ahli waris).” (H.r. Bukhari, Muslim-Misykât).

6. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Seorang laki-laki dari Bani Israil telah berkata, ‘Saya akan bersedekah.’ Maka pada malam hari ia keluar untuk bersedekah. Dan ia a telah menyedekahkannya (tanpa sepengetahuannya) ke tangan seorang pencuri. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan peristiwa itu, yakni ada seseorang yang menyedekahkan hartanya kepada seorang pencuri. Maka orang yang bersedekah itu berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah jatuh ke tangan seorang pencuri.” Kemudian ia berkeinginan untuk bersedekah sekali lagi. Kemudian ia bersedekah secara diam-diam, dan ternyata sedekahnya jatuh ke tangan seorang wanita (ia beranggapan bahwa seorang wanita tidaklah mungkin menjadi seorang pencuri). Pada keesokan paginya, orang-orang kembali membicarakan peristiwa semalam, bahwa ada seseorang yang bersedekah kepada seorang pelacur. Orang yang memberi sedekah tersebut berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah sampai ke tangan seorang pezina.” Pada malam ketiga, ia keluar untuk bersedekah secara diam-diam, akan tetapi sedekahnya sampai ke tangan orang kaya. Pada keesokan paginya, orang-orang berkata bahwa seseorang telah bersedekah kepada seorang kaya. Orang yang telah memberi sedekah itu berkata, “Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Sedekah saya telah sampai kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya.” Pada malam berikutnya, ia bermimpi bahwa sedekahnya telah dikabulkan oleh Allah swt. Dalam mimpinya, ia telah diberitahu bahwa wanita yang menerima sedekahnya tersebut adalah seorang pelacur, dan ia melakukan perbuatan yang keji karena kemiskinannya. Akan tetapi, setelah menerima sedekah tersebut, ia berhenti dari perbuatan dosanya. Orang yang kedua adalah orang yang mencuri karena kemiskinannya. Setelah menerima sedekah tersebut, pencuri tersebut berhenti dari perbuatan dosanya. Orang yang ketiga adalah orang yang kaya, tetapi ia tidak pernah bersedekah. Dengan menerima sedekah tersebut, ia telah mendapat pelajaran dan telah timbul perasaan di dalam hatinya bahwa dirinya lebih kaya daripada orang yang memberikan sedekah tersebut. Ia berniat ingin memberikan sedekah lebih banyak dari sedekah yang baru saja ia terima. Kemudian, orang kaya itu mendapat taufik untuk bersedekah.” (Kanzul-‘Ummâl)

7. Dari Ali r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Segeralah bersedekah, sesungguhnya musibah tidak dapat melintasi sedekah.” (Razin, Misykât)

8. Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Allah swt. akan menambah kemuliaan kepada hamba-Nya yang pemaaf. Dan bagi hamba yang tawadhu’ karena Allah swt., Allah swt. akan mengangkat (derajatnya). (Muslim; Misykât)

9. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Ketika seseorang sedang berada di padang pasir, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, ‘Curahkanlah ke kebun Fulan.’ Maka bergeraklah awan itu, kemudian turun sebagai hujan di suatu tanah yang keras berbatuan. Lalu, salah satu tumpukan dari tumpukan bebatuan tersebut menampung seluruh air yang baru saja turun, sehingga air mengalir ke suatu arah. Ternyata, air itu mengalir di sebuah tempat di mana seorang laki-laki berdiri di tengah kebun miliknya sedang meratakan air dengan cangkulnya. Lalu orang tersebut bertanya kepada pemilik kebun, “Wahai hamba Allah, siapakah namamu?” Ia menyebutkan sebuah nama yang pernah didengar oleh orang yang bertanya tersebut dari balik mendung. Kemudian pemilik kebun itu balik bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menanyakan nama saya?” Orang itu berkata, “Saya telah mendengar suara dari balik awan, ‘Siramilah tanah Si Fulan,’ dan saya mendengar namamu disebut. Apakah sebenarnya amalanmu (sehingga mencapai derajat seperti itu)?” Pemilik kebun itu berkata, “Karena engkau telah menceritakannya, saya pun terpaksa menerangkan bahwa dari hasil (kebun ini), sepertiga bagian langsung saya sedekahkan di jalan Allah swt., sepertiga bagian lainnya saya gunakan untuk keperluan saya dan keluarga saya, dan sepertiga bagian lainnya saya pergunakan untuk keperluan kebun ini.” (Muslim, Misykât).

10. Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Seorang wanita pezina telah diampuni dosanya karena ketika dalam perjalanan, ia melewati seekor anjing yang menengadahkan kepalanya sambil menjulurkan lidahnya hampir mati karena kehausan. Maka, wanita tersebut menanggalkan sepatu kulitnya, lalu mengikatkannya dengan kain kudungnya, kemudian anjing tersebut diberi minum olehnya. Maka dengan perbuatannya tersebut, ia telah diampuni dosanya.” Seseorang bertanya, “Adakah pahala bagi kita dengan berbuat baik kepada binatang?” Beliau saw. menjawab, “Berbuat baik kepada setiap yang mempunyai hati (nyawa) terdapat pahala.” (Muttafaq ‘alaih; Misykât)

Senin, 31 Agustus 2009

Memelihara Pandangan bgian 3

Ghudhul Bashar


Itulah dampak fatal dari pandangan yang tidak terpelihara, oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut Islam telah mengajarkan kepada ummatnya untuk memelihara pandangan.

Hati yang telah terbius oleh apa yang dilihat oleh mata mungkin akan sulit untuk disadarkan oleh keimanan yang terdapat pada dirinya karena hati telah asik menikmati kesibukannya itu. Oleh karenanya kita yang sadar betul bahwa hal itu salah, maka segeralah katakan(menasehati) kepada mereka untuk memelihara pandangannya agar dirinya terjaga dari hal-hal yang justru akan makin membuat dirinya menderita(tentunya menasehatinya dengan cara yang baik(9). Dan jika kita bertekat untuk mensehatinya dalam mencegah mereka untuk melakukan hal itu, maka jangan pula kita menyebabkan mereka cenderung untuk tidak memelihara pandangan mereka. Dimana kita dapat membuat mereka tidak terpelihara pandangannya secara langsung maupun tidak langsung. Lantaran, terkadang syaitan mampu menjadikan sesuatu menjadi terasa indah agar seseorang dapat melakukan kemaksiatan. Maka sebelum kemaksiatan menguasai hati suci orang-orang muslim, maka berusahalah untuk mencegah langkah-langkah syaitan dalam tujuannya menjerumuskan orang muslim kepada hal-hal yang maksiat.
Apalagi jika kita sengaja menjadikan sesuatu hal yang dapat membuat seseorang dapat berbuat dosa, bisa jadi kitapun akan menanggung dosa-dosa orang yang melakukannya itu(10). Dan jika seandainya kita sadar bahwa yang telah kita lakukan dapat menyebabkan seseorang melakukan maksiat kepada kita ataupun orang lain maka kita sebagai umat muslim yang merupakan satu tubuh agar berusaha untuk saling memelihara diri kita yang satu tubuh ini sejak dini agar Allah menjauhkan kita semua dari azab yang dikarenakan perbuatan-perbuatan lalai kita. Karena setiap yang kita lakukan, kita lihat, kita dengar, dan hati nurani semuanya memiliki pertanggung jawaban(11) di hari hisab. Dan sesungguhnya segala sesuatu keburukan yang terjadi kepada diri kita bisa jadi merupakan akibat dari perilaku zalim kita di masa lalu(12). Astaghfirullah.

Bisa jadi karena “bius” sebuah pandangan khianat terhadap hati sangat melenakan, oleh karenanya kita sebagai umat Islam, dianjurkan untuk mengatakan kepada mereka lelaki maupun perempuan yang Beriman untuk menundukkan/memelihara pandangannya sesuai dengan petunjuk ayat tersebut. Dan karena perintah mengatakan kepada mereka dalam pemeliharaan pandangan itu termuat di dalam Al-Qur’an maka perintah ini adalah suatu kewajibann untuk kita laksanan. Maka dengan dari itu, sudah sepatutnya kita berusaha untuk memperingatkan diri kita sendiri maupun seluruh orang mu’min dan mu’minat agar menundukkan/memelihara pandangan mereka. Kenapa? Karena semakin lama seseorang asik memandang dengan khianat maka akan semakin membuat dirinya sulit untuk melepas pandangan itu. Oleh karenanya sebelum dia makin terlena maka naihatilah mereka, tentunya dengan cara yang baik. Ingatlah sekali lagi bahwa pandangan merupakan awal mula dari kemaksiatan yang sebenarnya. Oleh sebab itu katakanlah kepada mereka dan hindarilah segala hal yang menyebabkan mereka tidak memelihara pandangannya, karena pandangan yang tidak terpelihara dapat membawa kehancuran bagi dirinya sendiri bahkan kepada orang-orang disekitarnya, dan bisa jadi kitapun akan terkena dampak dari pandangan yang khianat itu walaupun pandangan kita telah kita pelihara. Naudzubillahimindzalik.

Catatan Kaki:

(9) Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah(14) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Nahl:125) dan “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushshilaat:34)

(10) Saya dapat menyimpulkan bahwa, ketika seseorg menyebabkan orang lain berbuat dosa maka diapun juga menanggung dosa orang tersebut, masalah ini tersirat pada ayat yang berbunyi:
(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. An-Nahl:25
Berbeda dengan permasalah dosa yang diakibatkan oleh tangan sendiri, sehingga yang menanggung dosanya adalah hanya orang tersebut.

(11) Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Al-Isra’:36

(12) Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Ar-Rum:41

(13) Saya mengambil kutipan ini dari: Hadits Web bahwa pengutip mengatakan:
“Saya (Sofyan Efendi) mengambil hadits ke-6 ini langsung dari kitab Ringkasan Shahih Bukhari karya Al-Albani, karena saya melihat arti (terjemahan) yang disampaikan kurang tepat. Tulisan aslinya adalah sebagai berikut:
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Sesungguhnya sesuatu yang halal telah jelas serta yang haram juga telah jelas dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (yang masih samar/tidak jelas); yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barangsiapa yang berhati-hati terhadap perkara syubhat, maka sesungguhnya dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus kepada perkara syubhat, pasti akan terjerumus kepada yang haram. Seperti halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, sehingga dikhawatirkan hampir-hampir (menggembala) di dalamnya. Ingatlah bahwa tiap-tiap raja mempunyai larangan. Ingatlah bahwa larangan Alloh adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah "jantung."” (HR. Bukhori dan Muslim). Padahal kalimat yang tepat bukan menyatakan "pasti", tapi "hampir-hampir" serta segumpal daging tersebut adalah "hati", bukan "jantung". Wallaahu'alam. Saya memohon ampun kepada Allah jika seandainya saya yang salah.” Allahuma Amiin

(14) Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

(15) Suatu ketika saya pernah membaca suatu buku yang disunting dari karya Al-Albani, jika tidak salah judul bukunya "Hadist Dhaif ... yang Ada di Indonesia", beliau menyatakan bahwa hadist ini bermasalah, entah karena lemah atau karena cacat sanadnya, namun sebagian besar ulama, menggunakan dalil ini dalam ruang lingkup memelihara pandangan, seperti buku Ghudhul Bashar karya: Syaikh 'Abdul 'Aziz Ghazuli. Wallahu Alam Bisyawab, Semoga Allah Senantiasa memaafkan segala kesalahan kami. Allahuma Amiin

Sumber-sumber Referensi Pendamping Artikel ini:
Al-Qur'anul Kariim
Al-Qur'an Online(http://alqur’anonline.co.cc)
Ghudhul Bashar karya: Syaikh 'Abdul 'Aziz Ghazuli
As Sunnah(Yahoo Grups)


Memelihara Pandangan bagian 2

Ghudhul Bashar

Ketika kita telah merasakan manisnya iman maka Allah akan memberikan ketenteraman pada hati kita. Sehingga dengan karunia ini kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan mudah walaupun masalah tersebut sebesar gunung sekalipun. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang senantiasa mememelihara pandangannya dengan rasa malu (6) Kepada Allah, lantaran rasa malu itu dapat mencegah dirinya dari hal-hal yang membuat Allah Cemburu kepadanya.
Subhanallah, sebegitu indahnya pemeliharaan pandangan sehingga Allah menjamin manisnya keimanan kepada mereka. Namun, jika kita tidak mampu menundukkan/memeliharanya, justru hal itu akan membawa kita kepada Kemurkaan Allah.

Beberapa dari sekian banyak alasan yang mengharuskan seorang muslim untuk memelihara pandangannya lantaran dengan memelihara pandangan, seseorang dapat terhindar dari rasa kegelisahan. Kegelisahan ini terjadi lantaran Hidayah dari Allah yang turun ke hati terhalang oleh selaput yang terbuat dari “bahan” hasil kemaksiatan, yang dimana salah satu contoh dari “bahan” hasil dari kemaksiatan ini berupa pandangan-pandangan yang khianat. Selaput tersebut menutupi hati lantaran sang hati mungkin sudah tidak menghiraukan Keimanan yang masih tersimpan pada relung-relungnya sehingga sang hati terbawa untuk terus memberikan perintah kepada mata agar terus memandang santapannya supaya kebutuhan sang hati menjadi terpenuhi, hingga tanpa sadar sang hati itu menjadi gelap karena diselimuti selaput-selaput hitam yang terpancar dari pandangan yang khianat itu. Dan sang hatipun menjadi keras seperti batu. Akibatnya relung-relung pada hati menjadi hampa terhadap hidayah, lantaran Pancaran Hidayah tidak dapat masuk ke dalam relung-relung yang telah diselimuti oleh selaput hitam tadi, Dan akhirnya, hal ini dapat menyebabkan menumpulnya firasat apalagi jika hatipun telah benar-benar terbius oleh indahnya memori-memori dari “bahan” hasil kemaksiatan tadi, maka orang itu bisa dipastikan akan terlupa tentang pesona manisnya hidayah, selain manisnya kemaksiatan yang melenakan dan pada akhirnya diapun akan semakin sulit terlepas dari masa kegelapan itu karena semakin lama masa itu maka akan menyebabkannya makin terlena dan terlupa.
Jika telah sampai pada kondisi ini, dirinya akan merasa menderita lantaran keinginan dirinya yang selalu terpenuhi oleh sang hati yang telah terbius oleh kegelapan selaput maksiat tadi menyebabkan gelapnya fungsi dari seluruh organ tubuh lainnya terhadap jiwa-jiwa Rabbani, karena jika hati itu telah rusak maka rusak pulalah anggota tubuh lainnya(7).

Keinginan dirinya terhadap maksiat itu terpenuhi namun sayangnya, kebutuhannya terhadap peyalurkannya tidak terpenuhi, sehingga menyebabkan dirinya menderita dan untuk mengurangi rasa deritanya ini, bisa dipastikan dia akan terus bermaksiat hingga dia bisa menyelaraskan keinginan penyalurannya, justru hal itu malah membuat hatinya makin mengeras dan membuat dirinya makin menggebu-gebu terhadap keinginan itu, sehingga dapat menyebabkan hidayah yang masih tersisa di dalam relung-relung sang hati tidak mampu lagi untuk menasehati dirinya sendiri untuk tidak melakukan maksiat maka Cahaya Iman yang tersisa di hati itu akan makin habis terkikis oleh rivalnya -kemaksiatan-, sehingga pada akhirnya akan membawanya kepada kemaksiatan yg sebenarnya, yang dimana hal itu membawanya menjadi hina dan pada akhirnya dia harus terlempar ke pada api yang langit dan bumi saja tidak sanggup menahan panasnya, Selama dirinya tidak pernah Bertaubat(8) kepada Allah atas perbuatannya. Naudzubillahimidzalik.
(Bersambung ke Part 3)

Catatan Kaki:
(6) Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata : Rasulullah bersabda, "Malulah kepada Allah dengan sebenar benarnya." kami berkata, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami benar benar merasa malu, alhamdulillah. " Beliau bersabda, 'Bukan itu yang dimaksudkan. Akan tetapi yang disebut dengan malu kepada Allah dengan sebenar benarnya adalah engkau menjaga kepada (mata) dan segala apa yang disaksikannya; menjaga perut dan segala apa yang masuk kedalamnya; dan mengingat kematian beserta siksaan yang akan menimpanya. Barangsiapa yang menginginkan (kehidupan) akhirat, maka tinggalkanlah perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan semua itu berarti ia telah merasa malu.

(7) “…Ingatlah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah hati(13)” (HR. Bukhori dan Muslim).

(8) Taubat Nasuha, Taubat yang sebenar-benarnya/ taubat yang sungguh-sungguh. Masalah taubat sungguh-sungguh dimuat pada ayat QS.At-Tahrim(66):8

Akhina Ifa Nama Penaku


Memelihara Pandangan

Ghudhul Bashar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Mohon maaf sebelumnya kepada para anggota Uhibbuka Fillah, kit amengetahui bahwa beberapa waktu lalu, Uhibbuka Fillah meminjam Grup We Are Support to Against The Virtual Khalwat untuk menyebarkan pesan, maka kali ini grup tersebut meminjam Uhibbuka Fillah untuk menyebarkan pesannya.
Maka mohon maaf jika topik kali ini berbeda dari yang sebelumnya.
Pemberitahuan sebelumnya, Karena Sistem Pengiriman tidak dapat mengirim Full artikel, kami mohon maaf jika artikel ini di pisah menjadi 2 bagian.
Semoga bermanfaat :)

****
Segala puji bagi Allah Yang telah menyempatkanku untuk berbagi dalam tulisan ini. Salawat serta salam ku panjatkan kepada Baginda Rasulullah Shallallahu wa Salam yang telah mengajarkan kita tentang Hikmah serta Keindah Islam, Subhanallah. Tidak lupa aku panjatkan Salawat serta Salam kepada Keluarga dan Sahabat Beliau beserta kepada orang-orang yang senantiasa berhijerah ke arah yang dIrahmati oleh Allah Yang Maha Pemurah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
QS.An-Nur(24):30

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
QS.An-Nur(24):31

Saudaraku,
Allah Subhanna wa Ta’alaa telah Berfirman kepada laki-laki yang Beriman di dalam Surah An-Nur Ayat 30 atas sebuah Karunia kesucian ketika mereka mampu memelihara pandangan yang khianat(1) dan memelihara kemaluannya. Allah Subhana wa Ta’alaa pun Juga Berfirman kepada wanita-wanita beserta orang-orang yang Beriman di dalam Surah An-Nur Ayat 31 atas sebuah keberuntungan ketika wanita-wanita yang Beriman itu mampu memelihara pandangan mereka, mampu memelihara kemaluan mereka dari perbuatan-perbuatan keji, mampu menyembunyikan perhiasan-perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak(2) dari orang-orang yang tidak dijelaskan pada perintah didalam ayat tersebut. Bahkan ada pada suatu hadist dijelaskan bahwa dengan kita memelihara pandangan yang khianat maka kita akan mendapatkan manisnya iman(3). Allah Memberikan Karunia itu kepada mereka, karena mereka lebih cenderung kepada Keimanan daripada kemaksiatan sehingga hal ini dapat menjadikan hatinya diliputi oleh selaput-selaput kemaksiatan. Dan, Ketika mereka telah merasakan manisnya iman, maka merekapun akan enggan untuk bermaksiat, bahkan terfikirpun tidak. Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “Sesungguhnya apabila hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya maka tidak ada yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik darinya.”(4) Sehingga ketika kita telah menjauhkan diri kita dari segala maksiat, maka hal ini akan membuat kita semakin dekat kepada Allah dan cahaya-cahaya Hidayah akan mudah masuk ke dalam nurani kita sebagai penentram hati. Subhanallah, sungguh Karunia yang besar bagi orang-orang yang senantiasa memelihara pandangannya. Hati telah menjadi tenteram lantaran dapat mengingat Allah(5), apalagi mengingati Allah ini dapat dengan mudah didapati lantaran tidak adanya selaput penghalang yang berupa selaput kemaksiatan dalam menghalangi masuknya Cahaya Hidayah kedalam hati.

Ketika kita telah merasakan manisnya iman maka Allah akan memberikan ketenteraman pada hati kita. Sehingga dengan karunia ini kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan mudah walaupun masalah tersebut sebesar gunung sekalipun. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang senantiasa mememelihara pandangannya dengan rasa malu (6) Kepada Allah, lantaran rasa malu itu dapat mencegah dirinya dari hal-hal yang membuat Allah Cemburu kepadanya.
Subhanallah, sebegitu indahnya pemeliharaan pandangan sehingga Allah menjamin manisnya keimanan kepada mereka. Namun, jika kita tidak mampu menundukkan/memeliharanya, justru hal itu akan membawa kita kepada Kemurkaan Allah.
[Bersambung ke Part 2]

Catatan kaki:
(1) Yang dimaksud dengan pandangan mata yang khianat adalah pandangan yang dilarang, seperti memandang kepada wanita yang bukan muhrimnya.(Kutipan dari Al-Qur'an Digital pada Surah Al-Mu'min:19)

(2) Tafsir Jalalain yg dikutip dari Al-Qur'an Online : ...(dan janganlah mereka menampakkan) memperlihatkan (perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya) yaitu wajah dan dua telapak tangannya, maka kedua perhiasannya itu boleh dilihat oleh lelaki lain, jika tidak dikhawatirkan adanya fitnah. Demikianlah menurut pendapat yang membolehkannya. Akan tetapi menurut pendapat yang lain hal itu diharamkan secara mutlak, sebab merupakan sumber terjadinya fitnah.

(3) Rasulullah saw bersabda : Pandangan adalah salah satu anak panah beracun, diantara anak panah iblis. Semoga Allah melaknatinya. Barang siapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah maka ia telah diberi Allah keimanan yang mendapatkan kelezatannya didalam hatinya. (Al Hadits riwayat Imam Al Hakim) (15)

(4) Saya mengutip perkataan ini dari: Ukhti Hafidz Blog

(5) (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Rad:28)

(6) Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata : Rasulullah bersabda, "Malulah kepada Allah dengan sebenar benarnya." kami berkata, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami benar benar merasa malu, alhamdulillah. " Beliau bersabda, 'Bukan itu yang dimaksudkan. Akan tetapi yang disebut dengan malu kepada Allah dengan sebenar benarnya adalah engkau menjaga kepada (mata) dan segala apa yang disaksikannya; menjaga perut dan segala apa yang masuk kedalamnya; dan mengingat kematian beserta siksaan yang akan menimpanya. Barangsiapa yang menginginkan (kehidupan) akhirat, maka tinggalkanlah perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan semua itu berarti ia telah merasa malu.

Akhina Ifa Nama Penaku

KELEMBUTAN DI BULAN RAMADHAN


حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ ح و حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ وَمَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ نَحْوَهُ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Ibnu Abbas RA menceritakan:
“Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- adalah orang yang paling lembut dalam kebaikan, apalagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Jibril menemui beliau setiap malam Ramadhan dan mengajarkan Al-Qur’an bersamanya. Beliau –lah orang yang penuh kelembutan melebihi hembusan angin sepoi-sepoi”. [HR. Al-Bukhoriy (1803)]


KISAH HIKMAH KELEMBUTAN NABI SAW

ROMANTIS TERHADAP ISTRI

Nabi SAW menggunakan panggilan kesayangan kepada Aisyah ra istrinya dengan “Ya Humaira” (Perempuan yang Manis). Aisyah suatu ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi, Aisyah hanya menjawab, "ah semua perilakunya indah." Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. "Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, 'Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.'" Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, "Mengapa engkau tidur di sini?" Nabi Muhammmad menjawab, "Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu." Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi mengingatkan, "berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

BERCENGKRAMA DENGAN ANAK CUCUNYA

Ya Rasulullah..engkaluah sebaik-baik penyayang..engkau yang hadirmu adalah rahmat bagi semesta alam…
”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”( Al Anbiyaa : 107 )
Engkau yang ketika menjadi immam dan mendengar tangisan bayi, mempercepat bacaan sholat karena tak ingin memberatkan ibu si bayi yang turut sholat. Engkaulah kakek yang ketika sedang sujud, Hasan menaiki punggungmu, kau panjangkan sujudmu karena tak ingin menggangu cucumu. Engkau yang paling penyayang pada keluarga…yang selalu tersenyum dan menggendong Hasan Husein serta mencium keduanya…yang setiap bertemu Fatimah Az Zahra kau selalu kecup kedua matanya.. yang membantu keluarga, menambal sepatu, menjahit baju , dan memerah susu demi tak mau merepotkan mereka .Engkaulah yang mulia, yang mendampingi seorang gadis kecil yang menggandeng tanganmu sampai keluar Madinah untuk membeli keperluan…kau tidak menolaknya..bahkan kau antarkan gadis kecil itu sampai kembalinya. Engkaulah yang menemani Umair bermain-main untuk menghapuskan kesedihan sang anak saat burung pipitnya – Nughair- mati. Engkaulah yang setiap pagi mendatangi , menghaluskan dan menyuapi makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang selalu menghinakanmu. Kau yang pada kambing yang akan disembelih pun perhatian…kau perintahkan agar menajamkan pisau dahulu setajam-tajamnya baru menidurkan binatang itu secara miring, dan melarang sebaliknya.

MAJELIS PENUH CINTA

Begitu mengesankan sikap penghormatan Nabi SAW kepada para sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika salah seorang sahabat terlambat datang ke Majelis Nabi. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul memanggilnya. Rasul memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi.

PUKULAN TONGKAT BALASAN

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi berkata pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!" Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau memeriksa barisa di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini." Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap "membereskan" orang itu. Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah Nabi. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi keheranan ketika Nabi meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi. Nabi berkata, "lakukanlah!" Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah." Seketika itu juga terdengar ucapan, "Allahu Akbar" berkali-kali. sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sebelum Allah memanggil Nabi.

YAHUDI PUN MERASAKAN KELEMBUTANNYA

Setiap kali Rosulullah hendak kepasar Ukaz selalu melewati satu gang kecil yang merupakan jalan tembus terdekat ke pasar tersebut. Namun di kiri-kanan gang tersebut banyak dihuni rumah petakan kaum yahudi. Mereka sering mencemooh, memaki, meledek, bahkan ada seorang yahudi kasar sering melempar Rosulullah SAW dengan kotoran.

Hampir setiap kali Rosul ke pasar, sapaan kasar, hinaan, dan lemparan kotoran mendarat di telinga dan wajah serta badannya. Namun karena mental seorang utusan Tuhan, maka sikap sabar dan senyum selalu menghiasai wajahnya.Anehnya, justru sikap anaknya Fatimah az Zahra, para sahabat seperti Abu Bakar dan Umar sangat prihatin dan emosional atas perlakuan Yahudi terhadap Rosulullah. Bahkan malaikat yang ditakdirkan tanpa emosipun ikut panas melihat perlakuan pemuda bergelar Al Amin tersebut.

"Engkau kan Rosulullah, mengapa tidak marah dan membalas lemparan kotoran dan makian Yahudi itu?" demikian celoteh Fatimah as. Apa jawab Rosul: "Innahum ma laa ya'lamuun" (Sesungguhnya mereka tak tahu apa yang mereka kerjakan).

Sikap serupa disampaikan Abu Bakar Shiddiq, "Wahai Rosul, kalau Engkau berkenan, aku akan membalas sikap kasar mereka kepada Engkau." Jawab Rosul pun sama: "Innahum ma laa ya'lamuun".
Tak ketinggalan Umar bin Khattab yang mantan preman pasar Ukaz lebih tegas menyatakan: "Wahai

Rosulullah, jika Engkau mengizinkan akan aku tebas batang leher yahudi brengsek yang sering melempari kotoran terhadap-Mu!" Rosul pun konsisten dengan jawabannya: "Innahum ma laa ya'lamuun".

Pernah suatu ketika Rosulullah SAW membersihkan kotoran bekas lemparan si Yahudi usil di bawah pohon dekat sebuah bukit, datang malaikat dengan wajah sedih bercampur geram. "Wahai Rosul, aku tak tega melihat perlakuan mereka terhadap Engkau. Jikalau Engkau berkenan akan aku balikkan bukit ini dan aku tumpahkan di atas kediaman mereka. Atau aku akan cabut nyawa mereka dengan cara yang paling menyakitkan," demikian pinta Izrail.

Tapi, itulah dia Muhammad SAW. Dengan kecerdasan emosional yang optimum tetap mengatakan "Innahum ma lla ya'lamuun".
Suatu hari Rosul kembali melewati gang yang sama menuju pasar Ukaz. Tapi hari itu Rosul tidak mendapati lemparan kotoran dan makian si yahudi yang sengit itu. Lalu Rosul bertanya kepada para tetangga Yahudi itu," Kemana saudaraku yang rajin menegurkan (baca: melempar kotoran) kala aku lewat di gang ini?"

Tetangga itu berkata: "Dia sedang sakit di ruang atas, badannya panas dan menggigil, dia seperti hendakberpulang karena sakitnya parah!" Lantas Rosul pun beranjak ke atas menemui Yahudi usil tersebut, ketika dihampiri Rosul si Yahudi ketakutan bukan main dan dengan tubuh gemetar dan keringat menjagung dia memohon: "Jangan, jangan kau sakiti aku, aku minta maaf atas keburukan perilakuku. Tapi bila Engkau hendak membalas dendam, aku akan pasrah menerimanya."

Rosul pun tersenyum dan mendekati si Yahudi sambil mengambil segelas air zam-zam, lalu air itu dibacakan doa untuk si Yahudi. "Minumlah ini air, Insya Allah kamu akan sembuh," ujar Rosulullah.
Kontan saja, setelah air diminum tubuh si Yahudi tampak lebih bugar dan sehat. "Kalau boleh aku mintamaaf sekali lagi, tapi siapakah Anda hai Bapak?" Rosul pun menjawab: "Sayalah Muhammad, Rosul Allah yang ditugaskan untuk memperbaiki akhlaq!" Sejak saat itu si Yahudi bertobat dan memeluk agama yang diajarkan Rosulullah. "Subhanallah, begitu agung akhlaq-Mu Ya Rosul," ujar Abu Bakar.

Di lain waktu, Rosulullah selalu memiliki kebiasaan jika hendak bepergian ke luar kota. Dia membawa empat bungkus gandum matang (menyerupai roti) untuk bekal perjalanan, dan membawa empat bungkus uang dirham untuk diinfaqkan kepada fakir miskin. Di perbatasan kota ada seorang pengemis Yahudi tua, renta dan buta, yang selalu nyeracau dan memburuk-burukkan Muhammad SAW.
"Muhammad brengsek, Muhammad manusia kasar, Muhammad penipu, penyihir, gila. Muhammad akan kubunuh kau," demikian dia memaki Rosul.

Tapi setiap kali dicaci maki dan diumpat akan dibunuh, Rosul bukannya marah, malah sebaliknya tersenyum sambil mendekati sang Yahudi tua. Dikeluarkannya sebungkus gandum matang itu, lalu dihaluskan dan secara perlahan disuapkan gandum itu kemulut sang bapak tua. Tentu saja ceracau dan makian si kakek terhenti karena harus makan gandum yang sudah lembut, walau tak berucap terima kasih.
Kebiasaan itu hampir rutin dilakukan Rosulullah ketika hendak pergi ke luar kota, dan kebiasaan memaki dan nyeracau itu pula yang sering dilakukan si kakek tua.

Suatu hari, saat Rosul telah wafat dan khalifah Umar bin Khattab memimpin jazirah Arab, bertanyalah Umar kepada Fatimah az Zahra, anak Rosulullah. "Wahai Fatimah, amalan apa yang belum aku lakukan dari akhlaq mulia yang dilakukan Rosulullah?" Fatimah pun menjelaskan kebiasaan Rosul ketika hendak pergi ke luar kota selalu memberi suapan terhadap kakek Yahudi yang memakinya.
Maka pergilah Umar ke luar kota, betul saja, di perbatasan ada seorang kakek tua sedang nyeracau danterus memaki Rosulullah. Karena kesal, gandum matang yang dibawanya langsung disumpalkan ke mulut sang kakek Yahudi, maka diamlah si kakek sambil menghabiskan gandum tersebut.
Setelah kenyang mengunyah sumpalan gandum matang itu, si kakek bertanya:"Rasanya anda bukan orang yang biasa menyapa saya dengan gandum halusnya, Anda siapa dan kemana orang yang selalu menyapa aku dengan kasih sayang itu?"

Umar dengan tegas berteriak: "Aku adalah khalifah Umar bin Khattab, dan orang yang selalu menyuapi kamu dengan lembut itu adalah orang yang setiap hari kamu maki-maki!". Terkesiap si kakek Yahudi sambil matanya berlinang dan diam beribu basa sekitar 30 menit, maka pada menit berikutnya dia menangis sejadi-jadinya dan menyesali perbuatannya.
"Ya khalifah, ampuni aku dan aku akan memeluk agama yang diajarkan Rosulmu," akhirnya si Yahudi tua pun tersungkur bersimpuh, menangisi kekasarannya terhadap Rosulullah.

Nabi Muhammad ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, "Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?" Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi melanjutkan, "Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah ku sampaikan pada kalian wahyu dari Allah...?" Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, "benar ya Rasul!"
Rasul pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, "Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!". Nabi meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah."Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah... Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah"

(Dari berbagai sumber)
Subhan Nurdin

abu ubaidah bin jarrah

هو عامر بن عبد الله بن الجراح الفهري القرشي ويكنى بأبي عبيدة أمين هذه الأمة

أحد السابقين الأولين إلى الإسلام أسلم على يد أبي بكر الصديق في الأيام الأولى للإسلام. هاجر إلى الحبشة في الهجرة الثانية. وقال عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن لكل أمة أمينا وأمين هذه الأمة أبو عبيدة بن الجرّاح». يعد من أحد العشرة المبشرين بالجنة.

قاد غزوة الخبط عندما أرسله النبي محمد صلى الله عليه وسلم أميرا على ثلاث مائة وبضعة عشرة مقاتلا ومعهم قليل من الزاد وعندما نفد الزاد راحوا يتصيدون الخبط أي ورق الشجر فيسحقونه ويسفونه ويشربون عليه الماء لهذا سميت هذه الغزوة بغزوة الخبط. كما كان أحد القادة الأربعة الذين اختارهم أبو بكر لفتح الشام وهم: يزيد بن أبي سفيان وشرحبيل بن حسنة وعمرو بن العاص وأبو عبيدة بن الجراح. عينه عمر بن الخطاب قائدا عاما على جيوش الشام. لاقى أباه مع صف المشركين في بدر فنازله وقتله.

شارك في معركة اليرموك وقد أمره الخليفة عمر بن الخطاب على الجيش بدلا من خالد بن الوليد ولكنه أخفى أمر الأمارة عن خالد إلى أن انتهى خالد من المعركة محرزا النصر ثم أعلمه بأمر عمر فسأله خالد: «يرحمك الله أباعبيدة، ما منعك أن تخبرني حين جاءك الكتاب؟» فأجاب أبوعبيدة: «إني كرهت أن أكسر عليك حربك، وما سلطان الدنيا نريد، ولا للدنيا نعمل ، كلنا في الله أخوة».

قال عنه عمر بن الخطاب وهو يجود بأنفاسه: «لو كان أبو عبيدة بن الجراح حيا لاستخلفته فإن سألني ربي عنه قلت: استخلفت أمين الله، وأمين رسوله». وقال عنه: «لو كنت متمنيا ما تمنيت إلا بيتا مملوءا برجال من أمثال أبي عبيدة».

من أشهر ما قال أبو عبيدة بن الجراح خطبته في أهل الشام وهو أميرهم:

«يا أيها الناس إني مسلم من قريش وما منكم من أحد، أحمر، ولا أسود، يفضلني بتقوى إلا وددت أني في إهابه»
.

لقبه النبي محمد صلى الله عليه وسلم بـ(أمين الأمة) في حديثه:

روي عن أنس بن مالك في المسند الصحيح :

أن أهل اليمن قدموا على رسول الله صلى الله عليه وسلم . فقالوا : ابعث معنا رجلا يعلمنا السنة والإسلام . قال ، فأخذ بيد أبي عبيدة فقال " هذا أمين هذه الأمة

Kenapa Nabi Sering Meminta Perlindungan dari Utang dan Dosa Sekaligus?



Dalam sebuah do’a yang dibaca di akhir shalat (sebelum salam), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan dari dua hal ini yaitu berbuat dosa dan banyak utang.

Bukhari membawakan hadits ini pada pembahasan adzan, sedangkan Muslim membawakan hadits ini pada pembahasan masjid dan tempat shalat.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdoa di akhir shalat (sebelum salam): ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN FITNATIL MASIHID DAJJAL, WA A’UDZU BIKA MIN FITNATIL MAHYA WAL MAMAAT, ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGROM [Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari adzab kubur, aku berlindung kepada-Mu dari bahaya dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan hidup dan mati. Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari berbuat dosa dan banyak utang].”

Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan,

"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak utang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia. "

Itulah yang diajarkan oleh suri tauladan kita. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berdoa meminta perlindungan dari kedua hal ini dengan tujuan agar tidak merugi di dunia dan akhirat.

Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan banyak utang. Kami juga berlindung kepada-Mu dari kerugian di dunia dan akhirat. AMIN …

Fsi Al-Kautsar Unj

Hikmah di Balik Bersin & Menguap

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (( إن الله يحب العطاس ويكره التثاؤب، فإذا عطس فحمد الله فحق على كل مسلم سمعه أن يشمته، وأما التثاؤب فإنما هو من الشيطان فليرده ما استطاع، فإذا قال: ها، ضحك منه الشيطان )) صحيح البخاري في الأدب 6223

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ta’alaa anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah mencintai orang yang bersin dan membenci orang yang menguap, maka jika kalian bersin maka pujilah Allah, maka setiap orang yang mendengar pujian itu untuk menjawabnya; adapun menguap, maka itu dari syaitan, maka lawanlah itu sekuat tenagamu. Dan apabil seseorang menguap dan terdengar bunyi: Aaaa, maka syaitan pun tertawa karenanya”. Shahih Bukhari, 6223.

Imam Ibn Hajar berkata, “Imam Al-Khathabi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan . Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas (Fath-hul Baari: 10/6077)

Nabi menjelaskan bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar membalas pujian tersebut.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:

(( إذا عطس أحدكم فليقل الحمد لله، وليقل له أخوه أو صاحبه: يرحمك الله، فإذا قال له يرحمك الله فليقل: يهديكم الله ويصلح بالكم )) صحيح البخاري في الأدب: 6224

Apabila salah seorang diantara kalian bersin, maka ucapkanlah Al-Hamdulillah, dan hendaklah orang yang mendengarnya menjawab dengan Yarhamukallahu, dan bila dijawab demikian, maka balaslah dengan ucapan Yahdiikumullaahu wa Yushlihu baalakum (HR. Bukhari, 6224)

Dan para dokter di zaman sekarang mengatakan, “Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh. Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian. Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut, dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam !!! Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung. Maka, apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan “menguap” ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri.

Bersin adalah lawan dari menguap yaitu keluarnya udara dengan keras, kuat disertai hentakan melalui dua lubang: hidung dan mulut. Maka akan terkuras dari badan bersamaan dengan bersin ini sejumlah hal seperti debu, haba’ (sesuatu yang sangat kecil, di udara, yang hanya terlihat ketika ada sinar matahari), atau kutu, atau mikroba yang terkadang masuk ke dalam organ pernafasan. Oleh karena itu, secara tabiat, bersin datang dari Yang Maha Rahman (Pengasih), sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh. Dan menguap datang dari syaithan sebab ia mendatangkan bahaya bagi tubuh. Dan atas setiap orang hendaklah memuji Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi ketika dia bersin, dan agar meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk ketika sedang menguap (Lihat Al-Haqa’iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal 155)

Sumber:
alsofwah.or.id - 13 Ramadhan 1424/071103

Pustaka Imam Asy-Syafi'i

Minggu, 30 Agustus 2009

lafat tarqim (solatu wassalamu alaik)

Shalawat ini sangat masyhur khususnya di kota Surabaya dan sekitarnya. Shalawat ini dikumandangkan menjelang Subuh di radio Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya, dan di akses oleh hampir seluruh masjid di Surabaya dan sekitarnya hingga ke pelosok-pelosok Jawa timur, khususnya masjid-masjid di kalangan Nahdhiyyin. Irama yang indah dan menyentuh hati, shalawat ini telah banyak melembutkan hati yang keras, dan menyadarkan hati yang lalai untuk segera bangun dari tidurnya. Berikut ini teks dan terjemahannya:

Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ imâmal mujâhidîn yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral hudâ yâ khayra khalqillâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral haqqi yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ Man asrâ bikal muhayminu laylan nilta mâ nilta wal-anâmu niyâmu
Wa taqaddamta lish-shalâti fashallâ kulu man fis-samâi wa antal imâmu
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman wa sai’tan nidâ ‘alaykas salâm
Yâ karîmal akhlâq yâ Rasûlallâh
Shallallâhu ‘alayka wa ‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în

Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik
Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu
Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dialah Yang Maha Melindungi
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu
dan engkau menjadi imam
Engkau diberangkatkan ke Sitratul Muntaha karena kemulianmu
dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah
Semoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu.

samsuri rifa'i

mumpung masih ada waktu

Apakah Esok Masih Ada?

Apakah yang akan anda lakukan,
jika esok adalah hari terakhir anda di bumi Allah ini?

Sudahkah kita bersedia,
berdepan malaikal maut dan alam barzakh?

Sudahkah kita bersedia,
dengan bekalan ke alam abadi…?

Sudahkah kita bersedia,
untuk menghadap mahkamah Allah?

Jika belum, mengapa kita masih lagi bertertawa gembira,
sedang masih lalai, miskin amal dan kaya dosa

Sesungguhnya tiada nasihat yang paling berharga,
selain kematian yang akan menerpa

Ia tidak mengenal umur, rupa, pangkat dan harta,
Jangan kita tertipu dengan kesihatan dan masa

Bila di bakar di neraka, hanya teriakan dan sengsara,
Tinggallah segala nikmat, harta dunia yang sementara,
Tidak akan dikembalikan sesaat jua.



Kisah Nyata -Kristenisasi-

kristenisasi


“Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia yang menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras.” (Q.S. Al-Baqarah : 204)

Pras adalah seorang Nasrani tulen, dia sangat pandai dalam kemampuan agamanya. Karena saking kecintaannya kepada Nasrani sangat kuat, ia menginginkan agar setiap orang masuk ke dalam agamanya. Perlu kita sadari atau tidak, orang-orang seperti Pras ini selalu menyimpan sesuatu yang tersembunyi dalam setiap perilakunya, dan tentu saja sering kita kenal dengan istilah ‘mencari domba’.

Adalah seorang Rama, ia mempunyai hobi yang sama dengan si Pras, si Rama adalah orang Islam yang sedikit banyak mengerti tentang apa itu artinya ‘mencari domba’. Lalu sesuai dengan Q.S. Al-Baqarah : 204, si Pras mulai menarik hati Rama dengan mem-bicarakan hobi mereka. Lambat laun pun hubungan kedua anak tersebut semakin akrab. Pada tahap ini, orang-orang seperti Pras mencari target anak Islam yang kecintaannya terhadap Islam kurang, sungguh ini adalah suatu pencarian yang melelahkan, tapi setelah ia mendapatkannya, ia tidak akan begitu saja melepaskan ‘domba’ tersebut.

Pada tahap selanjutnya ia mulai menngajak Rama untuk pergi ke pusat hobi mereka. Awalnya ia mengajak pada waktu-waktu senggang, tapi lama-kelamaan waktu yang sempit pun ia mulai gunakan. Pada suatu ketika saat pulang sekolah, Pras mengajak Rama untuk pergi ke pusat pertokoan T. Biasanya Rama selalu shalat setelah pulang sekolah, tapi kali ini tidak. Sebelum keluar dari sekolah ia bertemu dengan temannya, Putra. Putra mengajak Roma untuk shalat dahulu. Sepertinya Putra menyadari apa yang sedang terjadi terhadap Pras dan Rama. Lalu Rama meminta izin kepada Pras untuk shalat [lho?!]. Maka Pras dengan sangat manis memanfaatkan kesempatan ini dan berkata, “tapi aku harus sampai ke rumah dengan cepat”. Dan sudah bisa dipastikan bahwa Rama menolak untuk shalat dahulu dan memilih untuk pergi dengan Pras.

Putra memberi nasihat kepada Rama agar dia shalat dulu walaupun sebentar. Putra memberi penjelasan panjang lebar tentang pentingnya shalat dan skala prioritas, maka :
“Dan apabila dikatakan kepadanya, ”Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkan berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya”
(Q.S. Al-Baqarah : 206)

Ya, Rama marah dan menganggap Putra telah melecehkannya dan secara tidak langsung menganggapnya tidak beriman. Di hadapan Pras, Putra dimarahi habis-habisan hanya karena ia ingin agar Rama shalat dahulu sebelum pergi.
Wahai Rama, mengapa engkau seperti itu ? padahal aku hanya ingin mengajakmu ke kebaikan. Apakah engkau telah ikhlas dan menjadikan Pras sebagai pemimpinmu ? apakah engkau tidak sadar bahwa rantai perangkapnya telah mencekik lehermu ? apakah … apakah …
Berbagai pertanyaan berkecamuk di hati Putra.
“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.” (Q.S. Ath-Thariq : 15)
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.”
(Q.S. Al-Ghasyiyah : 21-22)

Kita sebagai seorang Muslim tidak su’udzan kepada mereka, tapi apakah kita biarkan Rama-Rama yang lain di hadapan kita terperangkap oleh jerat tipu daya mereka?
Tidak!!!Sekali-kali tidak!!!Tidak akan Pernah!!!

Wallahu a’lam bishshowwab.
Abu Yahya Al-Kadiry 'Novem'


masalah qunut subuh 3

Tanya tentang qunut pada sholat Subuh 3

Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliau
berkata :


Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : “Demi Allah,
sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara shalat Rasulullah
shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukan
qunut pada shalat Dhuhur, Isya’ dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan
untuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir”.

Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansukh. Andaikata qunut
nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkan
cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunut
nazilah.

Dalil Pendapat Ketiga

Satu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i


“Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di
belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di
belakang Abu Bakar, `Umar, `Utsman dan `Ali radhiyallahu `anhum di
sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada
sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut
subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no.
402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242,
Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam
Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany
8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989,
Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy
dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dan
dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan
syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.

Dua : Hadits Ibnu `Umar


” Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu `Umar
sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah
lanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : saya
tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku”. Dikeluarkan oleh
Ath-Thohawy 1\246, Al-Baihaqy 2\213 dan Ath-Thabarany sebagaimana
dalam Majma’ Az-Zawa’id 2\137 dan Al-Haitsamy berkata :”rawi-rawinya
tsiqoh”.

Ketiga : tidak ada dalil yang shohih menunjukkan disyari’atkannya
mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.

Keempat : qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan
para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu `Umar diatas, bahkan
syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa berkata : “dan
demikian pula selain Ibnu `Umar dari para shahabat, mereka menghitung
hal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid’ah”.

Kelima : nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat disyari’atkannya
qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan
qunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :
1) Ada yang shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan
tersebut.
2) Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan
tersebut adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah.

Keenam: setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka sangatlah
mustahil mengatakan bahwa disyari’atkannya qunut shubuh secara
terus-menerus dengan membaca do’a qunut “Allahummahdinaa fi man
hadait…….sampai akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum,
andaikan hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan
dinukil oleh para shahabat dengan nukilan yang pasti dan sangat banyak
sebagaimana halnya masalah sholat karena ini adalah ibadah yang kalau
dilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak para
shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Zadul Ma’ad.

Kesimpulan

Jelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya
dalil pendapat ketiga sehinga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut
shubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid’ah tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.

Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, Al
Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma’any Al-Atsar 1/241-254,
Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu’ 3/483-485, Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi’ :
2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib),
Majmu’ Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma’ad 1/271-285.




masalah qunut subuh 2

Tanya tentang qunut pada sholat Subuh 2

“Sesungguhnya Nabi shollahu `alahi wa alihi wa sallam qunut pada
shalat Subuh”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104
no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy
dalam Al Mukhtarah 6/129.

Kemudian sebagian para `ulama syafi’iyah menyebutkan bahwa hadits ini
mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari kita
melihat jalan-jalan tersebut :

Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik,
beliau berkata :



“Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallam, Abu Bakar, `Umar
dan `Utsman, dan saya (rawi) menyangka “dan keempat” sampai saya
berpisah denga mereka”.

Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :
Pertama : `Amru bin `Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah
Ma’ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy 2/202, Al Khatib
dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalam
At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan
`Amru bin `Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat Mu’tazilah dan
dalam periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul hadits
(ditinggalkan haditsnya).
Kedua : Isma’il bin Muslim Al Makky, dikeluarkan oleh Ad-Daraquthny
dan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini dianggap matrukul hadits oleh banyak
orang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.

Catatan :
Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan kepada kami
Ja’far bin Mihron, (ia berkata) menceritakan kepada kami `Abdul Warits
bin Sa’id, (ia berkata) menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan
dari Anas beliau berkata :


“Saya sholat bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallam
maka beliau terus-menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisah
dengan beliau”.

Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja’far bin Mihron sebagaimana
yang dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I’tidal 1/418.
Karena `Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari `Amru bin
`Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu `Umar Al Haudhy dan Abu Ma’mar –
dan beliau ini adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari `Abdul
Warits-.

Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da’laj dari Qotadah dari Anas bin
Malik :


“Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu `alaihi wa alihi wa
sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang `umar lalu beliau qunut dan
di belakang `Utsman lalu beliau qunut”.

Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul
Hadits wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy
sebagai pendukung untuk hadits Abu Ja’far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumany
dalam Al Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau berkata :
“Butuh dilihat keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid
(pendukung) atau tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma’in dan
Ad-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma’in berkata di (kesempatan
lain) : laisa bi syay`in (tidak dianggap) dan An-Nasa`i berkata :
laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh). Dan tidak seorangpun dari pengarang
Kutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan dalam Al-Mizan, Ad
Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.
Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu, perkataannya
“Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh hingga beliau
meninggalkan dunia”, itu tidak terdapat dalam hadits Khalid. Yang ada
hanyalah “beliau (nabi) `alaihis Salam qunut”, dan ini adalah perkara
yang ma’ruf (dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerus
melakukannya sampai meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocok
sebagai pendukung, bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid
(pendukung)”.

Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin `Abdillah
dari Anas bin Malik :



“Terus-menerus Rasulullah Shollallahu `alaihi wa alihi wa Sallam qunut
pada sholat Subuh sampai beliau meninggal”.

Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya, Ibnul
Jauzy dalam At-Tahqiq no. 695.
Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar dengan nama Ghulam Khalil adalah
salah seorang pemalsu hadits yang terkenal. Dan Dinar bin `Abdillah,
kata Ibnu `Ady : “Mungkarul hadits (Mungkar haditsnya)”. Dan berkata
Ibnu Hibban : “Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara-perkara
palsu, tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk mencelanya”.

Kesimpulan pendapat pertama:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakai
oleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.
Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah,
juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara
terus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak
pengertian. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil oleh
Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.
1) Doa
2) Khusyu’
3) Ibadah
4) Taat
5) Menjalankan ketaatan.
6) Penetapan ibadah kepada Allah
7) Diam
8) Shalat
9) Berdiri
10) Lamanya berdiri
11) Terus menerus dalam ketaatan

Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir
Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan
lain-lain.
Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuh
terus-menerus itu sunnah.

Dalil Pendapat Kedua
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :


“Adalah Rasulullah shollallahu `alaihi wa alihi wa sallam ketika
selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian
bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahu
liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan
berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin
Hisyam, `Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum
mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah
Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti
tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf.
Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan `Ashiyah
yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada
kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak ada
sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima
taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu
orang-orang yang zalim”. (HSR.Bukhary-Muslim)

Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalah
pendalilan yang lemah karena dua hal :
Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya,
sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa
segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan
hanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.

masalah qunut subuh 1

Tanya tentang qunut pada sholat Subuh 1

Bismillah
Assalamu’alaykum wa rohmatullohhi wa barokatuh,
Semoga Alloh ‘Azza wa Jalla senantiasa menjaga dan menyayangi Ustadz Zulqarnain dan keluarga
Ana minta keridhoan ALLOH untuk mencintai anta karena-NYA
Afwan sebelumnya Ustadz,
ana minta pencerahan lagi tentang alfatihah makmum ini
ana pernah mendapat penjelasan tentang
- bacaan imam juga bacaan makmum
- hendaknya kita menyimak bacaan imam sehingga jika bacaan imam salah maka kita bisa mengingatkannya
- jika belum sempat membaca alfatiha tapi bisa mendapatkan rukuknya imam maka sudah dihitung dapat rakaat tersebut
Terkait dengan penjelasan dibawah ini, apakah ada penjelasan lebih terperinci
sehingga kita memilih salah satu pendapat ini?
Tolong bantuan antum yaa ustadz hafidahullohhu ta’ala..
Jazakallohhu khoiron wa baarokallohhu fiykum

Ahmad, Sumsel


Ini tulisan saya tentang qunut subah. Dimuat di Risalah Ilmiyah
An-Nashihah vol. 3

HUKUM QUNUT SHUBUH

Pertanyaan :
Salah satu masalah kontraversial di tengah masyarakat adalah qunut
Shubuh. Sebagian menganggapnya sebagai amalan sunnah, sebagian lain
menganggapnya pekerjaan bid’ah. Jelaskan hukum qunut Shubuh sebenarnya ?

Jawab :
Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalah
disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari
Al-Qur’an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada
dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam
agama (bid’ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam
hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :

م&#161
“Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalam
Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu
adalah tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim : “Siapa yang berbuat satu
amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak”.

Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh setiap muslim
dalam menilai suatu perkara yang disandarkan kepada agama.
Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikan
pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.

Uraian Pendapat Para Ulama
Ada tiga pendapat dikalangan para ulama, tentang disyariatkan atau
tidaknya qunut Shubuh.
Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, ini
adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam
Syafi’iy.
Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itu
sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan
Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan
kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan
pada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits
bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama
ahlul hadits.

Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap
qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :

م&#16

“Terus-menerus Rasulullah shollallahu `alaihi wa alihi wa sallam qunut
pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”.

Dikeluarkan oleh `Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad
3/162, Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin
dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Hakim dalam kitab
Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan
dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124
no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam
Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690
dan dalam Al-`Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady
dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafriq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut
sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.
Semuanya dari jalan Abu Ja’far Ar-Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas dari
Anas bin Malik.

Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin `Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim
sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula
oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar
An-Naqy berkata : “Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi
yang meriwayatkannya dari Ar-Robi’ bin Anas adalah Abu Ja’far `Isa bin
Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)”. Berkata Ibnu Hambal dan
An-Nasa`i : “Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)”. Berkata Abu
Zur’ah : “Yahimu katsiran (Banyak salahnya)”. Berkata Al-Fallas :
“Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)”. Dan berkata Ibnu Hibban : “Dia
bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar”.”
Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukil
suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk
hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far Ar-Rozy, beliau
berkata : “Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-Rozy adalah orang
yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakai
berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya
yang ia bersendirian dengannya”.
Dan bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja’far
Ar-Rozy ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja’far ini
adalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnya
seorang rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam
Taqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : “Shoduqun sayi`ul
hifzh khususon `anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih
lagi riwayatnya dari Mughirah).
Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang ia
riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.

Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2 sebab :
Satu : Makna yang ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan dengan
hadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu `alaihi wa alihi
wa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah, sebagaimana
dalam hadits Anas bin Malik :

أ&#16
“Sesungguhnya Nabi shollallahu `alaihi wa alihi wa sallam tidak
melakukan qunut kecuali bila beliau berdo’a untuk (kebaikan) suatu
kaum atau berdo’a (kejelekan atas suatu kaum)”. Dikeluarkan oleh Ibnu
Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan
dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.

Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy ini
sehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dari
perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya
ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafazh yang
disebut di atas dan kadang meriwayatkan dengan lafazh :