Senin, 15 Juni 2009

MAKSIMALKAN INDRA

JALIN PERSATUAN, POTENSI, KESATUAN MISI DAN VISI UMAT

Kecuali manusia pertama, maka secara kodrati, bahwa setiap insan dikeluarkan-Nya dari perut-perut ibunya masing-masing dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Hal ini sangat jelas diwahyukan-Nya di dalam Kitabullah (QS An Nahl, 16 : 78 ).

Kemudian dapat kita bayangkan, betapa tiada pernah ada ”kata berguna”, dan tercatat di dalam lembar-lembar perjalanan hidup manusia di permukaan bumi ini. Akan tetapi, Allah SWT memberikan kepada kita berupa indera pendengaran, penglihatan dan daya kemampuan berpikir. Sehingga lengkaplah kita sebagai manusia yang sempurna, yang berbeda dengan makhluk lainnya, sebagaimana dituliskan Ibnu Khaldun di dalam Muqoddimah, ”Mengenai kesanggupan manusia untuk berpikir sehingga membedakan jenisnya dari binatang, kecakapan dan kemampuannya mempelajari Robb yang disembahnya, serta wahyu-wahyu yang diterima para Rasul-Nya, sehingga semua binatang tunduk dan berada dalam kekuasaannya. Melalui kesanggupannya untuk berpikir itulah, Allah SWT mengaruniakan keunggulan di atas makhluk-makhluk yang lain.”

Dengan kemampuan pendengaran, penglihatan dan berpikir yang baik serta dipadukan dengan pemahaman terhadap wahyu melalui proses tadabbur Al Qur-an (QS Ali Imran, 3 : 164, QS Az Zumar, 39 : 18, QS An Nisa', 4 : 82, QS Muhammad, 47 : 24), maka manusia akan sanggup mencerna keempat tingkat ilmu (yang kesemuanya itu terkandung di dalam Al Qur-an), baik itu tingkat ilmu yang eksak (masalah fisik, alam semesta dan iptek), abstrak (masalah kejiwaan), relatif abstrak (masalah jin, ruh, malaikat, jannah, neraka, ’arsy), maupun tingkat ilmu yang absolut abstrak (masalah Allah SWT), yang hanya dapat diterima dengan kadar keimanan seseorang hamba-Nya.

Sedangkan kadar keimanan seseorang hamba itu pula yang akan sanggup mensyukuri nikmat, namun apabila tiada tadabbur Al Qur-an itu, maka ilmu pengetahuan dan teknologi akan dikembangkan tanpa kendali penyelarasan dengan alam dan lingkungan hidup, sehingga akan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengeksploitasi alam, bahkan lebih kejam lagi, yaitu memeras manusia lainnya. Bukan dengan berbekal berbagai diploma ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan ambisi - bahkan bila perlu secara anarkis - menduduki ”kursi”, agar lancar nafsu kesenangan duniawiahnya, sebagimana yang dipropagandakan oleh kaum Sekuler dan Kapitalis dunia Barat, yaitu hedonisme dan snobisme.

Tanpa disadari penggunaan karunia Allah SWT tersebut dengan tanpa bimbingan wahyu, maka akan terjerat ke dalam suatu sistem yang dipola dan diprogram kaum Sekuler dan dunia Barat. Di satu pihak mereka memegangi para pejabat negara dan di sisi lain mereka menguasai dana internasional, ke dalam suatu bentuk mafia. Maka wajar saja apabila semakin cepat akselerasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seiring dengan kemajuan tingkat kejahatan, bukan hanya pada sebagian jajaran para pengambil keputusan di negeri ini, tetapi telah pula merebak pada hampir semua jajaran dan level pejabat pemerintah. Semakin besar dan tinggi berkas penyelewengan berbagai aset dan kekayaan negara, maka semakin sulit pula untuk membuktikannya.

Akan tetapi, Muslim yang berilmu pengetahuan dan menguasai teknologi yang diseimbangkan serta diselaraskan dengan tuntutan batin atas dasar wahyu, maka indera pendengan dan penglihatan serta daya kemampuan pikirnya akan berkembang kepada :

1. Fuad-at Tamyiz, yaitu analisis untuk memilih yang bermanfaat dan berusaha untuk menghindari kemudlaratan;

2. Fuad-at Tajribi, yaitu analisis untuk memberi manfaat pada orang lain dan generasi, atas dasar pengalaman diri dan perjalanan sejarah, sehingga akan tercipta suatu sistem masyarakat yang adil dan makmur di bawah ridla Allah SWT;

3. Fuad-an Nadhori, yaitu analisis untuk menghasilkan kaidah ilmu, sehingga didapat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan untuk kesejahteraan umat manusia.

Keseimbangan dan keselarasan antara kemampuan mendengar, melihat dan analisis permasalahan dengan bimbingan wahyu adalah tidak serta merta dapat diwujudkan, apabila dengan cara-cara yang tidak dituntunkan dan dipandukan oleh Rasulullah saw, anarkis misalnya. Tetapi membutuhkan proses tadabbur Al Qur-an yang kontinyu dan berkesinambungan, sehingga tidak mudah bagi Muslim untuk melantangkan jalan menuju Penegakan Syari’at Islam, kecuali dengan menggunakan ”kendaraan shabar” dan ”pakaian jihad” (kerja keras dengan segenap kemampuan yang dimiliki) dalam menjalin kesatuan, potensi serta persatuan misi dan visi umat untuk menegakkan Kalimatullah di permukaan bumi Allah SWT.

Arie Png Adadua, Anggota kajian islam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar