Minggu, 07 Juni 2009

PERBEDAAN KAFIR DAN MUNAFIQ


Jawaban atas pertanyaan P. Susanto tgl 05-06-09 perum rungkut barata Surabaya

Kata Munafiq, dari segi bahasa berasal dari kata nafiko, yang artinya binatang sejenis tikus (kamus). Menurut Quraish Syihab, maksud dari istilah tersebut adalah: tikus itu bila kita kejar, maka dia masuk lubang satu dan keluar dari lubang yang berbeda. Dalam istilah lain, dia punya dua lubang. Dalam kontek manusia, maka dia memiliki sifat plin-plan, tidak adanya kesesuaian antara mulut dan hatinya, termasuk didalamnya tidak menepati janji-janji yang diucapkannya.

Sedangkan kata Kafir dari segi bahasa sama dengan sataro (menggunakan fi’il madhi) yang artinya telah menutup atau menyembunyikan. Orang arab menyebut malam itu kafir, karena malam menyembunyikan sesuatu. Petani diistilahkan kafir oleh Al-Qur’an (surat Al Hadiid ayat 20) karena para petani itu kebiasaannya menanam biji-bijian di dalam tanah (menutup benih didalam tanah). Maksud secara ringkas adalah melupakan nikmat Allah dan menutup-nutupi nikmat itu, tidak menyebutnya dengan bersyukur seperti yang diperintahkan di dalam surat Ad-duha ayat terakhir. Kata kafir kebalikan dari syukur yang arti secara bahasa yaitu membuka.

Istilah kafir dan munafiq itu memang berbeda, namun keduanya sama-sama berbahaya bagi muslim, karena Allah menyamakan tempat keduanya di akhirat, yaitu neraka. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat An-nisa’ ayat 140, bahwa Allah mengumpulkan orang munafiq dan orang kafir di neraka jahannam bersama-sama.

Ciri orang kafir amatlah jelas, secara ringkas yaitu orang yang tidak se-aqidah dengan kita umat islam, maka itu kafir, walaupun di Negara kita istilahnya adalah non muslim, Allah tidak pernah menyebut GHOIRU MUSLIM, yang disebutkan Allah adalah MUKMIN ATAU KAFIR. dan ini tidak perlu kami uraikan. Yang kami tekankan adalah tentang ciri-ciri orang munafiq, diantaranya adalah sebagai berikut:

Rasulullâh shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

“Tanda kemunafikan ada tiga; apabila bercerita ia dusta, apabila berjanji ia tidak menepatinya dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” ( Hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry no. 33, 2682, 2749, 6095, Muslim no 59 dan At-Tirmidzy no. 2636.)

perbuatan melanggar janji atau kianat janji (ghodar) adalah dosa yang sangat besar dalam syari’at. Rasulullâh shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bersabda,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا ائْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Empat perkara, siapa yang terdapat padanya empat perkara ini, maka ia adalah munafik murni, dan siapa yang terdapat padanya salah satu darinya, maka padanya ada satu ciri kemunafikan; apabila diberi amanah ia berkhianat, apabila bercerita ia berdusta, apabila membuat janji ia ghodar dan apabila berdebat ia curang.” (radhiyallâhu ‘anhuma riwayat Al-Bukhâry no. 34, 2459, 3178 dan Muslim no. 2635.) Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Âsh

Dan dalam hadits lain, Rasul bersabda:

يُرْفَعُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ القِيَامَةِ يُقَالُ هَذِهِ غَدْرَةُ فُلاَنٍ

Diangkat bagi setiap orang yang ghodar (kianat janji) bendera pada hari kiamat, dikatakan : “Inilah ghodarnya si fulan”, dengan istilah lain, pada saat manusia dikumpulkan di padang mahsyar, maka orang-orang yang tidak memenui janjinya memiliki tanda khusus berupa bendera yang di tegakkan, dan semua orang akan tauh bahwa dia adalah pengkhianat janji. (Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry no. 3188, 6177, 6178, 6966, 7111 dan Muslim no. 1735, At-Tirmidzy no. 1585 dari hadits Ibnu ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ, dan juga dikeluarkan oleh Al-Bukhâry no. 3186 dan Muslim no. 1736 dari ‘Abdullah bin Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu, serta dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhum riwayat Al-Bukhâry no. 3187 dan Muslim no. 1737 dan Ibnu Majah no. 2872. Dan semakna dengannya hadits Abu Sa’id radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim no. 1738, At-Tirmidzy no. 2196 (dalam hadits yang panjang) dan Ibnu Majah no. 2873.

Hendaknya kita berhati-hati terhadap sifat ini, terkadang kita sering mengobral janji kepada manusia namun sampai saat ini belum kita tepati atau tunaikan. Misalnya, kita pernah berjanji ingin memberi sesuatu kepada manusia (uang ataupun barang), namun hal itu terkadang terlupakan. Semoga Allah memberikan kesadaran kepada kita sekalian, sehingga janji yang pernah kita ucapkan bisa kita laksanakan, ammin.

wawan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar