Jumat, 12 Juni 2009

SANG MAESTRO

DESKRIPSI ANAK ZAMAN

Pernahkah anda mendengar seorang manusia yang dianggap tokoh di masanya sehingga keberadaannya sulit untuk di regenerasikan? Dengan kata lain, apabila dia tiada, maka sulit bahkan tidak ada pewaris yang seperti dia. Pernahkah anda mendengar istilah anak zaman? Ya, dia adalah anak yang dilahirkan oleh zaman. Sebenarnya setiap kita adalah anak zaman yang tiada duanya tentang sifat dan karakternya, walaupun saudara kembar sekalipun. Tetapi, ada beberapa sosok yang mencuat menjadi tokoh besar yang kelahiran serta keberadaannya tidak bisa direkayasa, ditiru, dicetak, dan dilatih supaya menjadi “anak zaman”. Untuk lebih memahami gambaran kongkritnya, berikut ini saya ambilkan dua sosok manusia yang keberadaannya disebut sebagai anak zaman.

1. Rhoma Irama (The King Of Dangdut Legend)

Lahir di Tasik Malaya pada tanggal 11 Desember 1946. Seorang sosiolog pernah berkata bahwa Rhoma Irama merupakan anak zaman yang lahir setiap seratus tahun sekali, wallahu A’lam. Bila kita bicara soal music, khususnya dangdut, tentu tidak bisa lepas dari nama Rhoma Irama. Kerena dialah yang mengangkat citra dangdut dari musik kampungan klas rakyat jelata, menuju musik nasional kalangan jetset bahkan go internasional. Bakat dibidang musik sudah muncul sejak dia duduk di bangku SD, saat itu sudah menelorkan lagu-lagu ciptaanya sendiri.

Dalam perjalanan kariernya, Rhoma mengalami jalan terjal yang berliku-liku. Tantangan pertama muncul justru dari oaring yang paling dekat dengan dirinya, yaitu orang tuanya terutama ayah. Bahkan sang ayah sempat membanting gitar akustiknya sampai hancur. Ditengah perkembangan musiknya, sempat dicekal pemerintah Orde Baru, karena sya’irnya dinilai menyindir-nyindir kebijakan ORBA. Dasar memang anak zaman, siapaun yang mencekal, melarang, bahkan menghadang, toh suatu saat muncul juga ke permukaan. Perjalanan kariernya bahkan tetap eksis dalam kurun waktu lebih dari 39 tahun dalam blantika musik. Dalam kurun waktu tersebut, sekitar 500 lagu telah dihasilkan, 25 film telah dibintangi yang kebanyakan mencerminkan kehidupannya.

Dalam sebuah petikan wawancara antara H. Surya Aka (wartawan senior Jawa Pos di Jakarta) dengan Rhoma Irama, dia mengatakan bahwa sonata tidak bisa dikaderkan (diwariskan) dalam arti sebagai The Sound Of Muslim (music Untuk Berda’wah). Kalau bentuk music, suara, dan sya’ir itu bisa dipelajari dan ditiru ( dari semenjak dahulu sudah banyak yang menirunya, sepertti halnya Mara Karma, Asep Irama, Nano Romansya, Nadi Baraka, Imron Sadewa Monata Group Asal Surabaya, Arjuna Samba vokalis Samba group asal Madura, bahkan termasuk Rhidho Rhoma salah satu putranya yang sekarang mendirikan Sone 2).

Mereka semua berusaha meniru Rhoma Irama hanya secara dhohir / luarnya saja, tetapi secara falsafah dan kharismanya tidak mungkin bisa diwarisi termasuk oleh adik-adik serta anaknya yang hanya mempu menyanyikan lagu-lagu soneta, namun tidak mampu menjadikan musik sebagai upaya amar makruf nahi mungkar. Dengan kata lain, mereka tidak mampu menjadikan lirik lagu dan nada senafas dengan dakwah. Nah sekaramng terbukti sudah bahwa sesuatu yang dilahirkan oleh zaman itulah yang tidak bisa diwariskan, Artinya, kalau Rhoma berlalu (wafat), bukan berarti akan lahir Rhoma baru yang persis sifat dan karakternya, kalaupun ada yang mirip, maka fenomena, karakter, falsafah, dan juga tantangannya pasti berbeda lagi.

Kalau soal musik, Idris Sardi (seniman senior) pernah berkata bahwa: gitar dan biola yang sama, not dan posisi alat yang sama, tetapi dipegang oleh orang yang berbeda, maka produk nada akan berbeda dengan jari dan nafas yang membunyikan. Hal-hal semacam inilah yang tidak bisa diwariskan. Kalau anda punya kepekaan terhadap suara musik, tentu dapat membuktikan, pada sya’ir dan dan lagu yang sama, coba anda dengarkan suara dari Soneta Group yang asli dan bandingkan dengan orkes-orkes saat ini, lalu rasakan bedanya, pasti berbeda “rasa” musiknya. Dalam istilah bahasa arab hal ini disebut dengan Dzaug (rasa bahasa yang bisa meresap ke hati). Maka tidak berlebihan jika ada cendekiawan asing yang mengtakan bahwa: proses perjalanan musik dangdut di Indonesia merupakan perjuangan yang refolusioner seorang Rhoma Irama.

Bahkan yang lebih mengejutkan, ada 8 pakar Barat yang menulis karya ilmiahnya dalam bentuk Desertasi tentang Rhoma Irama. Termasuk didalamnya William Frederick( sosiolog dan guru besar dari Ohio State University AS), dia telah meneliti musik dangdut yang dikembangkan oleh Rhoma Irama. Pada akhirnya , Haway University AS Memberikan Gelar Prof. DR. Kepada Rhoma Irama pada tanggal 15 Januari 2005 dalam bidang musik.

Disamping ahli dalam musik dangdut, Rupanya Rhoma juga menguasai musik-musik yang lain. Karena sebelum mendirikan Soneta Group, dia sudah bergabung diberbagai group musik ternama di masa mudanya. Pada era tahun 60-an, dia bergabung dengan group Band bernama Tornado, yang beraliran pop dan rok’n roll. Tembang-tembang the Betless dari inggris juga dinyanyikannya. Pada tahun 1969 bergabung dengan orkes melayu Candraleka, karena tidak puas, maka dia pindah ke OM. Purnama.

Setelah itu dia pindah ke OM Pancaran Muda, Sampai Akhirnya pada tanggal 11 Desember 1970, tepat ulang tahunnya yang ke 23, Rhoma mengenalkan kelompok musik melayu Soneta Group. Walaupun begitu. Kecintaanya terhadap musik pop tetap ada. Dan memang tidak sia-sia, tahun 1972 Rhoma mewakili vestifal pop Asia Tenggara di Singapura, Luar biasa memang, Rhoma juara di vestifal itu. Maka kalau sekarang ada group-group band yang nge-tren seperti halnya Dewa, Sheila on 7, Paterpan, Slank, Jamrud, dan lainya, itu semua tidak ada yang mengherankan bagi Rhoma Irama, karena telah di gelutinya selama puluhan tahun, bahkan sempat menantang tampil satu panggung dengan Super Star Rock pimpinan Ikang Fauzy untuk adu kehebatan, dan fakta yang menjawab, Group Rock itu kalah penggemar dan pamornya tidak mampu bertahan.

Ini semua menunjukkan bahwa musik Rhoma Irama (khususnya yang bernuansa da’wah), tidak sewajarnya dilecehkan dan dipandang sebelah mata. Dia pernah membawa tour Soneta Group-nya ke mancanegara seperti Jepang, Brunei, Malaisya, Singapura dan lainnya. Konsekwensi dari semua itu, kalau musik dipegang oleh Rhoma, maka harus membawa kebaikan sebagai alat untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Tidak seperti group-group musik jaman serkarang yang hanya mengedepankan goyang erotis serta lagu-lagu yang bernuansa percintaan yang kosong dari ruh agama. Namun anehnya yang menggemari adalah pemuda-pemuda Islam. Kalaupun musik dangdut sekarang tercemar dengan goyang erotis serta hal hal lain yang tidak sesuai dengan syara’, maka itu diluar tanggung jawab Rhoma Iranma sebagai perintis musik tersebut. Yang jelas sejak awal Rhoma telah berkata bahwa “musik itu suci murni tiada dosa”, namun manusia yang menggunakannya itulah yang sengaja mencemarinya dengan hawa nafsunya. Seni itu fitroh manusia, maka menentang seni sama dengan menentang fitroh. Sekali Raja tetap raja , dan tidak muncul raja dangdut yang ke-dua dan ke-tiga (walaupun bermunculan orkes-orkes melayu, namun kedudukan Rhoma sebagai Raja belum tergeser).

2. KH. Zainuddin MZ (dai sejuta umat)

Seorang penulis bernama H. Mahfud SH.MR. dkk dalam sebuah bukunya pernah mengatakan bahwa: Zainuddin bagaikan anak zaman.Wallahu A’lam. Bila kita bicara soal da’i atau muballigh, tentu tidak terlupakan sosok Zainuddin MZ. Dia juga termasuk sosok yang dilahirkan oleh zaman yang sempat berjaya di zamannya. Secara dhahir mungkin bisa dijiplak dan ditiru, misalnya tentang materi dakwah, model gaya bicara, atau bahasanya, namun secara kharisma, falsafah, dan sesuatu yang abstrak, maka hal itu tidak bisa. Terbukti, orang-orang yang paling dekat dengan dia, yaitu kelima anaknya, tidak ada yang menjadi da’i tenar seperti ayahnya. Anda tentu masih ingat sosok da’i kecil nasional di era 90-an yang bernama Faurian, saat ditanya wartawan tentang cita-citanya, dia menjawab “ingin menjadi da’i seperti KH.Zainuddin MZ.

Secara gaya bahasa dan gaya da’wahnya persis memang, namun kharisma tetap berbeda. Kalau soal kejeniusan ilmu Agama, kita tidak meragukan keilmuan DR. M. Quraish Shihab, DR. Roem Rowi dan tokoh-tokoh Agama yang lain di Indonesia, namun meraka punya karakter sendiri, dan yang paling menonjol dari keahlian Zainuddin MZ adalah kemampuan mengurai kata-kata yang mampu membius mustami’nya.

Dalam sebuah buku disebutkan, bahwa buah dakwah Zainuddin telah melahirkan Taubat Abad 20. Yaitu suatu kesadaran massal para Bromocorah (orang-orang yang bergelimang dalam dosa dan kemaksiatan) dari rakyat jelata (rendah) hingga jetset (kalangan menengah keatas), diantaranya para PSK, pemabuk, pencuri, bahkan banyak ilmuwan, tehnokrat, budayawan, seniman yang tidak peduli terhadap islam, menjadi cinta dan masuk islam karena terbius oleh kelihaian kata-kata Zainuddin MZ. Bahkan mereka menjadi barisan kuat dibelakang Zainuddin MZ dalam mengembangkan islam di Indonesia.

Hasil penelitian nasional menyebutkan tentang keberhasilan dakwah Zainuddin MZ yang dilakukan selama kurun waktu 4 bulan (Oktober 1992 – Januari 1993) pada 20 propinsi di Indonesia, dengan menggunakan angket tertutup sebanyak 2500 angket. Jawaban responden kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan. Diantara kesimpulannya adalah sebagai berikut: Pertama, dari 2500 responden yang tersebar di 20 propinsi di Indonesia, ternyata ditemukan 2165 atau 86,60 % orang mengaku kagum atas ceramah Zainuddin MZ. Mereka salut, tidak merasa bosan, bisa memantapkan keyakinan serta selalu mengajak pada kerukunan.

Kedua, dari 2500 responden yang tersebar di 20 propinsi di Indonesia, 2074 atau 82,95 % orang mengatakan bahwa da’wah Zainuddin MZ mengena, menyentuh, mengisi jiwa dengan ajaran Islam, menggugah jiwa yang terlena, serta membangkitkan jiwa untuk kembali kepada jalan yang benar. Ketiga, dari 2500 responden yang tersebar di 20 propinsi di Indonesia, 2163 atau 86,44 % orang menyatakan bahwa dakwah Zainuddin MZ mengena di hati, bahkan sekalipun ceramah Zainuddin MZ itu di ulang-ulang, tetap menarik dan tidak membosankan serta mudah dimengerti dan diterima. Adapun dasar kekaguman mereka adalah karena metode, gaya bahada, dan materinya lain daripada yang lain.

Memang, pada diri Zainuddin MZ telah terkumpul 3 orator besar bangsa ini. Ia bisa menjadi “Singa” seperti Soukarno, mampu mewarisi kehalusan bahasa Buya Hamka, dan sanggup bermain logika seperti Idham Kholid (seorang menteri di-era ORBA). Sebagai figur seorang da’i, memang harus memiliki 4 kelebihan yang tidak setiap orang memilikinya. Pertama, punya mata setajam rajawali (dengan cepat mampu mengamati gejala-gejala fenomena masyarakat yang masih hangat sekalipun), sehingga materi ceramah sesuai dengan kepentingan masyaraskat.

Ke-dua, berhati seperti radar (memiliki sandaran vertikal kuat, maka hati selalu hidup), dengan hati yang hidup inilah mampu mendeteksi persoalan yang orang lain belum pernah memikirkannya. Ke-tiga, punya kaki sekuat cengkeraman Garuda (mampu mengendlikan diri sehingga tidak hanyut oleh perubahan zaman seperti tipu daya dunia yang glamour). Ke-empat, bertangan sehalus seniman (sanggup melakukan pendekatan dengan berbagai pihak secara manusiawi. Ibarat mencubit tidak terasa sakit) dakwah menyentuh bukan menyinggung, mengajak buksn mrngejek.

Setelah grafik ketenaran Zainuddin MZ mulai mengalami degradasi, Maka muncul da’i-da’i kondang semisal A’a Gym, Ust, Arifin Ilham, Ust. Jefri Al-Buqary, Ust. Yusuf Mansyur, serta ustad-ustad yang lain yang berkarakter berbeda-beda, dan pada intinya mereka tidak se-Legendaris Zainuddin MZ. Memang eksistensinya tetap berada diatas menara kesuksesan sebagai anak zaman yang dilahikan, bukan dicetak menjadi Zainuddin MZ.

Keberadaan Rhoma Irama dan Zainuddin MZ, sangat mirip dengan Master Of Kungfu Brucee Lee dizamannya. Dia juga Ahli kungfu yang dilahirkan oleh zaman. Bukan orang yang “dicetak” menjadi ahli kungfu. Terbukti, setelah Brucee Lee berlalu, ada usaha untuk meneruskan (regenerasi), yakni anaknya yang bernama BrandonLee, namun Ia gagal mendekati khaharisma ayahnya. Tokoh Kungfu lainnya yang sehebat Jacky Chan, Jet Lee, serta Andy Lau juga tidak se-Legendaris Brucee Lee. Nah, Kesimpulannya adalah: sesuatu yang dilahirkan itulah yang tidak bisa diwarisi atau di regenerasikan. Kalau bentuk permainan fisik, jurus silat, suara, lagu, gaya, loghat, semua bisa ditiru, tetapi falsafah dan kharismanya tidak mungkin. Karena itu Brucee Lee sampai sekarang tetap diakui dunia sebagai The King Of Kungfu Legend sebagaimana Rhoma Irama yang diakui sebagai The King Of Dangdut Legend. Wallahu A’lam Bissowab.

WAWAN