Selasa, 11 Agustus 2009

ttg bai'at, jama'ah dan imamah


Berjanji ( Berbaiat) Kepada Siapa?

Kenyataan memilukan yang kita saksikan dan rasakan ini, tidak bisa lain, hanya merupakan salah satu saja dari akibat perpecahan kaum muslimin. Merelakan diri hidup berfirqah-firqah, menyuburkan jamaah minal muslimin, yang masing-masing merasa lebih benar. Anehnya dalam keadaan berpecah belah seperti itu, masing-masing dari golongan itu mengaku sudah kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Padahal Rasulullah dan para sahabat beliau, yang senantiasa beramar ma'ruf nahi munkar itu, tidak pernah membenarkan adanya pola hidup berpecah menjadi bergolongan dalam Islam. Sebaliknya mereka semua tunduk dan patuh di bawah kendali seorang Imam atau Khalifah.

Kita bersyukur ke hadirat Allah rabbul jalil, bahwa atas rahmat-nya para sabiquna awwalun, dari kalangan Muhajirin wal Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka. Sekalipun terjadi perbedaan Visi, bahkan bertengkar dan bersitegang urat leher di dalam memilih imam mereka, dengan berbagai argumentasi masing-masing yang mereka anggap benar, ternyata tiada sudi memperpanjang debat yang berakibat masing-masing golongan berdiri sendiri tanpa imam. Sebab mereka faham betul akan makna firman Allah :

"Dan taatlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar ( QS.8:46 )

Cobalah bayangkan, sekiranya masing-masing "firqah" dari jama'ah minal Muhajirin, jamaah minal Anshar dan lain-lain. tetap bertahan dan dengan niat masing-masing ber'amar ma'ruf nahi mungkar, kembali kepada Al Quran dan Sunnah Rasul tanpa adanya kesatuan jama'ah dan imamah, serta masing-masing merasa benar dengan sikapnya itu. Apa gerangan yang bakal terjadi bagi kelanjutan perjuangan Islam, jika mereka membiarkan diri tanpa Imam?

Sekiranya hal itu terjadi, niscaya Ummat Islam kebingungan untuk memilih jama'ah manakah yang lebih afdhal. Apakah memilih jama'ah Muhajirin lebih utama ataukah mengikuti jama'ah Anshar? atau memilih alternatif lain, mengikuti jama'ah Muhajirin di tahun pertama dan ditahun berikutnya menyatakan diri keluar dari kelompok Muhajirin untuk bergabung ke dalam jama'ah Anshar. Dan misalkan masing-masing jama'ah membai'at anggotanya, maka bai'atnya pun tidak berarti apa-apa, karena mereka berpandangan boleh keluar masuk jama'ah secara bebas tanpa konsekuensi sam'an wa tha'atan. Bai'at yang seperti itu hanyalah permainan belaka dan tidak sesuai dengan sunnah Rasul, karena hakekat bai'at itu adalah berbai'at kepada Allah swt.

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. ( QS.48:10 )

Pantaskah Ummat Islam yang diwajibkan bersatu dan diharamkan berpecah belah oleh Allah dan Rasul-nya, hanya akan menampilkan organisasi-organisasi sempalan yang tidak nyunnah itu tengah percaturan dunia yang serba canggih dewasa ini? Ummatun yad'auna ilal khairi...dari contoh siapakah, bahwa keluar dari jamaah ataupun berdiri sendiri tanpa adanya Imam yang wajib didengar dan dita'ati?

Seharusnya timbul kesadaran dan keberanian dari sejumlah jama'ah minal muslimin dewasa ini. Bila mereka yakin bahwa sekarang ini tidak ada Jama'ah Ummat Islam , setelah kekhilafan Turki Utsmani hilang pada tahun 1924 dan tiada berkelanjutan (Estafeta perjuangan), mengambil alih permasalahan dami kelanjutan kekhalifahan bagi seluruh ummat islam.

Hendaknya ada yang tampil memroklamirkan kembali berdirinya sistem tersebut, walaupun hanya menguasai sekeping wilayah di permukaan bumi ini. Sekiranya dihancurkan musuh dan kalah lagi, maka ummat islam tetap berkewajiban melanjutkan meskipun dalam keadaan sembunyi dan dalam situasi darurat, sehingga secara terus menerus ummat Islam tidak kehilangan jama'ah dan Imamah.

Pemilihan seorang imam dapat berlanjut melalui musyawarah ahlul halli wal aqdi dari para warga yang telah menggabungkan diri ke dalam jama'ah. Bagaimana teknik pelaksanaanya, bisa dipikirkan kemudian; yang penting adanya kemauan yang kuat untuk maksud di atas terlebih dahulu. Sebab jika tidak berlanjut berarti hilanglah jamaah dan imamah untuk kesekian kalinya. Dalam keadaan demikian ummat Islam dihadapkan pada alternatif, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya:

"Dari Hudzaifah bin al-Yaman berkata: Bahwasanya orang banyak bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedang aku menanyai beliau tentang kejelekan karena khawatir akan menimpa diriku. Maka aku berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada dalam kejahiliyahan dan kejelekan, lalu Allah mendatangkan kebaikan (sekarang ini), maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan ?" Rasulullah bersabda: "Ya". Aku bertanya lagi, "Dan apakah sesudah kejelekan itu akan datang kebaikan lagi?" Rasulullah menjawab: "Ya, akan tetapi di dalamnya terdapat dakhonun (kerusakan)". Akupun bertanya, "Apakah kerusakan itu? "Beliau menjawab: "Suatu kaum yang mengambil sunnah bukan dari sunnahku dan menerima petunjuk buka dari petunjukku. Kamu mengenal mereka tapi kamu mengingkarinya". Aku bertanya, "Apakah sesudah kebaikan ada lagi kejelekan? "Beliau menjawab: Ya, Yaitu para penyeru di atas pintu neraka jahannam. Barang siapa memenuhi seruan mereka, maka terjerumuslah ia ke dalam jahannam itu". Aku berkata,"Wahai Rasulullah, Beritahukanlah sifat-sifat mereka kepada kami". Beliaupun bersabda: "Mereka itu adalah orang-orang dari bangsa kita sendiri dan berbicara dengan bahasa kita". Aku bertanya, "Apakah yang anda perintahkan kepadaku jika yang demikian itu aku dapati? "Beliaupun bersabda: "Hendaklah engkau senantiasa berada dalam jama'ah kaum muslimin dan imam mereka". Aku bertanya, "Bagaimana jika tidak ada jama'ah dan imam bagi kaum muslimin? " Beliau menjawab: "Maka hendaklah engkau terpaksa memakan akar kayu, sehingga maut merengut jiwamu sedangkan engkau tetap dalam keadaan demikian". ( HR. Bukhari Muslim )
_____________________
Oleh. Ustadz Abul Hasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar