Selasa, 11 Agustus 2009

Tafsir " Mlikiyaumiddin"


Malikiyaumiddin.
Lafadz ketiga surat Al Fatihah tersebut mempunyai beberapa pengertian dengan arahan yang sama, yaitu :

1. Raja di Hari Kemudian

Dimaksudkan adalah satu masa yang pasti akan terjadi setelah peristiwa Al Qori’ah, di dalam peristiwa tersebut merupakan akhir dari keutuhan semesta alam atau awal kehancuran. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur’an :

Artinya : “Hari Kiamat, Hari Kiamat. Hari Kiamat. Pada hari itu. manusia seperti anai-anai yang bertebaran.” (QS Al Qori'ah, 101 : 1 - 4)

Peristiwa tersebut merupakan penutupan dari segala bentuk duniawiah.

2. Raja

Dimaksudkan raja pada hari perhitungan, yaitu awal perjalanan menuju proses kehidupan akhirat, yang dipangkali dengan keberadaan umat manusia dialam mahsyar. Disana masing-masing akan menepati wujudnya masing-masing berdasarkan perilakunya dari alam dunia. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur-an :

Artinya : “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat). dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya. dan manusia bertanya : ‘Mengapa bumi (jadi begini)?’. pada hari itu bumi menceritakan beritanya. karena sesungguhnya Rabbmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS Az Zalzalah, 99 : 1 - 5)

Di alam mahsyar tersebut tempat mengalami kehidupan sementara dalam kondisi rupa dan bentuk beraneka ragam.

3. Raja di Hari Pembalasan

Saat di mana umat manusia dipindahkan ke alam Mizan, bagi orang-orang yang beriman akan memperoleh perhitungan amalnya melalui proses Mizan. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak beriman akan mendapatkan peradilan dari Rabb dengan tanpa melalui proses Mizan, sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan sunatullah dan telah diberitahukan melalui kitab-kitab Allah yang diterangkan dalam Al Qur-an :

Artinya : “Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (QS Al Kahfi, 18 : 105)

Adapun sebenarnya rangkuman makna dari ayat tersebut diatas dengan mengingati :

A. Bahwa Ayat Tersebut Merupakan Menyucikan dari sifat-sifat negatif, maka berarti ayat di atas menunjukkan keberadaan ketegasan-ketegasan antara lain :

1. Berkaitan tentang kemutlakan-Nya dan berkaitan dengan kekuasaan-Nya serta segala keputusan-Nya yang menjadi aturan atas umat bani insan, bahwa kekuasaan Allah yang maha mutlak yang dia adalah Rabb atas Arsy yang mulia memberikan ketetapan hukum wajib atas mukmin dalam memberlakukan norma-norma hukum Allah bagi seluruh umat manusia tanpa ada alasan apapun untuk tidak menerimanya, dan bila hal ini telah dijalankan dan diusahakan oleh orang-orang mukmin berarti kemutlakan kegagahan yang diusahakan oleh orang-orang kafir. Oleh karena itu orang-orang yang beriman didalam pelaksanaannya dituntut pendekatan dirinya kepada Allah dan berpacu kearah kasih sayang Allah dengan mempelajari/mentadaburi kitabullah sebagaimana pentunjuk bagi memperoleh kasih sayang. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur-an :

Artinya : “Maka Mahatinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia, Rabb (Yang mempunyai) `Arsy yang mulia; Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung; Dan katakanlah : ‘Ya Rabbku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik." (QS Al Mukminun, 23 : 116 - 118)

2. Berupa ketegasan-Nya yang mutlak dengan kekuasaan-Nya Rabb telah mengajari tentang berbagai keteguhan jiwa dalam beristiqomah yang antara lain : sikap tidak tergesah-gesah, mengutamakan usaha peningkatan dibidang ilmu dalam pemahaman Ad Din, menyandarkan diri hanya kepada Allah dengan memohon kepahaman secara sempurna terhadap Dinullah karena manusia adalah gudangnya salah dan lupa, sebagaimana diisyaratkan Allah melalui kesalahan Adam yang bukan atas dasar kesengajaan. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur-an :

Artinya : “Maka Mahatinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah : ‘Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.’; Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” (QS Thoha, 20 : 114 - 115)

3. Sebagai bukti kekuasan Allah, Allah menunjukkan kebesaranNya melalui pernyataan RasulNya yaitu Sulaiman a.s. pada saat Sulaiman mengutus mengirimkan berita kepada ratu Balqis yang maksudnya, agar Balqis mengakui kekuasaan dan kebesaran Allah sebagai bukti Ke-Esa-anNya, yang pada kala itu Balqis mengumpulkan para pembesar kerajaan, berdasarkan keyakinanya bahwa setiap tindakan raja-raja yang akan memasuki sebuah negeri sudah dapat dipastikan akan menguasai, membinasakan, dan menghinakan. Pernyataan Balqis tersebut secara psiokologis sangat beralasan.

Dan masalah ini dapat dijadikan pelajaran bagi umat manusia, bahwa inilah yang disebut tindakan kaum imperialis yang cita-citanya hanyalah akan meluaskan imperiumnya.

Oleh karena itu Balqis menetapkan kebijakanya dengan mengirimkan hadiah berupa harta benda kekayaan yang sangag banyak; Akan tetapi Sulaiman a.s. bukanlah imperialis sebagaimana bayangan mereka, dalam kenyataannya, Sulaiman akan memperbaiki keyakinan ratu dan rakyat Saba’ dari menyembah matahari dan bintang kepada pengakuan terhadap Kalimah Tuhid. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur-an :

Artinya : “Dia berkata : ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat; Dia berkata : ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat; Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata : ‘Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu.” (QS An Naml, 27 : 34 - 36)

Dari kandungan ayat-ayat tersebut dapat dipahami secara jelas, bahwa imperialisme itu semata-mata bertujuan untuk menjadikan negara-negara boneka terhadap yang dikuasainya dan merampas seluruh kekayaan sumber daya alamnya bagi kepentingan mereka. Di samping itu pemimpin dan rakyat yang dikuasainya dijadikannya sebagai budak-budak dalam arti asli maupun dipermodern pengertiaanya .

Sulaiman As. Adalah utusan Allah sebagai pembawa amanah Syari’ah dan Risalah. Maka dengan kekuasaan Allah yang dinyatakanya melalui ayat diatas (Ma-likiyaumiddi-n) memberikan petunjuk secara pasti untuk menjadi pengajaran bagi orang-orang yang beriman, bahwa tujuan Sulaiman menda’wahi Balqis adalah semata-mata bagi penegakan Dinnullah dan bukan kekuasaan. Di sinilah letak perbedaan Islam dengan Imperialisme.

B. Menurut kaedah ilmu tafsir ayat ”Ma-likiyaumiddi-n”, adalah termasuk kalimat didalam ”amtsal mursalah”, yaitu dipandang dari bentuk kalimat yang langsung, maka gambaran liputanya, antara lain sebagai berikut :

1. Dengan pengenalan Allah melalui pujian-pujian-Nya, maka ayat tersebut mengandung tuntutan atas orang-orang yang beriman untuk menepati pelaksanaan tadabbur agar mengetahui batasan-batasan dari kaidah hukum, bahwa keberadaan utusan Alla, adalah sebagai pedoman dalam mengemban amanah aqidah bahwa membuktikan terhadap keyaqinanya akan kekuasaan Allah yang Mahamutlak, kerajaan Allah Yang Mahasempurna, dituntut kewajibanya berittiba’ hanya kepada Rasulullah. Apabila hal ini dilanggar dan atau diabaikan secara pasti akan dapat menimbulkan berbagai kesulitan yang mengarah kepada kerusakan- kerusakan manusia dan kemanusiaanya. Sebagaimana diterangakan di dalam Al Qur-an :

Artinya : ”Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS Hujurat, 49 : 7)

Dengan memandang penting bagi menepati kaidah sunah dalam memandu umat mukmin, sehingga mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam segala jurusanya, maka Rasulullah telah memandu kita agar tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan tuntutan dari ujian yang diperkenalkan Allah tersebut diatas, maka Rasulullah saw bersabda :

”Aturan yang diistilahkan Sunnah ada 2 (dua) macam, aturan dalam hukum fardhu dan aturan dalam hukum keutamaan maka aturan dalam hukum fardlu dasarnya dalam kitabullah, melaksanakan aturan tersebut berarti terpimpin dan meninggalkanya berarti tersesat; dan sedangkan aturan yang dasarnya bukan dari Kitabullah tetapi dari Rasulnya, maka menepatinya berarti memperoleh nilai keutamaan, dan meninggalkanya tidak dihukumkan salah”. (Hadis dengan derajat shahih riwayat Ath Thabrani melalui jalan Abu Hurairah tersebut dalam Kitab ”Al Ausath”)

Inilah tuntutan gambaran atas mukmin bahwa keyaqinan terhadap kekuasan Allah yang Maha Merajai wajib dibuktikan dengan menepati kaedah sunah yang benar.

2. Sebagai gambaran selanjutnya umat mukmin dituntut untuk melaksanakan proses sosialisasi dalam rangka memperkenalkan kedudukan dan kebesaran Kitabullah Al Qur-an. Inilah yang ditunjukan di dalam Al Qur-an :

Artinya : ”Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah : ‘Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata". (QS Al Qashash, 28 : 85)

Allah telah memfardhukan bagi penyebaran bagi petunjuk Al Qur’an melalui da’wah yang diikuti dengan proses jihad, mengingat betapapun keadaanya mukmin diwajibkan menyebar luaskan kebesaran Dinnullah yang diikuti dengan keberanian dan pengorbanan serta penyampaian secara jelas dan tegas. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur’an :

Artinya : ”Katakanlah: "Inilah jalan (Ad Din) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS Yusuf, 12 : 108)

Adapaun tatalaksananya bagi pewujudan pengajaran yang baik dan benar memerlukan penghayatan terhadap makna hikmah, karena dengan itu dapat menjurus kepada bentuk munadharah, dan bukan mujadalah. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qu-’an :

Artinya : ”Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS An Nahl, 16 : 125)

Mengamati petunjuk firman dalam surat tersebut memberikan gambaran bahwa dalam proses sosialisasi sebagaimana ditekankan pada beberapa ayat diatas, bagi pelaksanaan dakwah dan jihad sangat memerlukan kondisi pribadi yang prima khususnya dalam hal sikap. Di sana dituntut kesadaran menepati kesempurnaan sikap yang berkaitan dengan kecerdasan, ketepatan, kecepatan, dan kecakapan dalam menanggapi problema umat yang senantiasa bersikap dinamis. Ini berarti menuntut kemampuannya baik aspek keulamaan, aspek pengembangan, aspek intelektual, maupun aspek manajemen organisatoris.

Pada satu sisi memerlukan kondisi jiwa yang utuh, karena masalah jihad sebagai patner yang tidak terpisahkan dengan masalah dakwah, secara pasti akan dihadapkan kepada beberapa hal yang tidak Islami, antara lain menghadapi kebutaan rohani. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur’an :

Artinya : ”Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan”. (QS Fushilat, 41 : 17)

Dan di samping itu juga akan menghadapi kondisi manusia yang mengalami kegelapan pikiran. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur-an :

Artinya : ”Rabb mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripadaNya, keridlaan dan jannah, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal.” (QS At Taubah, 9 : 23)

Juga bukan tidak mungkin akan berhadapan dengan tipe-tipe manusia yang dikungkung oleh nafsu indrawi duniawiah. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur’an:

Artinya : ”Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (QS An Nahl, 16 : 107)

Di sinilah yang meyakini terhadap kandungan surat Al Fatihah (Ma-likiyaumiddi-n), akan merasakan manisanya Islam dan memperoleh puncak kenikmatan iman.

4. Berkaitan pengamalan dari petunjuk ayat pada surat Al Fatihah tersebut, mengingat bahwa secara pasti akan dihadapkan sebagai pesakitan pada hari tanggung gugat, maka berarti mempunyai kandungan yang tersirat yang menjadi kaidah penting dalam hidup.

Hal tersebut wajib dikuasai oleh tiap pribadi hamba Allah yang menyadari tentang mempersiapkan diri, yaitu penguasaan kaidah dzikir. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur’an :

Artinya : ”Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS Al A’raf, 7 : 205)

Dengan liputannya sebagai berikut :
a. Dzikir Qolbiah
b. Dzikir Fiqriah
c. Dzikir Taqorrub
d. Dzikir Lisaniah
c. Dzikir Fi'liah
c. Dzikir Ma'fuliah

Inilah yang merangkum makna dari petunjuk firman, bahwa hanyalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih yang berhak menerima penempatan dari Allah secara mutlak sebagai khalifah fil ardhi yang akan dipertanggungjawabkan di hadapkan Allah kelak, karena Allah telah menetapkanya melalui sunatullah. Sebagaimana tersebut di dalam Al Qur-an :

Artinya : ”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An Nur, 24: 55)

Dengan demikian jelas kehendak ayat ”Ma-likiyaumiddi-n”, adalah menuntut kemampuan hamba-hamba Allah yang beriman untuk menepati khalifah fil ardhi.

Arie Png Adadua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar