Minggu, 09 Agustus 2009

Teroris Bukan Mujahid bukan Mujtahid


Irhabi


Kaum muslimin, semoga Allah membimbing kita di atas jalan-Nya yang lurus. Di hari-hari ini kita bisa melihat dengan mata kepala kita, bagaimana sejarah perjuangan umat Islam kembali dinodai oleh ulah oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan Islam dan jihad. Dengan seenaknya mereka melakukan tindak pengeboman, penghancuran, serta berupaya untuk mengacaukan ketentraman negeri kaum muslimin dengan kedok jihad dan ijtihad. Padahal, Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari apa yang mereka lakukan. Alangkah cocok sebuah bait syair yang menggambarkan keadaan orang-orang seperti mereka,

Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila
Namun, malang. Ternyata Laila tidak mengiyakan omongan mereka

Begitulah kurang lebih keadaan mereka. Dengan tanpa malu-malu, mereka mengaku sebagai barisan mujahidin dan menobatkan diri sebagai mujtahid. Bagaimana mungkin orang yang gemar menebar kekacauan dan kerusakan di atas muka bumi dengan membunuh nyawa tanpa hak layak untuk disebut sebagai mujahid, apalagi dinobatkan sebagai mujtahid? Allahul musta’an! Di manakah akal mereka?

Orang-orang yang salah sangka
Saudaraku sekalian, marilah kita renungkan barang sejenak fenomena yang menyayat hati ini. Para pemuda yang jahil/tidak mengerti syari’at Islam dengan mudahnya ditipu oleh mujahid dan mujtahid gadungan. Sehingga akhirnya nyawa mereka sendiri pun mereka relakan -dengan aksi bom bunuh diri- untuk memperjuangkan apa yang mereka kira sebagai sebuah jihad dan pengorbanan untuk agama. Aduhai, alangkah malang nasib mereka. Tidakkah mereka ingat akan sebuah firman Allah yang menceritakan keadaan orang-orang seperti mereka, yang bersusah payah melakukan suatu usaha dan menyangka telah mempersembahkan sesuatu yang terbaik bagi agamanya. Padahal kenyataannya mereka adalah orang yang paling merugi amalnya. Allah ta’ala berfirman,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah: Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi amalnya. Yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dunia sementara mereka mengira telah melakukan sesuatu kebaikan dengan sebaik-baiknya.” (QS. al-Kahfi: 103-104)

Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib, ad-Dhahhak dan para ulama lainnya bahwa golongan yang termasuk dalam cakupan ayat ini adalah kaum Haruriyah/Khawarij. Meskipun ayat ini juga mencakup celaan bagi Yahudi dan Nasrani. Sehingga Ibnu Katsir menyimpulkan, “Sesungguhnya ayat ini berlaku umum bagi siapa saja yang beribadah kepada Allah namun tidak di atas jalan yang diridhai Allah. Dia menyangka bahwa dia berada di pihak yang benar dan amalnya akan diterima. Padahal, sebenarnya dia adalah orang yang bersalah dan amalnya tertolak.” (Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/151-152])

Haram bicara agama tanpa ilmu!
Saudaraku sekalian, sesungguhnya kemuliaan Islam ini akan ternoda tatkala orang yang bukan ahlinya berbicara tentang sesuatu yang menyangkut ajaran agama. Tidakkah kita ingat firman Allah ta’ala,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. al-Isra’: 36)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah angkat bicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar