Selasa, 18 Agustus 2009

masalah akhidah

Menyelewengkan Makna La ilaha illallah, Wujud Penyimpangan Akidah (1)


Barangkali di antara kita ada yang pernah melontarkan ucapan: “Kenapa sih kita membicarakan permasalahan tauhid terus? Apa tidak ada tema lain yang lebih menarik?” Bagi orang yang belum paham, bisa dimaklumi bila ia mengeluarkan kalimat seperti itu. Namun sangat tidak pantas bila kalimat tersebut muncul dari orang yang telah memahami pentingnya tauhid bagi seorang muslim, yang menunjukkan bahwa ia meremehkan permasalahan yang sangat dijunjung tinggi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan para nabi ini.

Telah dimaklumi bahwa poros dakwah para nabi dan rasul, serta sebab mereka diutus adalah untuk tauhidullah (mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala). Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam banyak firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ

“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan-Ku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.” (Al-Anbiya`: 25)

لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya dan dia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah dan tidak ada sesembahan bagi kalian selain-Nya’.” (Al-A’raf: 59)

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُوْدًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Dan kepada kaum ‘Ad Kami mengutus saudara mereka Hud dan dia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah dan kalian tidak memiliki sesembahan selain-Nya’.” (Al-A’raf: 65)

وَإِلَى ثَمُوْدَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Dan kepada Tsamud kami mengutus saudara mereka Shalih dan dia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, dan kalian tidak memiliki sesembahan selain-Nya’.” (Al-A’raf: 73)

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Dan kepada Madyan Kami utus saudara mereka Syu’aib dan dia berkata: ‘Hai kaumku sembahlah Allah, dan kalian tidak memiliki sesembahan selain-Nya’.” (Al-A’raf: 85)
Karena permasalahan tauhid pula Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan kitab-kitab, dan karenanya pula manusia diciptakan.

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah yang Esa dan tidak ada sesembahan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.” (At-Taubah: 31)

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Dari sini kita mengetahui bahwa:
1. Tauhid merupakan kewajiban yang pertama dan paling utama untuk diilmui dan didakwahkan. Ia juga merupakan tugas yang paling besar, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

“Maka berilmulah kamu tentang Laailahaillallah.” (Muhammad: 19)

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

“Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul agar mereka (memerintahkan): ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thagut’.” (An-Nahl: 36)
2. Para nabi memulai dakwah mereka dari sisi tauhid, sehingga tauhid merupakan poros dan tujuan dakwah mereka. Rasul terakhir, Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggal di kota Makkah selama 13 tahun menyeru kaumnya kepada tauhidullah dan mendidik para shahabat di atasnya.
3. Al-Qur`an telah menjelaskan kedudukan tauhid dalam banyak tempat dan menjelaskan pula bahaya dari lawannya yaitu syirik, baik terhadap individu ataupun jamaah. Dan kesyirikanlah yang telah menyebabkan kehancuran hidup di dunia dan di akhirat.
4. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan dan mengarahkan para shahabat agar memulai dakwah mereka dengan menyerukan kepada tauhidullah. Sebagaimana perintah beliau kepada Mu’adz radhiyallahu 'anhu, ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman:

فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

“Hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah.”
Di dalam sebuah riwayat disebutkan:

إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوْا اللهَ

“Sampai mereka mentauhidkan Allah.”1
5. Tidak diperbolehkan bagi siapapun dan jamaah apapun untuk mengentengkan atau meremehkan permasalahan tauhid.
6. Siapapun dan jamaah apapun bila menganggap enteng permasalahan tauhid mesti akan mengalami kegagalan dan kebinasaan, cepat atau lambat.
7. Muara dari semua kerusakan di muka bumi adalah kerusakan aqidah dan tauhid, sebagaimana sumber dari segala kebaikan di dunia dan di akhirat adalah karena kebagusan aqidah dan tauhid.
(Lihat Al-Firqatun Najiyah hal. 9, 31 dan 32, Asbab Dha’fil Muslimin Amama ‘Aduwwihim karya Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, Manhajus Salaf Fil ‘Aqidah karya Dr. Shalih bin Sa’d As-Suhaimi hal. 6)

Pengaruh لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ sebagai Kalimat Tauhid dalam Kehidupan
Para pembaca yang budiman, renungkanlah beberapa buah (hasil) berikut ini, yang nantinya bisa dipetik bila aqidah dan tauhid seseorang itu benar sebagaimana yang telah disebutkan para ulama dalam kitab-kitab mereka. Ini dimaksudkan dalam rangka membongkar kejahatan orang-orang yang berani menentang aqidah, meremehkannya, atau menomorsekiankan aqidah dalam semua aktivitas dakwah, dan sebagainya.
Pertama: Memerdekakan dan mengeluarkan manusia dari perbudakan kepada manusia menuju penghambaan kepada Rabb manusia semata.
Hal ini karena tauhid merupakan satu bentuk penghambaan diri sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sedangkan lawannya yaitu syirik merupakan satu bentuk penghambaan diri kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tauhid akan memerdekakan akal setiap manusia dari segala bentuk khurafat dan memerdekakan hati dari penghinaan serta kerendahan, sekaligus memerdekakan hidup mereka dari segala cengkraman kekuasaan thagut yang disembah.
Tauhid dengan makna inilah yang juga dipahami oleh kaum musyrikin dahulu, sehingga mereka tampil memancangkan permusuhan kepada para rasul.
Kedua: Menyatukan/memfokuskan amal seseorang berada dalam koridor yang satu.
Karena, ketika orang yang bertauhid bergerak untuk membangun sebuah amalan dalam detik-detik hidupnya, semuanya terarah untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jiwanya tidak tercerai-berai kepada penghambaan di hadapan tuhan-tuhan yang banyak, dalam keadaan dia berusaha mencari keridhaan semuanya. Fenomena seperti ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kesudahannya di dalam sebuah firman-Nya:

ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً رَجُلاً فِيْهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُوْنَ وَرَجُلاً سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلاً

“Allah telah membuat perumpamaan tentang seorang budak yang dimiliki oleh banyak tuan yang berselisih dan seorang budak yang dimiliki oleh seorang tuan, apakah kedua perumpamaan itu sama?” (Az-Zumar: 29)
Perumpamaan pertama adalah seseorang yang memiliki tuhan yang banyak (yakni orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala). Dia mengalami kebimbangan dalam mengejar keridhaan tuhan yang banyak tersebut. Adapun perumpamaan kedua adalah seseorang yang tidak menyembah kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala semata.
Ketiga: Menciptakan rasa aman dalam jiwa dan menanamkan kekuatan batin.
Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar