Jumat, 21 Agustus 2009

Bid'ah-Bid'ah Di Bulan Ramadhan (1)


Oleh. Ust. Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi

Bulan Romadhon adalah bulan yang sangat mulia, hanya saja –sebagaimana ibadah-ibadah yang lain-, ia tercampur oleh beberapa ritual bid’ah[1] yang tidak ada dasarnya dalam agama. Berikut ini kami sampaikan beberapa bid’ah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan manusia. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita darinya. Diantaranya adalah hal-hal sebagai berikut:

1. Melafadzkan Niat Puasa di Malam Hari

Tidak diragukan lagi bahwa niat merupakan syarat sahnya ibadah dengan kesepakatan ulama. Hanya saja perlu diketahui bahwa niat tempatnya adalah di dalam hati, barangsiapa yang terlintas dalam hatinya bahwa dia besok akan berpuasa maka sudah berarti bahwa dia telah berniat. Adapun melafadzkan niat puasa di malam hari baik dengan berjamaah maupun sendiri-sendiri dengan mengucapkan:

“Nawaitu Shouma ghodin ‘an adaai fardli syahri romadloona hadzihissanati lillahi ta’ala”

Yang artinya: “Aku berniat puasa besok untuk melaksanakan fardlu puasa Romadlon pada tahun ini karena Allah ta’ala”.

Bacaan ini sangat masyhur di masyarakat kita, bahkan acap kali diucapkan secara berjamaah di masjid setelah sholat Tarawih. Ritual ini tidak ada asalnya sama sekali dalam kitab-kitab hadits, bahkan termasuk kebid’ahan dalam agama yang sekalipun manusia menganggapnya sebagai kebaikan.

Jadi melafadzkan niat seperti itu tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan sebagainya. Bahkan kata Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi rahimahullah: “Tak seorangpun dari imam yang empat, baik Imam Syafi’i rahimahullah maupun lainnya yang mensyaratkan harus melafadzkan niat, karena niat itu di dalam hati dengan kesepakatan mereka”[2]. Maka jelaslah bahwa melafadzkan niat termasuk bid’ah dalam agama”[3].

2. Menetapkan Waktu Imsak

Menetapkan waktu imsak bagi orang yang makan sahur 5 atau 7 menit menjelang adzan shubuh dan mengumumkannya melalui pengeras suara ataupun radio adalah bid’ah dan menyelisihi sunnah, yaitu anjuran mengakhirkan sahur.

Syariat memberikan batasan seseorang untuk makan sahur sampai adzan kedua atau adzan Shubuh dan syariat menganjurkan untuk mengakhirkan sahur. Adapun imsak melarang manusia dari apa yang diperbolehkan syariat dan memalingkan manusia dari menghidupkan sunnah untuk mengakhirkan sahur.

Maka lihatlah wahai saudaraku keadaan kaum muslimin zaman sekarang, mereka membalik sunnah dan menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka dianjurkan untuk bersegera dalam berbuka tetapi malah mengakhirkannya, dianjurkan untuk mengakhirkan sahur tetapi malah menyegerakannya. Oleh karenanya, maka tertimpa petaka, kefakiran dan kerendahan di hadapan musuh-musuh mereka[4].

Kami memahami bahwa maksud dari para pencetus imsak adalah sebagai bentuk kehati-hatian agar jangan sampai masuk waktu shubuh dalam kondisi masih makan atau minum, Akan tetapi karena ini adalah perkara ibadah, maka untuk pengamalannya harus berdasarkan dalil yang shohih. Jika kita hidup di zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, apakah kita berani membuat membuat-buat waktu imsak, melarang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam makan sahur, jauh-jauh sebelum waktu shubuh tiba ??

3. Membangunkan Dengan Kentongan Atau Pengeras Suara

Biasanya disebagian kampung dan desa ada sekelompok anak muda atau juga orang tua menabuh kentongan sekitar 2-3 jam sebelum shubuh untuk membangunkan warganya agar segera sahur, seraya mengatakan: ‘Sahur!! Sahur!! Sahur !!’ Bahkan ada sebagian yang menggunakan mikrofon masjid untuk melakukan panggilan ini.

Tidak ragu lagi bahwa ini adalah suatu kebiasaan yang dianggap ibadah, padahal tidak ada ajarannya dalam agama. Sekiranya hal itu baik tentu akan diajarkan oleh agama. Terlebih lagi kebiasaan tersebut dapat mengganggu kenyamanan tidur warga sekitar di malam hari, padahal Allah azza wa jalla berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَااكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka Telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)

Syaikh Abdul Qodir al-Jazairi berkata: “Apa yang dilakukan oleh sebagian orang jahil pada zaman sekarang di negeri kita berupa membangunkan orang puasa dengan kentongan merupakan kebid’ahan dan kemungkaran yang seharusnya dilarang dan diingatkan oleh orang-orang yang berilmu”[5].

4. Memperingati Nuzulul Quran

Kebiasaan lain yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin pada tanggal 17 Romadhon ialah mengadakan peringatan yang disebut dengan perayaan Nuzulul Quran sebagai bentuk pengagungan kepada kitab suci al-Quran. Namun ritual ini perlu disoroti dari dua segi:

Pertama: Dari segi sejarah, adakah bukti autentik baik berupa dalil ataupun fakta sejarah yang menyebutkan bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal tersebut ? Inilah pertanyaan yang kami lontarkan kepada saudara-saudaraku semua.[6]

Kedua: Anggaplah memang terbukti bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal tersebut[7], maka untuk menjadikannya sebagai perayaan yang syar’i diperlukan dalil dan contoh dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Bukankah orang yang paling gembira dengan turunnya al-Quran adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam? Namun sekalipun demikian, tidak pernah dinukil dari mereka tentang adanya peringatan semacam ini. Dari sini menunjukkan bahwa peringatan tersebut bukan termasuk ajaran Islam, tetapi merupakan kebid’ahan dalam agama.

Ketahuilah wahai saudaraku bahwa perayaan tahunan dalam Islam hanya ada dua macam: ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha.

Sebagaimana hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:

“Dari Anas bin Malik berkata: Tatkala Nabi datang ke kota Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari untuk bersenang-senang sebagaimana di waktu jahiliyah, lalu beliau bersabda: ‘Saya datang kepada kalian dan kalian memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang sebagaimana waktu jahiliah. Dan sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik: ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri’”[8]

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak menginginkan umatnya membuat-buat perayaan baru yang tidak disyariatkan dalam Islam. Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullah: “Sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal sebagaimana dilakukan ole Ahli Kitab sebelum kita, tetapi berdasarkan syariat dan dalil”[9]. Beliau juga berkata: “Tidak disyariatkan bagi kaum muslimin untuk membuat perayaan kecuali perayaan yang diizinkan syariat, yaitu ‘Idul Fithri, ‘Idul Adha, hari-hari Tasyrik, ini perayaan tahunan, dan hari Jum’at ini perayaan pekanan. Selain itu, menjadikannya sebagai perayaan adalah bid’ah dan tidak ada asalnya dalam syari’at.”[10]

__________________________
______________________________
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi Khusus Th. Ke -9 Romadhon-Syawal 1430 H (September dan Oktober 2009) hal. 35-38 dengan penambahan dan pengurangan beberapa footnote

Footnote

[1] Simaklah ceramah (mp3) penjelasan gamblang tentang bid’ah yang berjudul “Kupas Tuntas Akar Bid’ah” di http://maramissetiawan.wordpress.com/2009/05/21/download-audio-kupas-tuntas-akar-bidah/

[2] Al-Ittiba’ hlm. 62, tahqiq Muhammad Atho’ullah Hanif dan Dr. Ashim al-Qoryuthi.

[3] Lihat secara luas pembahasan ini dalam tulisan yang berjudul “Hukum Melafadzkan Niat” oleh Ust. Abu Ibrohim dalam majalah al-Furqon edisi 9, hlm. 37-42, tahun ketujuh.

[4] Shofwatul Bayan fii Ahkamil Adzan wal Iqomah hlm. 116 oleh Abdul Qodir al-Jazairi

[5] Shofwatul Bayan fii Ahkamil Adzan wal Iqomah hlm. 115-116 oleh Abdul Qodir al-Jazairi murojaah syaikh al-Albani dan syaikh Mansyur bin Hasan.

[6] Penulis (Ust. Abu Ubaidah) pernah menanyakan kepada syaikh Abdurrahman ad-Dahsy (Dosen Ilmu Tafsir di Universitas Qoshim KSA) beliau menjawab bahwa penetapan turunnya al-Quran pada tanggal tersebut tidak ada dalilnya atau bukti sejarah yang valid.

[7] Padahal yang benar bahwa al-Quran itu diturunkan pada malam lailatul qadr. Silahkan pembaca yang budiman merujuk ke postingan setahun yang lalu yang berkaitan dengan hal ini di http://maramissetiawan.wordpress.com/2008/09/13/al-quran-turun-pada-malam-lailatul-qadr-bukan-malam-%E2%80%98nuzulul-quran%E2%80%99-17-ramadhan/

[8] HR. Ahmad: 3/103, HR. Abu Dawud: 1134 dan HR. an-Nasa’i: 3/179

[9] Fathul Bari:1/159, Tafsir Ibnu Rojab: 1/390

[10] Lathoiful Ma’arif hlm. 228

Maramis Setiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar