Selasa, 23 Juni 2009

TENTANG BULAN RAJAB


PENJELASAN PARA ULAMA TENTANG MASALAH RAJAB

Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
sumber :almanhaj.or.id

[1]. Imam Ibnul Jauzy menerangkan bahwa hadits-hadits tentang Rajab,
Raghaa’ib adalah palsu dan rawi-rawi majhul. [Lihat al-Maudhu’at
(II/123-126)]

[2]. Kata Imam an-Nawawy:
“Shalat Raghaa-ib ini adalah satu bid’ah yang tercela, munkar dan jelek.”
[Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 140)]

Kemudian Syaikh Muhammad Abdus Salam Khilidhir, penulis kitab as-Sunan wal
Mubtada’at berkata: “Ketahuilah setiap hadits yang menerangkan shalat di
awal Rajab, pertengahan atau di akhir Rajab, semuanya tidak bisa diterima
dan tidak boleh diamalkan.” [ Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 141)]

[3]. Kata Syaikh Muhammad Darwiisy al-Huut: “Tidak satupun hadits yang sah
tentang bulan Rajab sebagaimana kata Imam Ibnu Rajab.” [Lihat Asnal
Mathaalib (hal. 157)]

[4]. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H): “Adapun shalat
Raghaa’ib, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam),
bahkan termasuk bid’ah…. Atsar yang menyatakan (tentang shalat itu) dusta
dan palsu menurut kesepakatan para ulama dan tidak pernah sama sekali
disebutkan (dikerjakan) oleh seorang ulama Salaf dan para Imam…”

Selanjutnya beliau berkata lagi: “Shalat Raghaa’ib adalah BID’AH menurut
kesepakatan para Imam, tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyu-ruh melaksanakan shalat itu, tidak pula disunnahkan oleh para khalifah
sesudah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pula seorang Imam pun
yang menyunnahkan shalat ini, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad,
Imam Abu Hanifah, Imam ats-Tsaury, Imam al-Auzaiy, Imam Laits dan selain
mereka.

Hadits-hadits yang diriwayatkan tentang itu adalah dusta menurut Ijma’ para
Ahli Hadits. Demikian juga shalat malam pertama bulan Rajab, malam Isra’,
Alfiah nishfu Sya’ban, shalat Ahad, Senin dan shalat hari-hari tertentu
dalam satu pekan, meskipun disebutkan oleh sebagian penulis, tapi tidak
diragukan lagi oleh orang yang mengerti hadits-hadits tentang hal tersebut,
semuanya adalah hadits palsu dan tidak ada seorang Imam pun (yang terkemuka)
menyunnahkan shalat ini… Wallahu a’lam.” [Lihat Majmu’ Fataawa (XXIII/132,
134)]

[5]. Kata Ibnu Qayyim al-Jauziyyah:
“Semua hadits tentang shalat Raghaa’ib pada malam Jum’at pertama di bulan
Rajab adalah dusta yang diada-adakan atas nama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat
pada beberapa malamnya semuanya adalah dusta (palsu) yang diada-adakan.”
[Lihat al-Manaarul Muniif fish Shahiih wadh Dha’iif (hal. 95-97, no.
167-172) oleh Ibnul Qayyim, tahqiq: ‘Abdul Fattah Abu Ghaddah]

[6]. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan dalam kitabnya, Tabyiinul
‘Ajab bima Warada fii Fadhli Rajab:
“Tidak ada riwayat yang sah yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab
dan tidak pula tentang puasa khusus di bulan Rajab, serta tidak ada pula
hadits yang shahih yang dapat dipegang sebagai hujjah tentang shalat malam
khusus di bulan Rajab.”

[7]. Imam al-‘Iraqy yang mengoreksi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab
Ihya’ ‘Uluumuddin, menerangkan bahwa hadits tentang puasa dan shalat
Raghaa’ib adalah hadits maudhu’ (palsu). [Lihat Ihya’ ‘Uluumuddin (I/202)]

[8]. Imam asy-Syaukani menukil perkataan ‘Ali bin Ibra-him al-‘Aththaar, ia
berkata dalam risalahnya: “Sesungguhnya riwayat tentang keutamaan puasa
Rajab, semuanya adalah palsu dan lemah, tidak ada asalnya (dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” [Lihat al-Fawaa-idul Majmu’ah fil
Ahaaditsil Maudhu’ah (hal. 381)]

[9]. Syaikh Abdus Salam, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada’at menyatakan:
“Bahwa membaca kisah tentang Isra’ dan Mi’raj dan merayakannya pada malam
tang-gal dua puluh tujuh Rajab adalah BID’AH. Berdzikir dan mengadakan
peribadahan tertentu untuk merayakan Isra’ dan Mi’raj adalah BID’AH,
do’a-do’a yang khusus dibaca pada bulan Rajab dan Sya’ban semuanya tidak ada
sumber (asal pengambilannya) dan BID’AH, sekiranya yang demikian itu
perbuatan baik, niscaya para Salafush Shalih sudah melaksanakannya.” [Lihat
as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 143)]

Hadits-hadits palsu ttg keutamaan sholat dan puasa di bulan rajab

oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Apabila kita memperhatikan hari-hari, pekan-pekan, bulan-bulan, sepanjang tahun serta malam dan siangnya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa Allah Yang Maha Bijaksana mengistimewakan sebagian dari sebagian lainnya dengan keistimewaan dan keutamaan tertentu. Ada bulan yang dipandang lebih utama dari bulan lainnya, misalnya bulan Ramadhan dengan kewajiban puasa pada siangnya dan sunnah menambah ibadah pada malamnya. Di antara bulan-bulan itu ada pula yang dipilih sebagai bulan haram atau bulan yang dihormati, dan diharamkan berperang pada bulan-bulan itu.

Allah juga mengkhususkan hari Jum’at dalam sepekan untuk berkumpul shalat Jum’at dan mendengarkan khutbah yang berisi peringatan dan nasehat.

Ibnul Qayyim menerangkan dalam kitabnya, Zaadul Ma’aad,[1] bahwa Jum’at mempunyai lebih dari tiga puluh keutamaan, kendatipun demikian Rasulullah hallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengkhususkan ibadah pada malam Jum’at atau puasa pada hari Jum’at, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at untuk beribadah dari malam-malam yang lain dan jangan pula kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum’at dari hari-hari yang lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jum’at itu) dengan puasa yang biasa kalian berpuasa padanya.” [HR. Muslim (no. 1144 (148)) dan Ibnu Hibban (no. 3603), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 980)]

Allah Yang Maha Bijaksana telah mengutamakan sebagian waktu malam dan siang dengan menjanjikan terkabulnya do’a dan terpenuhinya permintaan. Demikian Allah mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Ada beberapa tempat dan masjid yang diutamakan oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan contoh yang benar.

Adapun tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam masalah shalat dan puasa padanya dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, semua haditsnya sangat lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim mengutamakan dan melakukan ibadah yang khusus pada bulan Rajab.

Di bawah ini akan saya berikan contoh hadits-hadits palsu tentang keutamaan shalat dan puasa di bulan Rajab.

HADITS PERTAMA

“Artinya : Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku”
Keterangan: HADITS INI MAUDHU’ (PALSU)
Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): “Hadits ini maudhu’.” [Lihat Maudhu’atush Shaghani (I/61, no. 129)]
Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:
“Artinya : Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib…”
Keterangan: HADITS INI MAUDHU’
Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): “Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami ‘Ali
bin Muhammad bin Sa’id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin ‘Abdullah as-Shan’any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu’.[Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if (no. 168-169)]
Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): “Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta.

Aku telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: “Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup mereka.” [Al-Maudhu’at (II/125), oleh Ibnul Jauzy].

Imam adz-Dzahaby berkata: “ ’Ali bin ‘Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits.” Kata para ulama lainnya: “Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat ar-Raghaa’ib.” [Periksa: Mizaanul I’tidal (III/142-143, no. 5879)]

HADITS KEDUA

“Artinya : Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan al-Qur’an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya’ban seperti keutamaanku atas para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua hamba.”
Keterangan: HADITS INI MAUDHU’
Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany: “Hadits ini palsu.” [Lihat al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’ (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky (wafat th. 1014 H)]

HADITS KETIGA:

“Artinya : Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh raka’at, setiap raka’at membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian.”

Kami berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: ‘Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa dihisab, dan tidak disiksa.’”
Keterangan: HADITS MAUDHU’
Kata Ibnul Jauzi: “Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal biografinya).” [Lihat al-Maudhu’at Ibnul Jauzy (II/123), al-Fawaa'idul Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at (II/89), oleh Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).]

HADITS KEEMPAT

“Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka’at, di raka’at pertama baca ‘ayat Kursiy’ seratus kali dan di raka’at kedua baca ‘surat al-Ikhlas’ seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati)”
Keterangan: HADITS INI MAUDHU’
Kata Ibnul Jauzy: “Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang perawi yang bernama ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah perawi matruk menurut para Ahli Hadits.” [Al-Maudhu’at (II/123-124).] Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah rawi yang lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]

HADITS KELIMA

“Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu bulan.”
Keterangan: HADITS INI SANGAT LEMAH
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu’.
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa’ib, dia adalah seorang rawi yang matruk. [Lihat al-Fawaa-id al-Majmu’ah (no. 290)]
Kata Imam an-Nasa’i: “Furaat bin as-Saa’ib Matrukul hadits.” Dan kata Imam al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir: “Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena
dia seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam ad-Daraquthni.” [Lihat adh-Dhu’afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa'i
(no. 512), al-Jarh wat Ta’dil (VII/80), Mizaanul I’tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430).]

HADITS KEENAM

“Artinya : Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan ‘Rajab’ airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu.”
Keterangan: HADITS INI BATHIL
Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahany di dalam kitab at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan kepada kami Musa bin ‘Imran, ia berkata: “Aku mendengar Anas bin Malik berkata, …” Imam adz-Dzahaby berkata: “Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya, Muhammad al-Mughirah tentang keutamaan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid adalah rawi yang tidak dikenal dan khabar (hadits) ini adalah bathil.” [Lihat Mizaanul I’tidal (IV/ 189)]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Musa bin ‘Imraan adalah majhul dan aku tidak mengenalnya.” [Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 1898)]

HADITS KETUJUH

“Artinya : Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.”
Keterangan: HADITS INI PALSU
Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa’idul Majmu’ah fil Ahaadits al-Maudhu’ah (no. 288). Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata:
“Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu’ah, ia berkata: ‘Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas secara marfu’.’”
Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah:
[1]. ‘Amr bin al-Azhar al-‘Ataky.
Imam an-Nasa-i berkata: “Dia Matrukul Hadits.” Sedangkan kata Imam al-Bukhari: “Dia dituduh sebagai pendusta.” Kata Imam Ahmad: “Dia sering memalsukan hadits.” [Periksa, adh-Dhu’afa wal Matrukin (no. 478) oleh Imam an-Nasa-i, Mizaanul I’tidal (III/245-246), al-Jarh wat Ta’dil (VI/221) dan Lisaanul Mizaan (IV/353)]
[2]. Abaan bin Abi ‘Ayyasy, seorang Tabi’in shaghiir.
Imam Ahmad dan an-Nasa-i berkata: “Dia Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya).” Kata Yahya bin Ma’in: “Dia matruk.” Dan beliau pernah berkata:

“Dia rawi yang lemah.” [Periksa: Adh Dhu’afa wal Matrukin (no. 21), Mizaanul I’tidal (I/10), al-Jarh wat Ta’dil (II/295), Taqriibut Tahdzib (I/51, no. 142)]
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu ‘Ulwan dari Abaan. Kata Imam as-Suyuthi: “Ibnu ‘Ulwan adalah pemalsu hadits.” [Lihat al-Fawaaidul Majmu’ah (hal. 102, no. 288).

Sebenarnya masih banyak lagi hadits-hadits tentang keutamaan Rajab, shalat
Raghaa'ib dan puasa Rajab, akan tetapi karena semuanya sangat lemah dan
palsu, penulis mencukupkan tujuh hadits saja.

[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober
2004M]
_________
Foote Note
[1]. Zaadul Ma’aad (I/375) cet. Muassasah ar-Risalah.

Wallahu A'lam Bissawaab

TAMBAHAN TENTANG BULAN RAJAB

Ditulis oleh H. Muhammad Jamhuri, Lc | Tuesday, 15 July 2008

Cetak E-mail
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Taubah: 36)

Berikut adalah Tanya Jawab yang dikutip dari kitab “Fatawi al-Azhar Juz 9 hal 254 bab Syahr Rajab” (Fatwa Al-Azhar Tentang Bulan Rajab). Pertanyaan: Banyak orang yang menggunakan keutamaan bulan Rajab dengan melakukan puasa, sholat, dan zirah kubur. Dan mereka mengetangahkan hadits-hadits yang banyak. Bagaimana pendapat yang shahih tentang hal itu?

Jawaban: Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar al-Asqalani menulis sebuah risalah dengan judul “Tabyin al-’Ajab bi maa
Warada fi fadhli Rajab” (Penjelasan suatu keanehan tentang hadits yang menerangkan keutamaan Rajab), beliau mengumpulkan dalam risalah tersebut semua hadist yang berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, puasanya serta sholatnya. Beliau mengklasifikasikannya kepada hadist dhoif (lemah) dan hadist maudhu’ (buatan). Beliau juga menyebut Rojab dengan 18 nama. Yang terkenal adalah “Al-Ashomm” (yang tuli), karena tidak terdengarnya gemercing pedang disebabkan karena Rajab itu termasuk bulan haram yang diharamkannya peperangan. Dan “Al-Ashobb” (limpahan), karena limpahan rahmat pada bulan itu. Dan ”Munashil al-Asinnah” (keluarnya gigi). Seperti disebutkan dalam hadits Bukhori dari Abu Roja al-Athoridi berkata: “Kami dahulu menyembah batu. Jika kami menemukan batu yang lebih baik, kami buang batu kami dan kami pakai yang lain. Jika kami tidak menemukan batu, kami kumpulkan beberapa tanah lalu kami datangi kambing dan memeras susunya, kemudian kami berthowaf dengannya. Jika masuk bulan Rajab, kami berkata “Munshil al-asinnah” tercopot gigi dan tidak kami tinggalkan panah besi, tidak kami biarkan anak panah besi kecuali kami copot. “

Keutamaan Rajab masuk dalam keumuman fadhilah bulan-bulan haram (al-asyhur al-hurum) yang difirmankan Allah SWT yang artinya: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri[ kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Taubah: 36)

Dan ditegaskan oleh hadist Bukhori Muslim tentang haji wada bahwa tiga bulan (haram)tersebut berurutan yakni Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedang satu bulannya terpisah yakni bulan Rajab yang terletak antara bulan Jumadilakhirah dan Sya’ban.
Dan di antara larangan berbuat kezaliman itu adalah melakukan peperangan. Hal itu untuk menjamin keamanan perjalanan bagi para penziarah Masjidil Haram. Sebagaimana ayat selanjutnya: “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka” (At-Taubah; 5). Di antara larangan berbuat zalim juga adalah berbuat maksiat. Dan para ulama mengambil istinbath dari dalil itu, bahwa boleh melipatgandakan diat (hukuman denda) dengan tambahan sepertiga atas tindakan pembunuhan yang dilakukan di bulan-bulan haram.

Di antara syiar memuliakan bulan-bulan haram –termasuk Rajab– adalah disunnahkannya puasa. Seperti dalam hadist yang diriwayatkan Abu Daud, dari Mujibah al-Bahiliyah dari ayah atau pamannya berkata bahwa Nabi saw bersabda padanya setelah berbicara panjang: “Berpuasalah dari bulan haram dan tinggalkanlah” tiga kali, sambil memberiisyarat dengan tiga jarinya yang ditempelkannya dan direnggangkannya. Yang zhahir dari isyarat itu adalah untuk bilangan tiga kali bukan menunjukkan tiga hari.

Oleh karena itu amal sholeh (baik) yang dilakukan pada bulan Rajab memiliki pahala yang besar seperti pada bulan haram lainnya. Di antaranya puasa di hari pertama sama pahalanya puasa di hari terakhir. Ibnu Hajar berkata: “Sesungguhnya bulan Rajab tidak ada hadits khusus yang menerangkan tentang keutamaan puasa di dalamnya, baik hadist shohih maupun hadist hasan.”

Di antara hadits dhoif (lemah) tentang puasa Rajab adalah: “Sesungguhngnya di surga itu ada sungai yang disebut dengan Rajab. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Barangsiapa berpuasa satu hari dari bulan Rajab, maka Allah akan memberi minum padanya”

Juga hadits: “Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan Rajab maka seperti berpuasa sebulan. Barangsiapa berpuasa tujuh hari maka ditutup baginya tujuh pintu. Barangsiapa yang berpuasa delapan hari maka dibukakan baginya delapan pintu surga. Barangsiapa berpuasa sepuluh hari maka segala keburukannya diganti dengan kebaikan-kebaikan.”

Ada pula hadits panjang tentang keutamaan puasa di hari-hari Rajab. Di tengah hadits disebutkan “Rajab adalah bulan Allah, Sy’aban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku”. Ada yang menyebutkan hadits ini adalah maudhu’ (palsu). Dalam kitab al-Jami’ al-Kabir karya Imam al-Suyuthi bahwa hadist itu riwayat abi al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam ceritanya dari hasan; adalah hadist Mursal (tidak sampai pada Nabi)

Di antara hadits-hadit yang ghoiru maqbulah (tidak dapat diterima sebagai dalil) tentang keutamaan sholat khusus di bulan Rajab adalah: “Barangsiapa sholat maghrib di malam pertama dari bulan Rajab kemudian setelah itu sholat sebanyak dua puluh rakaat, dan dia membaca disetiap rakaatnya al-Fatihah dan Qul huwallahu ahad (al-ikhlas) dan sepuluh kali salam, maka Allah akan menjaga jiwa, keluarga, harta dan anaknya, dan diselamatkan dari siksa kubur, serta dapat melewati shirot seperti kilat dan hisab dan azab.” Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu)

Ibnu Hajar dalam risalah ini juga menyebutkan suatu pasal yang mengutip hadits-hadits yang melarang berpuasa seluruh bulan Rajab, Lalu Ibnu hajar berkata: larangan ini ditujukan kepada orang yang berpuasa di bulan Rajab karena mengagungkan perkara Jahiliyah. Tapi jika ia berpuasa Rajab dengan tujuan puasa secara sembarang tanpa menjadikannya sebagai kewajiban, atau tanpa mengkhususkan hari-hari tertentu untuk melazimkan (muwazhobah) berpuasa, atau tanpa megkhususkan malam-malam tertentu untuk qiyamullail dengan meyangka bahwa itu sunnah, maka perbuatan itu adalah yang dikecualikan dan boleh dilakukan. Jika ia mengkhususkan hal itu atau menjadikannya suatu keharusan maka hal itu dilarang. Dan itu masuk dalam larangan hadist Nabi SAW: “Janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa juga malamnya denga qiyam” (HR: Muslim). Dan jika ia meyakini bahwa puasa Rajab atau puasa dari Rajab itu adalah lebih utama (afdhol) dari puasa lainnya, maka hal ini perlu ditinjau kembali. Dan Ibnu Hajar lebih cenderung melarangnya.

Dan dinukil dari Abu Bakar al-Thorthusyi dalam kitab “Al-Bida’ wa al-Hawadits” bahwa puasa Rajab itu dimakruhkan berlandaskan tiga sisi. Salah satunya: jika kaum muslim mengkhususkan Rajab dengan berpuasa di setiap tahunnya-seperti yang diyakini orang awam– maka mestinya hukumnya wajib seperti bulan Ramadhan, atau sunnah seperti sunah lainnya, atau karena puasa di Rajab lebih dikhususkan dari bulan lainnya dalam hal pahala puasa. Jika demikian, maka mestinya Nabi saw telah menjelaskannya. Ibnu Duhaiyah berkata; Puasa adalah perbuatan baik, bukan karena keutamaan bulan Rajab karena Umar melarang hal itu. Selesai apa yang dinukil dari Ibnu Hajar.

Demikianlah, saat ini manusia terutama kaum wanita bersungguhn-sungguh berziarah kubur di jum’at pertama bulan Rajab yang tidak memiliki dasar apapun dari agama. Tidak ada pahala lebih besar dari puasa berziarah di hari-hari lain.

Yang terbaik di dalam bulan Rajab ini adalah agar kita mengingat akan peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di bulan Rajab, seperti peristiwa perang Tabuk agar kita dapat mengambil ibrah (pelajaran). Kita juga mengingat pembebasan al-Quds oleh Sholahuddin al-Ayyubi dari tangan kaum Salibis (terjadi pada Rajab 583 H/1187 M) agar kaum Muslimin dan bangsa Arab bersatu membersihkan Masjidil Aqsha dari tangan penjajah. Kita juga mengingat akan peristiwa Isra dan Mi’raj untuk mengambil faedah dari peristiwa itu. Atau mengingat peristiwa apapun yang terjadi di bulan Rajab yang sekiranya dapat bermanfaat untuk kaum muslimin.

Sumber: http//www pks-kotatangerang or.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar