Senin, 29 Juni 2009

FAKTOR PSIKOLOGIS ITU SUNGGUH JAHAT!



Masalah manusia adalah sangat unik, karena sebuah kenyataan yang dapat dirasakan dengan jelas tentang keberadaan orang-orang yang telah memperoleh hidayah Islam, tidak semuanya dapat mampu untuk menerima kebenaran dari Allah SWT. Sebagai bukti dapat dipelajari dari petunjuk firman di dalam Surah Al Maidah, 5 : 66, yang artinya sebagai berikut :

”Dan (ketahuilah) kalau bahwa mereka mau menegakkan hukum Taurat dan Injil dan segala apa yang diturunkan kepada mereka dari Robb mereka (yaitu Al Qur-an), niscaya mereka memperoleh jaminan mewah dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka (dengan hasil sumber daya alam yang memadai). (Tetapi dalam kenyataannya) dari antara mereka tergolong muqtasidah, dan kebanyakan dari antara mereka sungguh jahat segala apa yang mereka sama kerjakan.”

Secara pokok ayat tersebut memberikan pengertian dan gambaran, bahwa :

1. Kemutlakan Al Qur-an bagi keberlakuannya (QS Al Baqarah, 2 : 106), dengan begitu dituntut dalam perkara sosialisasi (QS Al Qoshosh, 28 : 85), melalui proses tadabbaur (QS An Nisa’, 4 : 82). Karena keberlakuan Al Qur-an adalah jaminan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi kehidupan masyarakat umat sedunia. Akan tetapi dalam hal ini memerlukan kesiapan dan keberanian untuk menyampaikan kebenaran Al Qur-an, karena sadar bahwa hal itu adalah menyangkut hak atas umat manusia (QS Yusuf, 12 : 108);

2. Pada kenyataannya di dalam menanggapi kebenaran Al Qur-an tersebut kebanyakan tidak yakin, karena yang digunakan untuk menelaah kebenaran itu hanyalah kemampuan daya pikir yang hanya mampu sebatas masalah-masalah eksak (QS Ar Rum, 30 : 7), sehingga berakibat munculnya berbagai kendala kejiawaan. Maka mereka sering dimanfaatkan oleh Kafirin dan Musyrikin untuk beralibi; Inilah yang disebut mengalami kendala psikologis sebagimana yang difirmankan di dalam Surah Al Furqon, 25 : 30.

Bahwa sesungguhnya Al Qur-an adalah Norma Hukum atas umat manusia (QS Al Jatsiyah, 45 : 20), sehingga kehidupan umat manusia tidak perlu berhadapan dengan kekuatan alam yang dahsyat, bahkan sebaliknya akan mendapatkan berbagai jaminan, karena semesta alam sendiri telah menyatakan sumpah setianya kepada Allah SWT pada masa awal kejadiannya (QS Fushilat, 41 : 11 - 12), sehingga planet bumi ini berfungsi sebagai ”dapur alam semesta” untuk melayani umat manusia yang hidup matinya bertumpu di bumi ini saja (QS Al A’raf, 7 : 25).

Itulah sebuah kenyataan yang pasti, bahwa Al Qur-an ini menjelaskan segala permasalahan (QS An Nahl, 16 : 89) dan bahkan tiada satu permasalahan pun yang ditinggalkan-Nya (QS Al An’am, 6 : 38). Walaupun demikian jelas dan gamblang, hanya hamba-hamba pilihan yang mempunyai getaran hidayah, yang dapat memunculkan rasa kepasrahan (QS Az Zumar, 39 : 23).

Sebagaimana dimaksudkan pada dalil panduan, pada sisi lain sebagian besar lebih menyenangi dan dan menempatkan diri dalam posisi ”muqtasidah” (ragu dan cermat atau ambivalens, QS An Nisa’, : 91) dan ”humanisme sekuler” (QS An Nahl, 16 : 107). Maka dapat terjadi berbagai kendala psikologis, antara lain :

1. Dapat terjadi selisih pendapat yang berhujung kepada perpecahan, sehingga dengan itu dapat terjadi ”proses distorsi”, yaitu kelumpuhan yang terus-menerus dan menyulitkan bagi pengobatannya. Sedangkan Allah SWT telah memberikan peringatan di dalam Surah Al Anfal, 8 : 46, yang artinya sebagai berikut :

”Dan taatlah kamu sekalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu saling berbantahan maka kamu akan menjadi lemah dan hilanglah semangat kamu. Dan sabarlah, sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.”

2. Dapat terjadi ”sikap statis konservatif obskurantis”, yaitu semangat buta yang sarat oleh tradisi tanpa memperoleh pengembangan. Mereka beranggapan bahwa Al Qur-an adalah Kitab Suci (semata), sehingga keadaan mereka seperti golongan Yahudi yang diibaratkan sebagai kuda khimar menggendong Kitab, mereka merasa paling terkasih dalam pandangan Allah SWT (QS Al Jumu’ah, 62 : 5 - 6) padahal sebaliknya, bahwa keadaan mereka telah menjadi manusia-manusia terkutuk melalui lidah Nabi Daud dan Nabi Isa (QS Al Maidah, 5 : 78). Mereka dalam Al Qur-an ditegaskan dengan diibaratkan sebagai anjing yang hanya bisa menggendong sambil menjulurkan lidah, sebagai gambaran orang yang tidak mau ditingkatkan dan diangkat derajatnya oleh Al Qur-an (QS Al A’raf, 7 : 176);

3. Dapat mengidap penyakit ”libasul khauf” yang membuat orang menjadi latah terhadap situasi yang sedang berkembang di masyarakat (disebut juga ”hipersugestiibilitas”, QS Al An’am, 116)

Keadaan di atas dapat menjadi kendala bagi orang-orang yang sedang dan senantiasa berupaya menepati perjalanan perintah Islam menuju janji Allah SWT. Oleh karena itu, bagi hati yang telah diperlihatkan Allah, yaitu cahaya Daulah Islam, pribadinya senantiasa dituntut keteguhan dalam hal motivasi, kesiagaan secara ma-liah dan nafsiah, yang semua itu melalui langkah-langkah yang dibenarkan oleh Al Qur-an dan Al Hadits Shahih.

Dari anggota "KAJIAN ISLAM"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar