Selasa, 08 September 2009

PANDUAN MENGAJAR DAN BELAJAR AL-QUR’AN (bagian 2 dari 3)

Masalah ke-5:
Seorang pengajar sudah sepatutnya bersikap lemah-lembut kepada orang yang belajar kepadanya dan menyambutnya serta berbuat baik kepadanya sesuai dengan keadaannya. Kami telah meriwayatkan dari Abu Harun Al-Abdi, katanya: “Kami mendatangi Abu Said Al-Khudri radhiallahu'anhu , kemudian katanya: ‘Selamat datang dengan wasiat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, sesungguhnya Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

Terjemahan: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: Orang-orang akan mengikuti kamu dan ada orang-orang yang datang kepada kamu dari berbagai penjuru bumi belajar ilmu agama. Jika mereka datang kepadamu, berwasiatlah kamu kepada mereka dengan baik.” (Riwayat Tirnidzi dan Ibnu Majah dan lainnya)

Telah kami terima riwayat seperti itu dalam Musnad Ad-Daarimi dari
Abu Darda’ radhiallahu'anhu

Masalah ke-6:
Seorang guru mesti memberikan nasihat bagi mereka karena Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

Terjemahan: “Agama itu nasihat, bagi Allah subhanahu wata'ala, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin muslimin dan orang awam di antara mereka.” (Riwayat Muslim)

Termasuk nasihat bagi Allah subhanahu wata'ala dan Kitab-Nya ialah memuliakan pembaca Al-Qur’an dan pelajarnya, membimbingnya kepada maslahatnya, bersikap lemah-lembut kepadanya dan membantunya untuk mempelajarinya sedapat mungkin serta membujuk hati pelajar di samping bersikap mudah ketika mengajarinya, bersikap lemah-lembut kepadanya dan mendorongnya untuk belajar.

Hendaklah dia mengingatkannya akan keutamaan hal itu untuk
membangkitkan kegiatannya dan menambah kecintaanya, membuatnya zuhud terhadap kesenangan dunia dan menjauhkan dari kecondongan serta mencegahnya agar tidak terpedaya olehnya.

Seorang guru hendaklah mengingatkan dia akan keutamaan menyibukkan diri dengan mengkaji Al-Qur’an dan ilmu-ilmu syar’iyyah lainnya. Itu adalah jalan orang-orang yang teguh dan arif serta hamba-hamba
Allah yang sholeh dan itu adalah derajat para nabi, mudah-mudahan sholawat dan salam Allah subhanahu wata'ala tetap atas mereka.

Hendaklah seorang guru menyayangi muridnya dan memperhatikan kemaslahatan-kemaslahatannya seperti perhatiannya terhadap maslahat maslahat anak-anak dan dirinya sendiri.

Dan hendaklah murid itu diperlakukan seperti anaknya sendiri yang mesti disayangi dan diperhatikan akan kebaikannya, sabar menghadapi gangguan dan kelakuannya yang buruk. Dan memaafkan atas kelakuannya yang kurang baik dalam sutu waktu karena manusia cenderung berbuat kesalahan dan tidak sempurna, lebih-lebih lagi jika mereka masih kecil.

Sudah sepatutnya guru menyukai kebaikan baginya sebagai mana dia
menyukai kebaikan bagi dirinya dan tidak menyukai kekurangan baginya secara mutlak sebagaiamana dia tidak menyukai bagi dirinya.

Terdapat riwayat di dalam Shahihain dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bahwa baginda Bersabda:

Terjemahan: “Tidaklah sempurna iman seseorang dari kamu hingga dia
mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhu, katanya: “Orang yang termulia di sampingku adalah kawan dudukku yang melangkah melalui diantara manusia hingga dia duduk menghadapku. Seandainya aku sanggup mencegah lalat hinggap diwajahnya, niscaya aku melakukannya.”
Dalam suatu riwayat: “Sungguh lalat yang hinggap di atasnya menggangguku.”

Masalah ke-7:
Sudah sepatutnya guru tidak menyombongkan diri kepada para pelajar,
tetapi bersikap lemah-lembut dan rendah hati terhadap mereka.

Telah banyak keterangan berkenaan dengan tawadhuk terhadap
kebanyakan manusia. Maka bagaimana pula terhadap mereka ini yang seperti anak-anaknya di samping kesibukan mereka dengan Al-Qur’an dan hak pergaulannya pada mereka dan keseringan mereka datang kepadanya.

Diriwayatkan dari Nabi shallallahu'alaihi wasallam bahwa Baginda bersabda:
Terjemahan: “Bersikaplah lemah-lembut kepada orang yang kamu ajari
dan guru yang mengajari kamu.”

Diriwayatkan dari Abu Ayub As-Sakhtiyani rahimahullah, katanya:
“Patutlah orang yang alim meletakkan tanah di atas kepalanya karena merendah diri terhadap Allah Azza wa Jalla.”

Masalah ke-8:
Sudah sepatutnya pelajar dididik secara berangsur-angsur dengan adab-
adab yang luhur dan perilaku yang baik serta dilatih dirinya atas perkara-
perkara kecil yang terpuji.

Hendaklah guru membiasakan diri memelihara dri dalam semua urusan
yang batin dan terang di samping mendorongnya dengan perkataan dan
perbuatan yang berulangkali untu menunjukkan keikhlasan dan berlaku benar serta memiliki niat yang baik serta memperhatikan Allah pada setiap saat.

Hendaklah guru memberitahu kepada pelajar bahwa dengan sebab itu
terbukalah cahaya makrifat di atasnya, dadanya menjadi lapang, memancar dari hatinya sumber-sumber hikmah dan pengetahuan, Allah swt akan memberikan berkat pada ilmu dan perbuatannya dan memberikan petunjuk pada setiap perbuatan dan perkataannya.

Masalah ke-9:
Mengajari para pelajar adalah fardu kifayah. Jika tidak ada orang yang
mampu kecuali seorang maka wajiblah ke atasnya. Jika ada beberapa orang yang setengah dari mereka bisa mengajar tetapi mereka menolak, maka mereka berdosa. Jika setengah dari mereka mengerjakannya, gugurlah tanggung jawab dari yang selainnya. Jika salah seorang dari mereka diminta sedang dia menolak, maka pendapat yang lebih tepat ialah dia tidak berdosa, tetapi dihukumkan makruh ke atasnya jika tiada halangan.

Masalah ke-10:
Diutamakan bagi pengajar agar mementingkan pengajaran mereka
dengan melebihkannya di atas kemaslahatan dirinya yang bersifat duniawi yang bukan keperluan utama/asas yang amat mendesak. Hendaklah dia mengosongkan hatinya dari segala hal yang menyibukkannya, ketika dia duduk untuk mengajari mereka. Hendaklah dia berusaha keras menjadikan mereka mengerti dan memberi masing-masing dari mereka memperoleh bagian yang layak ke atasnya. Maka janganlah dia mengajari banyak perkara kepada pelajar yang tidak bisa menerima banyak dan jangan meringkas bagi siapa yang menonjol kecerdasannya semala tidak dibimbingkan akan terjadi fitnah ke atasnya karena timbul rasa bangga atau lainnya.

Siapa yang kurang perhatiannya, seorang guru bisa menegurnya dengan
lemah-lembut selama dia tidak takut murid itu akan lari. Janganlah dengki
kepada salah seorang dari mereka karena kepandaian yang menonjol dan jangan mengganggap dirinya istimewa karena nikmat yang dianugerahkan Allah subhanahu wata'ala kepadanya.

Karena kedengkian kepada orang lain amat diharamkan, apalagi terhadap
pelajar yang memiliki kedudukan seperti anak. Kepandaiannya adalah atas jasa gurunya yang mendapat pahala yang banyak di akhirat dan pujian yang baik didunia. Hanya Allah Yang memberi taufik.

Masalah ke-11:
Jika jumlah mereka banyak, maka dahulukan yang pertama, kemudian
yang berikutnya. Jika yang pertama rela gurunya mendahulukan lainnya, maka bisa mendahulukannya. Patutlah guru menunjukkan kegembiraan dan muka yang berseri-seri, memeriksa keadaan mereka dan keadaan mereka dan menanyakan siapa yang tidak hadir dari mereka.

Masalah ke-12:
Para ulama berkata: “Janganlah guru menolak mengajari seseorang
karena niatnya tidak benar.”

Sufyan dan yang kain bertanya berkenaan dengan niat murid-murid yang
menuntut ilmu kepadanya. Mereka berkata: “Kami belajar ilmu untuk selain Allah subhanahu wata'ala”, maka Sufyan enggan mengajar mereka dan berharap agar tidak melakukannya kecuali untuk Allah subhanahu wata'ala. Yakni ilmu itu digunakan hanya semata-mata karena Allah subhanahu wata'ala .

Masalah ke-13:
Termasuk adab seorang guru yang amat ditekankan dan perlu
diperhatikan ilaha guru mestinya menjaga kedua tanganya ketika mengajar dari bermain-maian dan menjaga kedua matanya dari memandang kemana-mana tanpa keperluan.

Hendaklah dia duduk dalam keadaan suci menghadap kiblat dan duduk
tengang dengan memakai baju yang putih bersih. Jika sampai ketempat
duduknya, dia sembahyang dua rakaat sebelum duduk, sama ada tempat itu masjid atau lainnya. Jika sebuah masjid, maka adab itu lebih di tekankan karena dihukumkan makruh duduk di situ sebelum sembahyang dua rakaat. Dia bisa duduk bersila atau dengan cara lainnya.

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Dawud As-Sijistani dengan
isnadnya dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu'anhu: “Beliau pernah mengajar manusia dia masjid sambil duduk berlutut.”

Masalah ke-14:
Termasuk adab guru yang amat ditekankan dan perlu diperhatikan ialah
tidak diperkenankan merendahkan ilmu dengan pergi ke tempat yang dihuni pelajar untuk belajar dari padanya. Sekalipun pelajar itu Khalifah atau di bawah kedudukannya. Bagaimanapun dia mesti menjaga ilmu dari hal itu sebagaimana silakukan para ulama Salaf ra cerita-cerita mereka tentang hal ini banyak dan sudah diketahui.

Masalah ke-15:
Hendaklah dia mempunyai majlis atau ruang kelas yang luas supaya
murid-murid boleh duduk di situ. Dalam hadits dari Nabi shallallahu'alaihi wasallam sabdanya:

Terjemahan: “Sebaik-baik majlis ialah yang paling luas.”
(Riwayat Abu Dawud dalam Sunannya)

Hadits itu telah disebutkan di awal kitab Al-Adab dengan isnad sahih
riwayat Abu Said Al-Khudri radhiallahu'anhu

Fahrozi Ibn Shaliih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar