Selasa, 08 September 2009

Berjabat Tangan Dengan Lawan Jenis (2)

Sebagian orang bila ingin berjabat tangan dengan wanita ajnabiyyah atau seorang wanita ingin berjabat tangan dengan lelaki ajnabi, ia meletakkan penghalang di atas tangannya berupa kain, kaos tangan dan semisalnya. Seolah maksud dari larangan jabat tangan dengan ajnabi hanyalah bila kulit bertemu dengan kulit, adapun bila ada penghalang tidaklah terlarang. Anggapan seperti ini jelas batilnya, karena dalil yang ada mencakupinya dan sebab pelarangan jabat tangan dengan ajnabi tetap didapatkan meski berjabat tangan memakai penghalang.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berkata, “Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, baik si wanita masih muda ataupun sudah tua. Dan sama saja baik yang menjabatnya itu anak muda atau kakek tua, karena adanya bahaya fitnah (ujian/cobaan) yang bisa didapatkan oleh masing-masingnya.”
Asy-Syaikh juga berkata, “Tidak ada bedanya baik jabat tangan itu dilakukan dengan ataupun tanpa penghalang, karena keumuman dalil yang ada. Juga dalam rangka menutup celah-celah yang mengantarkan kepada fitnah (ujian/cobaan).”

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mengatakan, “Segala sesuatu yang menyebabkan fitnah (godaan) di antara laki-laki dan perempuan hukumnya haram, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita.”
Tidaklah diragukan bahwa bersentuhannya kulit laki-laki dengan kulit perempuan akan menimbulkan fitnah. Kalaupun ada yang tidak terfitnah maka itu jarang sekali, sementara sesuatu yang jarang terjadinya tidak ada hukumnya sebagaimana dinyatakan oleh ahlul ilmi. Sungguh ahlul ilmi telah menulis permasalahan ini dan mereka menerangkan tidak halalnya laki-laki berjabat tangan dengan wanita ajnabiyah. Inilah kebenaran dalam masalah ini. Berjabat tangan dengan non mahram adalah perkara yang terlarang, baik dengan pengalas atau tanpa pengalas.”
Beliau juga mengatakan, “Secara umum, tergeraknya syahwat disebabkan sentuhan kulit dengan kulit lebih kuat daripada sekedar melihat dengan pandangan mata/tidak menyentuh. Bila seorang lelaki tidak dibolehkan memandang telapak tangan wanita yang bukan mahramnya, lalu bagaimana dibolehkan ia menggenggam telapak tangan tersebut?” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, 2/541-543)
Demikian masalah hukum berjabat tangan antara lelaki dan wanita yang bukan mahram.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

footnote:
1 Ucapan selamat pada hari Id ini pernah ditanyakan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ Al-Fatawa (24/253). Beliau menjawab, “Tidak ada asalnya dalam syariat. Telah diriwayatkan dari sekelompok shahabat bahwa mereka melakukannya. Sebagian imam memberi rukhshah untuk melakukannya seperti Al-Imam Ahmad rahimahullahu dan selainnya. Akan tetapi Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata, ‘Aku tidak memulai mengucapkannya kepada seseorang. Namun bila ada yang lebih dahulu mengucapkannya kepadaku, aku pun menjawabnya karena menjawab tahiyyah itu wajib.’ Adapun memulai mengucapkan tahni`ah bukanlah sunnah yang diperintahkan dan juga tidak dilarang. Siapa yang melakukannya maka ia punya contoh dan siapa yang meninggalkannya maka ia punya contoh.”
Yang dimaksudkan tahiyyah oleh Imam Ahmad rahimahullahu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا
“Dan apabila kalian diberi ucapan salam penghormatan maka jawablah dengan yang lebih baik darinya atau balaslah dengan yang semisalnya.” (An-Nisa`: 86)
2 Saling mengunjungi saat hari raya dan berjabat tangan ketika berjumpa di hari raya, demikian pula saling mengucapkan selamat, bukanlah perkara yang disyariatkan bagi pria maupun wanita. Namun demikian, hukumnya tidak sampai bid’ah. Terkecuali bila pelakunya menganggap hal itu sebagai taqarrub (ibadah yang dapat mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , barulah sampai pada bid’ah karena hal itu tidak pernah dilakukan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Nashihati lin Nisa`, Ummu Abdillah bintu Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullahu, hal. 124)
3 Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
لَماَّ جاَءَ أَهْلُ الْيَمَنِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ أَقْبَلَ أَهْلُ الْيَمَنِ وَهُمْ أَرَقُّ قُلُوْبًا مِنْكُمْ، فَهُمْ أَوَّلُ مَنْ جَاءَ بِالْمُصَافَحَةِ
Tatkala datang ahlul Yaman, berkatalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh telah datang ahlul Yaman, mereka adalah orang-orang yang paling halus/lembut hatinya daripada kalian.” (Kata Anas): “Mereka inilah yang pertama kali datang membawa mushafahah (adat berjabat tangan).” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 967, lihat Shahih Al-Adabil Mufrad dan Ash-Shahihah no. 527)
4 Hadits Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu yang telah disebutkan di atas.
5 Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad (2/213) dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَانَ لاَ يُصَافِحُ النِّسَاءَ فِي الْبَيْعَةِ
“Beliau tidak menjabat tangan para wanita dalam baiat.” (Dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 530)
6 Dijelaskan oleh Sufyan bahwa maksud mereka adalah, “Marilah engkau menjabat tangan kami.” Dalam riwayat Ahmad disebutkan dengan lafadz:
قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَلاَ تُصَافِحُنَا؟
“Kami katakan, ‘Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjabat tangan kami?’.”
7 Sementara memandang wanita yang bukan mahram dengan sengaja adalah perkara yang dilarang dalam syariat. Bila demikian, tentunya lebih terlarang lagi bila lebih dari sekedar memandang.

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=585

Tidak ada komentar:

Posting Komentar