Selasa, 16 Agustus 2011

KETIKA CINTA TERBINGKAI DALAM AGAMA, SEGALA PERBEDAAN TAK LAGI BERMAKNA…



Sujudnya panjang dan khusyu’, keluh dan resah mengalir dalam doa-doa. Rindu dan harap merangkak bersama malam yang kian kelam. Gelora jiwa merayap dalam senyap, air mata gelisah hanyut di keheningan, sedu sedan memecah sepi.
Selesai shalat pemuda itu rebah di pembaringan. Cemasnya belum lunas, gelisahnya belum tuntas. Lama sudah ia mendambakan pasangan jiwa. Hidup di jalan da’wah memang, tapi fitrah tetaplah fitrah,- walau hidup di jalan dakwah -, kesendirian selalu membakar jiwa dengan gelisah.

Maka ia-pun rebah dengan doa – doa,: ”Ya Rabb, yang mengganti siang menjadi malam dan malam menjadi siang, menurunkan kitab, menggerakkan hati, memegang ubun – ubun seluruh makhluk, memberi para pemohon. Aku mohon kepada-Mu agar Engkau mempertemukan jodohku yang telah lama aku harapkan. Apabila jauh maka dekatkanlah. Apabila sulit maka mudahkanlah. Agar dengan itu Engkau lepaskan resahku, Engkau gembirakan mataku, Engkau tenangkan jiwaku, Engkau tentramkan hatiku.

Ya Rabb, Engkau tahu, jikalau selama ini aku “menjauh” dengan lawan jenis bukan karena aku tak punya naluri itu, tetapi rasa malu kepada-Mu telah menghalangiku untuk berbuat sesuatu yang belum Engkau halalkan. Ya Rabb, andaikan tidak ada wanita shalihah yang Engkau takdirkan untuk mendampingiku di dunia ini, biarlah aku menikah di akhirat saja. Apakah dunia memang tidak menyediakan gadis impianku ?, atau pernikahan pada dasarnya memang tidak sesuai dengan kondisiku….?”

Begitulah diantara serpihan do’a MENJELANG PUTUS ASA.

Untuk menumpahkan risau hatinya, ia mengurai sebuah “puisi hasrat”:
“ Air mata mengalir bersama larut malam
Sedih mengiris hati, menyayat sanubari
Galau risau merampas tidur
Bergelut aku melawan malam
Terawangi bintang gemintang yang berkedip
Seakan turut bersedih menyaksikan batinku
Hasrat rindu mendera – dera
Melukai jiwa, mencabik sukma,
Lahirkan nestapa”
Adakah angin gunung yang mendengar keluhanku…..?

Memang hanya puisi tempat jiwanya berlari, melepas hasrat yang enggan ditinggal. Tragis memang, namun begitulah fitrah cinta menggerakkan jiwa, tabiatnya menyerupai air. Ada aliran, ada riak, ada gerak, ada gelombang, ada gemuruh, ada debur, ada percikan, ada gelora , ada dinamika. Selalu begitu, tak ada diam, tak ada berhenti. Ia membludak jika ditahan, ia membuncah jika dibendung, ia membanjir pada puncak dinamikanya.

Maka hasrat tetap saja hasrat, puisi tak akan pernah sanggup menyelesaikannya, Dan memang begitulah hukumnya. Hanya sentuhan fisik yang bisa mengobati hasrat jiwa. Rumus “Cinta tak harus memiliki” ternyata tidak berlaku baginya.

SETELAH SEKIAN LAMA, TERNYATA DOANYA TERJAWAB SUDAH.

Dengan mengharap Ridha Allah dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya, saya : Darmawan (28) dan Halimah (20), telah melaksanakan aqad nikah pada tanggal 3 juli 2011.
Mohon do’a restu kepada semua, DI JALAN DA’WAH aku menikah.
Jalan yang menjadikan Balqis bertekuk lutut menyerahkan diri di hadapan Sulaiman. Jalan yang mengiklaskan Musa bersimpuh 10 tahun di hadapan Syu’aib. Jalan yang membuat Yusuf rela meringkuk 9 tahun dalam penjara.

Jalan yang menyebabkan Nabi Muhammad menikahi Istri-istrinya. Jalan yang menyatukan Ali Bin Abi Thalib dengan Fatimah Az - Zahra dalam sebuah keluarga. Jalan yang meluluhkan hati Ummu Sulaim sehingga menerima pinangan Abu Thalhah. Jalan yang mendorong Abdurrahman bin Auf menikahi wanita Ansar pujaannya.

Di jalan ini para Nabi menikah, di jalan ini para Salafussalih membina rumah tangga sakinah.

Kami yang bersyukur
D & H
Darmawan dan Halimah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar