Selasa, 02 Juni 2009

BELAJARLAH DARI KHADIJAH


Istri Nabi yang pertama
''ALLAH tidak menganugerahkan kepadaku seorang istri sebagai pengganti yang
lebih baik daripada Khadijah ra. Dia beriman kepadaku ketika orang-orang
mengingkari kenabianku; dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakan
diriku; dia membantuku dengan harta kekayaannya ketika orang lain tidak mau
memberiku, dan dari rahimnya Allah menganugerahkan anak-anak bagiku, bukan dari
perempuan lain.''

Demikian terjemahan dari Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang seringkali
didengar oleh para sahabat beliau, termasuk oleh istri beliau sesudahnya,
Aisyah, sehingga dia sangat cemburu kepada Khadijah sekalipun sudah almarhum.

Khadijah adalah seorang istri yang penuh dengan sifat keibuan, mampu menjadi
pelipur lara di saat sang suami (waktu itu belum menjadi nabi) mengalami
kehausan kasih sayang karena sejak kecil sudah yatim-piatu. Beliau istri yang
penyabar dan penuh perhatian, sekalipun suami (Muhammad) suka pergi untuk
ber-tahannuts (menyendiri dan merenung) di gua-gua di luar Kota Makkah. Beliau
sebagai penyejuk dan penenang jiwa, termasuk saat suaminya pulang ke rumah di
pagi buta dalam keadaan ketakutan. Tubuhnya gemetar, dengan wajah yang pucat
pasi dan terbata-bata menceriterakan kejadian dahsyat yang baru saja dialami.

Di Gua Hira malam itu, Muhammad didatangi seseorang yang belum pernah
dikenalnya, yang ternyata malaikat Jibril. Melalui Jibril, beliau menerima lima
ayat dari surat Al-'Alaq, yang terjemahnya: ''Bacalah (hai Muhammad) dengan
nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari sesuatu
yang menggantung. Bacalah, dan Tuhanmu yang Paling Mulia yang telah mengajari
dengan pena. Mengajari manusia, apa saja yang tidak diketahuinya."

Ketakutan dan kegelisahan suami seketika lenyap di saat Khadijah merangkul
dan mendekap ke dada beliau dengan sikap lembut dan dengan kata-kata yang
menghibur, sehingga tenanglah hati Muhammad sampai tertidur di sampingnya.

Di saat itulah, Khadijah diam-diam mengunjungi saudaranya yang bernama
Waraqah bin Naufal, dan menceriterakan kejadian yang telah dialami suami, dan
beliau memperoleh kepastian bahwa Muhammad telah dipilih oleh Allah menjadi
Nabi!

Rasa syukur bercampur kagum dan cinta, ingin sekali beliau menyampaikan
perasaan itu secepatnya kepada suami. Maka di saat sang suami menyatakan bahwa
dirinya diperintahkan untuk mengajak manusia menyembah hanya kepada Allah, dan
''siapakah kiranya orang yang mau kuajak?'', Khadijah segera menjawab dengan
mantap penuh keyakinan: ''Aku yang menyambut ajakanmu wahai Muhammad! Ajaklah
aku sebelum mengajak orang lain, aku mengaku Islam, membenarkan kerasulanmu dan
mengimani Tuhanmu.''

Tidak hanya sebagai mukmin-mukminah pertama, Khadijah juga merelakan seberapa
pun harta bendanya dipergunakan untuk membiayai dakwah yang penuh hambatan.
Beliau yang terkenal sebagai pengusaha ekspor-impor yang disegani kala itu,
kaya raya, dan bangsawan, sama sekali tak keberatan ketika harus meninggalkan
kemegahannya untuk hidup mengungsi ke Syi'ib Abu Thalib yang sangat sederhana,
demi menyelamatkan agama barunya dari amukan kaum Quraisy.

Siksaan dan penindasan dari kafir (Quraisy) yang menabuh genderang perang,
bertahun-tahun beliau alami bersama keluarga, namun ketabahan dan kesetiaan
beliau kepada suami dan perjuangannya tetap mengagumkan setiap orang. Belum
lagi lelabuh beliau dalam melahirkan dan mendidik enam putra-putri Rasulullah
Muhammad SAW yang sangat dicintai, yakni: Qasim, Abdullah (keduanya meninggal
di saat kecil), Zaynab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, dan Fathimah.

Seperempat abad Khadijah membuktikan dirinya sebagai istri shalihah. Oleh
karenanya secara jujur Rasulullah mengakui, keberadaannya tak pernah
tergantikan! Jiwanya tetap hidup meski jasadnya telah wafat, bayangannya tetap
menyertai sepanjang kehidupan Rasulullah. Hal itu terlihat, setiap beliau
bercerita atau mendengar nama Khadijah disebut, wajah beliau langsung
berbinar-binar bahagia. Cinta kasih beliau kepada Khadijah menjadikan beliau
tak pernah menduakannya.

Keteladanan seorang ummul mukminin yang akan tetap abadi sepanjang sejarah
hidup umat Islam di dunia. Seorang istri yang siap hidup bersama suami dalam
suka dan dukanya, dalam sehat dan sakitnya, dalam penindasan dan
pengagungannya. Istri yang siap menjadi bemper bagi perjuangan suci sang suami,
tanpa rasa takut akan risiko besar yang harus dihadapinya. Istri yang
senantiasa memiliki semangat untuk menyinkronkan setiap langkah positif
suaminya (bukan hanya sebatas mendukung), sehingga upaya seiring-sejalan dalam
mengarungi hidup lebih mudah dilakukan, sekalipun pada dasarnya memiliki
perbedaan-perbedaan yang sangat jelas.

Oeh : group muslimah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar