Jumat, 11 September 2009

bangkai berjalan

hati mati = bangkai berjalan.

(Alm) Ust. Rahmat Abdullah

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"

Judy Muhyiddin

10 strategi syetan menggoda

1. Takabur : Menanamkan rasa sombong. Sombong adalah tidak mau menjalankan perintah Allah SWT. Penyebab sombong antara lain:
1. Seseorang yang memiliki kelebihan terhadap orang lain tetapi tidak sadar bahwa kelebihan yang ada pada dirinya, terlepas sebagai akibat kerja keras dirinya, utamanya adalah karena karunia yang datang dari Allah.
2. Seseorang yang memiliki kekurangan dan tidak mau mengakui kelebihan orang lain dibanding dirinya.
2. Waswasah : Menanamkan keraguan untuk melakukan amal salih.
3. Tazyin : Menanamkan rasa nikmat pada perbuatan maksiat
4. Riya' : Menanamkan perasaan tidak ikhlas dalam beramal salih. Ikhlas artinya hanya beribadah dan mengharap pada Allah SWT.
5. Tamanni : Berharap pada sesuatu yang tidak mungkin terjadi
6. A'dawah : Menanamkan rasa bermusuhan di antara orang-orang beriman
7. Takhwif : Menanamkan perasaan takut yang tidak sesuai tuntunan Islam , misal takut miskin , takut hantu dantidak berani amal ma'ruf nahyi munkar Ada rasa takut yang diperbolehkan misalnya adalah takut berbuat dosa.
8. Shaddun : Menanamkan rasa malas untuk beramal salih
9. Wa'dun : Memberikan janji palsu
10. Kaidun : Tipu daya setan

semoga kita semua terhindar dari tipudaya Seitan.....

Amiin

gambaran surga.


Surga ...

Saudara sekalian, bergegaslah untuk mendapatkan ampunan dari Rabb kalian serta bergegas menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi; tidak ada mata yang pernah melihat, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan ia belum pernah terbetik di dalam benak manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah seperti taman yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka." (Ar-Ra'd: 35)

"Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya." (Al-Baqarah: 25)

"Dalam surga yang tinggi, tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna. Di dalamnya ada mata air yang mengalir. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan, dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya), dan bantal-bantal sandaran yang tersusun, dan permadani-permadani yang terhampar." (Al-Ghaasyiyah: 10-16)


"Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih." (Al-Insaan: 21)

"Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istri kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebahagiannya kamu makan. Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka Jahanam." Az-Zukhruf: 70-74)

"Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah." (Ar-Rahman: 70-72)

"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya." (Yunus: 26)

Yang dimaksud dengan al-husna (sesuatu yang terbaik) adalah surga. Sebab, tidak ada tempat tinggal yang lebih baik darinya. Sedangkan yang dimaksud dengan az-ziyadah (tambahan) adalah memandang wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mulia. Semoga Allah mengaruniakan hal itu kepada kita dengan anugerah dan kemurahan-Nya.

Ayat-ayat yang menceritakan tentang surga dan kenikmatannya cukup banyak. Sedangkan hadits-hadits mengenai hal itu, di antaranya adalah sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa ia berkata: "Wahai Rasulullah, ceritakan kepada kami tentang surga, apa bangunannya?" Beliau menjawab: "Batu batanya terbuat dari emas dan perak. Lempungnya adalah kesturi, kerikilnya intan dan permata, dan tanahnya adalah za'faron. Orang yang masuk ke dalamnya akan merasakan kenikmatan dan tidak akan pernah ada gangguan. Ia akan kekal di dalamnya dan tidak akan pernah mati. Bajunya tidak akan usang dan masa mudanya tidak akan hilang." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Diriwayatkan dari 'Utbah bin Ghazwan radhiyallahu 'anhu bahwa ia pernah berkhutbah lalu memuji Allah dan menyanjungnya. Selanjutnya ia berkata: "Amma ba'du. Sesungguhnya dunia ini hampir berakhir dan yang tinggal hanyalah sisa seperti sisa air di wadah yang dituangkan oleh pemiliknya. Dan sesungguhnya kalian akan segera berpindah darinya menuju sebuah negeri yang tidak akan ada kesudahannya. Maka dari itu, berpindahlah dengan membawa sebaik-baik apa yang kalian amalkan. Kami diberitahu bahwa jarak antara dua daun pintu surga itu adalah empat puluh tahun perjalanan, dan sungguh akan datang suatu hari dimana pintu surga itu sangat padat." (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Di dalam surga itu terdapat delapan pintu, di antaranya ada sebuah pintu yang dinamakan Ar-Rayyan yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang menjalankan puasa." (Muttafaq 'alaih).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya orang mukmin di surga nanti mempunyai sebuah tenda yang terbuat dari satu jenis permata yang membentuk ruangan. Panjangnya di langit adalah enam puluh mil. Orang mukmin di dalam tenda itu mempunyai istri-istri yang mereka gilir, sedangkan sebagian darinya tidak melihat yang lain." (Muttafaq 'alaih).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Golongan pertama yang masuk ke dalam surga adalah seperti keindahan bulan purnama, disusul kemudian yang sesudahnya seperti sinar bintang di langit yang paling terang sinarnya. Selanjutnya mereka mempunyai tempat-tempat dimana mereka tidak akan buang air besar maupun kecil, serta tidak membuang ingus dan tidak meludah. Sisir-sisir mereka terbuat dari emas, dupa mereka adalah kayu gaharu, dan keringat mereka adalah kesturi. Besar tubuh mereka sama, sebesar tubuh moyang mereka, Adam, yaitu enam puluh hasta." (HR. Muslim).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya para penghuni surga itu makan dan minum di dalam surga, namun mereka tidak pernah meludah, tidak kencing, tidak buang air besar, dan tidak mengeluarkan ingus." Para Sahabat bertanya: "Lalu bagaimana dengan ampas makanan yang mereka makan?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Sendawa dan keringat mereka seperti aroma kesturi. Mereka senantiasa melantunkan tasbih dan tahmid sebagaimana menarik dan mengeluarkan udara ketika bernapas." (HR. Muslim)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, sesungguhnya salah seorang di antara kalian (yang menjadi penghuni surga) akan diberi kekuatan seratus kali kekuatan orang biasa dalam hal makan, minum, jimak dan syahwat. Buang hajatnya masing-masing dari mereka hanyalah keringat yang keluar dari kulit mereka seperti tetesan kesturi sehingga perutnya menjadi mengempis." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i. Mundziri dalam At-Targhib wat Tarhib mengatakan: "Para rawi hadits ini dapat dijadikan sebagai hujjah untuk menentukannya sebagai hadits shahih. Thabrani meriwayatkannya dengan sanad shahih, demikian juga Ibnu Hibban dalam Shahih-nya serta al-Hakim).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat sebuah pasar yang mereka datangi setiap hari Jum'at, lantas angin utara akan berhembus dan menerpa wajah dan pakaian mereka sehingga mereka menjadi bertambah elok dan tampan. Sesudah itu mereka kembali ke tempat istri-istri mereka dan kemudian menyambut dengan perkataan: "Demi Allah, sungguh engkau tampak semakin elok dan tampan setelah datang dari pasar." Mereka membalas: "Sedangkan kalian sendiri juga semakin cantik dan indah saja setelah saya tinggal." (HR. Muslim).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika penghuni surga telah masuk ke dalam surga, maka ada yang memanggil: "Kalian akan selalu sehat dan tidak akan pernah sakit. Kalian juga akan selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Kalian akan senantiasa muda dan tidak akan pernah menjadi tua. Kalian akan senantiasa merasakan kenikmatan dan tidak akan pernah tersiksa!" Itulah yang dikatakan oleh Allah 'Azza wa Jalla: [Diserukanlah kepada mereka: "Itulah surga yang diwariskan kepadamu disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan." (Al-A'raaf: 43). (HR. Muslim).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika ahli surga telah masuk ke dalam surga, maka ada yang memanggil: "Wahai para penduduk surga, sesungguhnya Allah punya janji kepada kalian yang hendak ditunaikan-Nya." Mereka berkata: "Apakah itu? Bukankah Ia telah menjadikan berat timbangan amal kebaikan kami, telah menceriakan wajah kami, dan telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari nereka?!" Beliau melanjutkan sabdanya: "Lalu tirai pun disingkap, sehingga mereka langsung memandang wajah Allah. Demi Allah, tidaklah Allah memberikan sesuatu yang lebih mereka cintai daripada melihat wajah Allah, dan tidak ada yang lebih mereka senangi daripadanya." (HR. Muslim).

Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami keabadian di surga-Mu, curahkanlah keridhoan-Mu, dan berilah kami kenikmatan melihat wajah-Mu dan kerinduan bertemu dengan-Mu tanpa ada aral melintang.

Ya Allah, curahkanlah rahmat, kesejahteraan, dan keberkahan kepada hamba dan Nabi-Mu, Muhammad, serta kepada seluruh keluarga dan para Sahabat. Allahumma amin.

(Dikutip dengan sedikit diringkas dari kitab Majalisu Syahri Ramadhan, Edisi Indonesia: Kajian Ramadhan, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, penerbit: Al-Qowam).

Fsi Al-Kautsar Unj

renungan untuk Ukhty (2)

sambungan ..
Wahai Saudaraku...
Sesungguhnya kesempatan hari ini jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya belum tentu besok terulang kembali. Tidak pada setiap waktu dan kesempatan tersedia peluang untuk berbuat kebaikan. Maka jika memungkinkan, bersegeralah memanfaatkannya dan takutlah jika kesempatan itu lenyap dan engkau tidak memiliki kesempatan untuk kedua kali.

Ukhti muslimah …
Berbekallah dengan ketaqwaan. Karena engkau tidak tahu jika malam datang apakah engkau masih hidup saat fajar menjelang. Engkau tidak tahu apakah kehidupan kita berakhir dengan baik (husnul khotimah) ataukah sebaliknya. Engkau tidak tahu apakah mudah pertanggungjawaban amal kita di hadapan Allah ataukah sebaliknya.

Ketahuilah ukhti, bahwa sebaik-baik jalan yang bisa mengantarkanmu kepada kebahagiaan dan ketenangan di dunia, keselamatan dan keberuntungan di akhirat adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah berfirman, yang artinya, “Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar.” (Qs. Al Ahzab: 71)

Tahukah ukhti di mana engkau bisa meraih jalan ketaatan yang benar dan diridhai Allah? Yaitu dengan menuntut ilmu syar’i. Bersegeralah meraih keselamatan dan keberuntunganmu. Bersegeralah menuntut ilmu syar’i ….

Ukhti muslimah ….
Sesungguhnya di antara kebaikan keislaman seorang wanita adalah mengetahui agamanya. Maka Islam mewajibkan para wanita mencari ilmu sebagaimana yang diwajibkan terhadap kaum laki-laki.

” Mencari ilmu itu fardhu (wajib) atas setiap muslim.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Perhatikanlah firman Allah, yang artinya,

“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” (Qs. Az Zumar: 9)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Qs. Mujadillah: 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

“Sesungguhnya para malaikat benar-benar meletakkan sayapnya kepada orang yang mencari ilmu, karena ridha terhadap apa yang dicarinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah pahamkan dia tentang masalah agama.” (HR. Bukhari Muslim)



Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada waktu ‘Idul Adh-ha dan ‘Idul Fithri ke tempat shalat (tanah lapang), maka beliau melintasi sekumpulan wanita, seraya bersabda:
‘Wahai sekalian wanita, bersedekahlah kalian,perbanyaklah istigfar (memohon ampun) karena sesungguhnya kalian pernah diperlihatkan kepadaku sebagai penghuni Neraka yang paling banyak.’ Seorang wanita yang cerdik di antara mereka bertanya:, Wahai Rasulullah, kenapa kaum wanita yang lebih banyak menjadi penghuni neraka?‘’ Beliau menjawab, ‘Kalian banyak mengutuk dan mengingkari kebaikan suami.. Aku tidak melihat pihak yang memiliki kekurangan pada akal dan agama yang lebih cepat menghilangkan akal orang laki-laki yang teguh melebihi salah seorang di antara kalian.’ Mereka bertanya, ‘Lalu apa kekurangan agama dan akal kami, wahai Rasulullah?’ Beliau bertanya, ‘Bukankah kesaksian seorang wanita itu seperti setengah kesaksian orang laki-laki?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Beliau bersabda, ‘Demikianlah bagian dari kekurangan akalnya.Wanita menghabisi waktu malamnya tanpa mengerjakan salat dan tidak puasa di bulan Ramadan (karena haid), ini adalah kekurangan pada agama Bukankah jika sedang haid, dia tidak shalat dan tidak berpuasa?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Beliau pun bersabda, ‘Demikianlah bentuk kekurangan agamanya.’”
[HR. Al-Bukhari dan Muslim]



Ukhti muslimah…
Jangan lagi menunda-nunda untuk mengerjakan perintah Allah. Jangan menunda-nunda untuk menuntut ilmu syar’i. Karena sungguh kita tidak tahu kapan nafas ini berhenti… dan bila ajal benar-benar menjemput kita saat ini juga, dengan hati yang bagaimanakah kita menghadap Allah… dengan amal yang manakah kita memohon keselamatan dari adzab-Nya…

Ukhti, bersegeralah…

mohon maaf bila ada salah ketik atau salah kata yg tidak berekanan.Nasehat ini saya tulis dari buku Beberapa Nasehat Untuk Keluarga Muslim,
semoga ada hikmahnya, dan Bermanfaat buat ukhti Muslimah.Insya Allah

. Nadia Rahmawati

renungan untuk Ukhty (1)

untuk ukhty.

Segala puji bagi Allah.Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Rasulullah,para keluarga dan para sahabat beliau,serta kepada orang-orang yang mengikuti jejak dan petunjuk beliau sampai hari pembalasan.
Selanjutnya saya menulis nasehat yang sederhana ini kepada ukhti muslimah,yang Rela Allah sebagai Tuhannya,Islam sebagai agamanya,dan muhammad s.a.w. sebagai Rasul Allah.
Wahai Saudaraku Muslim,Dari Anas r.a.dari Nabi s.a.w.bersabda:
'''Tidak beriman seseorang diantara kamu sampai ia mencintai saudaranya sebagimana ia mencintai dirinya sendiri.''
( muttafaq Alaih )

Maka, Baris-Baris sederhana ini sengaja ditulis untuk anda dari sesama saudara muslim yang bersaksi atas nama Allah bahwa ia sangat mencintai saudaranya sebagaimana cintanya kepada keluarga dan saudari-saudari muslimah lainnya.
wahai saudaraku ukhti muslimah .Hendaknya kita tahu dengan penuh keyakinan,bahwa kita tidak diciptakan main-main tanpa ada arti dan tidak pula dibiarkan begitu saja tanpa tujuan dan pertanggung jawaban.

Allah SWT Berfirman:
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?

Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) Arasy yang mulia.( AL MU'MINUUN:115-116)

Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?
( AL QIYAAMAH:36)

Tapi Kita telah diciptakan oleh Allah,pencipta alam yang indah ini,untuk suatu tujuan yang agung,Sebagaimana firmanNya:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.( ADZ DZAARIYAAT :56)

Maka segala puji bagi Allah atas nikmat Islam.

Wahai ukhti .Ketahuilah -Semoga Allah memberi taufiq kepada anda untuk setiap kebaikan bahwa Islam telah mengatur kehidupan seseorang muslim dan muslimah sesuai dengan sistem yang datang dari Pencipta alam ini.Yang Maha Tinggi dan Maha Bijaksana.untuk itu,saya wasiatkan agar anda berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama Islam ini,baik yang kecil maupun yang besar,di setiap waktu dan tempat,dan hendaknya Kitabullah ( AL Qur'an ) dan sunnah Rasulullah s.a.w. menjadi sinar penerang yang menerangi jalan anda.Semoga Allah menjaga dan memelihara anda.
Wahau saudaraku ketahuilah,semoga Allah menjaga anda bahwa kebahagiaan di dunia dan akhirat tergantung pada pelaksanaan syariat Allah SWT dalam kehidupan kita.
Allah SWT Berfirman:
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.( AN NAHL:97 )

Wahai saudaraku hayatilah ayat-ayat berikut ini.
Allah SWT Berfirman:
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".
Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki." Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.
(Az-Zumar:73-74)

Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
(AL HADIID:21)

Ukhti muslimah …
Kehidupan itu tidak bisa diduga dan ajal kematian tidak diketahui. Tapi hidup pasti ada ujungnya. Apa yang mungkin ukhti kerjakan hari ini belum tentu bisa ukhti kerjakan esok hari.
Ketahuilah. Hari ini adalah waktu beramal, bukan waktu hisab. Dan esok adalah waktu hisab, bukan waktu beramal.

Bersambung..Insya Allah.

Nadia Rahmawati

Selasa, 08 September 2009

Berjabat Tangan Dengan Lawan Jenis (2)

Sebagian orang bila ingin berjabat tangan dengan wanita ajnabiyyah atau seorang wanita ingin berjabat tangan dengan lelaki ajnabi, ia meletakkan penghalang di atas tangannya berupa kain, kaos tangan dan semisalnya. Seolah maksud dari larangan jabat tangan dengan ajnabi hanyalah bila kulit bertemu dengan kulit, adapun bila ada penghalang tidaklah terlarang. Anggapan seperti ini jelas batilnya, karena dalil yang ada mencakupinya dan sebab pelarangan jabat tangan dengan ajnabi tetap didapatkan meski berjabat tangan memakai penghalang.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berkata, “Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, baik si wanita masih muda ataupun sudah tua. Dan sama saja baik yang menjabatnya itu anak muda atau kakek tua, karena adanya bahaya fitnah (ujian/cobaan) yang bisa didapatkan oleh masing-masingnya.”
Asy-Syaikh juga berkata, “Tidak ada bedanya baik jabat tangan itu dilakukan dengan ataupun tanpa penghalang, karena keumuman dalil yang ada. Juga dalam rangka menutup celah-celah yang mengantarkan kepada fitnah (ujian/cobaan).”

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mengatakan, “Segala sesuatu yang menyebabkan fitnah (godaan) di antara laki-laki dan perempuan hukumnya haram, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita.”
Tidaklah diragukan bahwa bersentuhannya kulit laki-laki dengan kulit perempuan akan menimbulkan fitnah. Kalaupun ada yang tidak terfitnah maka itu jarang sekali, sementara sesuatu yang jarang terjadinya tidak ada hukumnya sebagaimana dinyatakan oleh ahlul ilmi. Sungguh ahlul ilmi telah menulis permasalahan ini dan mereka menerangkan tidak halalnya laki-laki berjabat tangan dengan wanita ajnabiyah. Inilah kebenaran dalam masalah ini. Berjabat tangan dengan non mahram adalah perkara yang terlarang, baik dengan pengalas atau tanpa pengalas.”
Beliau juga mengatakan, “Secara umum, tergeraknya syahwat disebabkan sentuhan kulit dengan kulit lebih kuat daripada sekedar melihat dengan pandangan mata/tidak menyentuh. Bila seorang lelaki tidak dibolehkan memandang telapak tangan wanita yang bukan mahramnya, lalu bagaimana dibolehkan ia menggenggam telapak tangan tersebut?” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, 2/541-543)
Demikian masalah hukum berjabat tangan antara lelaki dan wanita yang bukan mahram.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

footnote:
1 Ucapan selamat pada hari Id ini pernah ditanyakan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ Al-Fatawa (24/253). Beliau menjawab, “Tidak ada asalnya dalam syariat. Telah diriwayatkan dari sekelompok shahabat bahwa mereka melakukannya. Sebagian imam memberi rukhshah untuk melakukannya seperti Al-Imam Ahmad rahimahullahu dan selainnya. Akan tetapi Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata, ‘Aku tidak memulai mengucapkannya kepada seseorang. Namun bila ada yang lebih dahulu mengucapkannya kepadaku, aku pun menjawabnya karena menjawab tahiyyah itu wajib.’ Adapun memulai mengucapkan tahni`ah bukanlah sunnah yang diperintahkan dan juga tidak dilarang. Siapa yang melakukannya maka ia punya contoh dan siapa yang meninggalkannya maka ia punya contoh.”
Yang dimaksudkan tahiyyah oleh Imam Ahmad rahimahullahu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا
“Dan apabila kalian diberi ucapan salam penghormatan maka jawablah dengan yang lebih baik darinya atau balaslah dengan yang semisalnya.” (An-Nisa`: 86)
2 Saling mengunjungi saat hari raya dan berjabat tangan ketika berjumpa di hari raya, demikian pula saling mengucapkan selamat, bukanlah perkara yang disyariatkan bagi pria maupun wanita. Namun demikian, hukumnya tidak sampai bid’ah. Terkecuali bila pelakunya menganggap hal itu sebagai taqarrub (ibadah yang dapat mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , barulah sampai pada bid’ah karena hal itu tidak pernah dilakukan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Nashihati lin Nisa`, Ummu Abdillah bintu Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullahu, hal. 124)
3 Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
لَماَّ جاَءَ أَهْلُ الْيَمَنِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ أَقْبَلَ أَهْلُ الْيَمَنِ وَهُمْ أَرَقُّ قُلُوْبًا مِنْكُمْ، فَهُمْ أَوَّلُ مَنْ جَاءَ بِالْمُصَافَحَةِ
Tatkala datang ahlul Yaman, berkatalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh telah datang ahlul Yaman, mereka adalah orang-orang yang paling halus/lembut hatinya daripada kalian.” (Kata Anas): “Mereka inilah yang pertama kali datang membawa mushafahah (adat berjabat tangan).” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 967, lihat Shahih Al-Adabil Mufrad dan Ash-Shahihah no. 527)
4 Hadits Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu yang telah disebutkan di atas.
5 Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad (2/213) dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَانَ لاَ يُصَافِحُ النِّسَاءَ فِي الْبَيْعَةِ
“Beliau tidak menjabat tangan para wanita dalam baiat.” (Dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 530)
6 Dijelaskan oleh Sufyan bahwa maksud mereka adalah, “Marilah engkau menjabat tangan kami.” Dalam riwayat Ahmad disebutkan dengan lafadz:
قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَلاَ تُصَافِحُنَا؟
“Kami katakan, ‘Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjabat tangan kami?’.”
7 Sementara memandang wanita yang bukan mahram dengan sengaja adalah perkara yang dilarang dalam syariat. Bila demikian, tentunya lebih terlarang lagi bila lebih dari sekedar memandang.

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=585

Berjabat Tangan Dengan Lawan Jenis (1)


Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Banyak hal dalam keseharian kita yang mesti dikoreksi. Karena ada di antara kebiasaan yang lazim berlaku di tengah masyarakat kita namun sesungguhnya menyimpang dari syariat. Berjabat tangan dengan lawan jenis adalah contohnya. Praktik ini tersuburkan dengan minimnya keteladanan dari mereka yang selama ini disebut tokoh agama.

Idul Fithri belum lama berlalu. Kegembiraannya masih tertinggal di tengah kita. Saat seorang muslim bertemu dengan saudaranya masih terdengar tahni`ah, ucapan selamat, “taqabballahu minna wa minkum1.” Tradisi salam-salaman alias berjabat tangan di negeri kita saat hari raya masih terus berlangsung, walaupun sebenarnya untuk saling berjabat tangan dan meminta maaf tidak perlu menunggu hari raya2. Kapan kita memiliki kesalahan maka segera meminta maaf, dan kapan kita bertemu dengan saudara kita maka kita mengucapkan salam dan berjabat tangan.
Berjabat tangan yang dalam bahasa Arab disebut dengan mushafahah memang perkara yang ma’ruf, sebuah kebaikan. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْمُؤْمِنَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ، تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ
“Sesungguhnya seorang mukmin apabila bertemu dengan mukmin yang lain, lalu ia mengucapkan salam dan mengambil tangannya untuk menjabatnya, maka akan berguguran kesalahan-kesalahan keduanya sebagaimana bergugurannya daun-daun pepohonan.” (HR. Al-Mundziri dalam At-Targhib 3/270, Al-Haitsami dalam Al-Majma’ 8/36, lihat Ash-Shahihah no. 526)

Amalan yang pertama kali dicontohkan oleh ahlul Yaman (penduduk Yaman)3 kepada penduduk Madinah ini biasa dilakukan di tengah masyarakat kita. Kata shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu:
مِنْ تَمَامِ التَّحِيَّةِ أَنْ تُصَافِحَ أَخَاكَ
“Termasuk kesempurnaan tahiyyah (ucapan salam) adalah engkau menjabat tangan saudaramu.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 968, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabil Mufrad menyatakan: Sanadnya shahih secara mauquf)

Berjabat tangan telah jelas kebaikannya. Namun bagaimana kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram saling berjabat tangan, apakah suatu kebaikan pula? Tentu saja tidak!!! Walaupun menurut perasaan masyarakat kita, tidaklah beradab dan tidak punya tata krama sopan santun, bila seorang wanita diulurkan tangan oleh seorang lelaki dari kalangan karib kerabatnya, lalu ia menolak untuk menjabatnya. Dan mungkin lelaki yang uluran tangannya di-”tampik” itu akan tersinggung berat. Sebutan yang jelek pun akan disematkan pada si wanita. Padahal si wanita yang menolak berjabat tangan tersebut melakukan hal itu karena tahu tentang hukum berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahramnya.

Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai qudwah kita, tak pernah mencontohkan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya. Bahkan beliau mengharamkan seorang lelaki menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Beliau pernah bersabda:
لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Kepala salah seorang ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 20/210 dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, lihat Ash-Shahihah no. 226)

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata, “Dalam hadits ini ada ancaman yang keras bagi lelaki yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Dan juga merupakan dalil haramnya berjabat tangan dengan para wanita, karena jabat tangan tanpa diragukan masuk dalam pengertian menyentuh. Sungguh kebanyakan kaum muslimin di zaman ini ditimpa musibah dengan kebiasaan berjabat tangan dengan wanita (dianggap sesuatu yang lazim, bukan suatu kemungkaran, -pent.). Di kalangan mereka ada sebagian ahlul ilmi, seandainya mereka mengingkari hal itu hanya di dalam hati saja, niscaya sebagian perkaranya akan menjadi ringan, namun ternyata mereka menganggap halal berjabat tangan tersebut dengan beragam jalan dan takwil. Telah sampai berita kepada kami ada seorang tokoh besar di Al-Azhar berjabat tangan dengan para wanita dan disaksikan oleh sebagian mereka. Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita sampaikan pengaduan dengan asingnya ajaran Islam ini di tengah pemeluknya sendiri. Bahkan sebagian organisasi-organisasi Islam berpendapat bolehnya jabat tangan tersebut. Mereka berargumen dengan apa yang tidak pantas dijadikan dalil, dengan berpaling dari hadits ini4 dan hadits-hadits lain yang secara jelas menunjukkan tidak disyariatkan jabat tangan dengan kaum wanita non-mahram.” (Ash-Shahihah, 1/448-449)

Dalam membaiat para shahabiyyah sekalipun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjabat tangan mereka5. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَمْتَحِنُ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ بِهَذِهِ اْلآيَةِ بِقَوْلِ اللهِ تَعَالَى {ياَ أيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ} إِلَى قَوْلِهِ {غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ} قَالَ عُرْوَةُ: قَالَتْ عَائِشَةُ: فَمَنْ أَقَرَّ بِهَذَا الشَّرْطِ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ، قَالَ لَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ باَيَعْتُكِ؛ كَلاَمًا، وَلاَ وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ، مَا يبُاَيِعُهُنَّ إِلاَّ بِقَوْلِهِ: قَدْ باَيَعْتُكِ عَلَى ذَلِكَ
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji kaum mukminat yang berhijrah kepada beliau dengan firman Allah ta’ala: “Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk membaiatmu….” Sampai pada firman-Nya: “Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” Urwah berkata, “Aisyah mengatakan: ‘Siapa di antara wanita-wanita yang beriman itu mau menetapkan syarat yang disebutkan dalam ayat tersebut’.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepadanya, “Sungguh aku telah membaiatmu”, beliau nyatakan dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” ‘Aisyah berkata, “Tidak, demi Allah! Tangan beliau tidak pernah sama sekali menyentuh tangan seorang wanita pun dalam pembaiatan. Tidaklah beliau membaiat mereka kecuali hanya dengan ucapan, “Sungguh aku telah membaiatmu atas hal tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 4891 dan Muslim no. 4811)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaiat mereka hanya dengan mengucapkan “Sungguh aku telah membaiatmu”, tanpa beliau menjabat tangan wanita tersebut sebagaimana kebiasaan yang berlangsung pada pembaiatan kaum lelaki dengan menjabat tangan mereka.” (Fathul Bari, 8/811)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menyatakan bahwa hadits ini menunjukkan tidak bolehnya menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (non mahram) tanpa keperluan darurat, seperti karena pengobatan dan hal lainnya bila memang tidak didapatkan dokter wanita yang bisa menanganinya. Karena keadaan darurat, seorang wanita boleh berobat kepada dokter laki-laki ajnabi (bukan mahram si wanita). (Al-Minhaj, 13/14)

Umaimah bintu Ruqaiqah berkata: “Aku bersama rombongan para wanita mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membaiat beliau dalam Islam. Kami berkata, “Wahai Rasulullah, kami membaiatmu bahwa kami tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak akan mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak melakukan perbuatan buhtan yang kami ada-adakan di antara tangan dan kaki kami, serta kami tidak akan bermaksiat kepadamu dalam perkara kebaikan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesuai yang kalian mampu dan sanggupi.” Umaimah berkata, “Kami berucap, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih sayang kepada kami daripada sayangnya kami kepada diri-diri kami. Marilah, kami akan membaiatmu6 wahai Rasulullah!’.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata:
إِنِّي لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ، إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
“Sesungguhnya aku tidak mau berjabat tangan dengan kaum wanita. Hanyalah ucapanku kepada seratus wanita seperti ucapanku kepada seorang wanita.” (HR. Malik 2/982/2, An-Nasa`i dalam ‘Isyratun Nisa` dari As-Sunan Al-Kubra 2/93/2, At-Tirmidzi, dll. Lihat Ash-Shahihah no. 529)

Dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, jelaslah larangan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Karena seorang lelaki haram hukumnya menyentuh atau bersentuhan dengan wanita yang tidak halal baginya. Al-Imam Asy-Syinqinthi rahimahullahu berkata, “Tidaklah diragukan bahwa sentuhan tubuh dengan tubuh lebih kuat dalam membangkitkan hasrat laki-laki terhadap wanita, dan merupakan pendorong yang paling kuat kepada fitnah daripada sekedar memandang dengan mata.7 Dan setiap orang yang adil/mau berlaku jujur akan mengetahui kebenaran hal itu.” (Adhwa`ul Bayan, 6/603)

:..bersambung..:
Zahrotul 'Azizah 'Hendrita N' 08

Ukhti, Jauhilah Tabarruj!!!

Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albany

Tabarruj yakni bila “seorang wanita menampakkan perhiasannya dan kecantikannya serta terlihat bagian-bagian yang seharusnya wajib ditutupi, dimana bagian-bagian itu akan memancing syahwat pria.” [ Fathul Bayan 7 / 274 ]

Allah Azza wajalla tentang permasalahan ini bersabda dalam Surah Al-Ahzab (yang artinya): "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kalian bertabarruj seperti bertabarruj-nya wanita jahiliyyah dahulu, dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ta`atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." [QS Al-Ahzab : 33 ]

Imam Adz-Dzahabi berkata dalam “Al-Kaba`ir” yakni Di antara perbuatan yang menyebabkan para wanita mendapat laknat adalah menampakkan perhiasan emas dan permata yang ada di balik pakaiannya, memakai misk, anbar (nama sejenis minyak wangi) dan parfum jika keluar dari rumah, memakai pakaian-pakaian yang dicelup, sarung-sarung sutera dan penutup kepala yang pendek, bersamaan dengan itu dia memajangkan pakaian, meluaskan dan memanjangkan ujung lengan pakaian. Semua itu termasuk tabarruj yang Allah murkai. Allah murka kepada pelakunya di dunia dan akhirat. Karena perbuatan-perbuatan ini yang banyak dilakukan wanita, Rasulullah Shalallohu`alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “……. Aku memandang ke neraka, maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita.”

Hadits ini diriwayatkan oleh :

1. Imam Bukhari dalam kitab Bad’ul Khalq, bab Maa Ja’a fi Shifatil Jannah ( kitab 59 bab 8 ).
2. Imam Tirmidzi dalam kitab Shifatil Jahannam bab Maa Ja’a Anna Aktsara Ahli Nar An Nisa’ (kitab 40 bab 11 hadits ke-2602), dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi 2098 dari Ibnu Abbas.
3. Imam Ahmad 2/297 dari Abu Hurairah. Dan hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’ 1030.


Dari Imran bin Hushain berkata : “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda (yang artinya):“Sesungguhnya penghuni Surga yang paling sedikit adalah para wanita….’ “ (HR. Muslim 95, 2738. An Nasa’i 385)

Saya (Syaikh Al-Albani, pent.) berkata: “Islam telah bersikap keras dalam memperingatkan ummatnya dari perbuatan tabarruj ini hingga menyandingkannya dengan kesyirikan, zina, mencuri dan perbuatan haram lainnya. Itu terjadi ketika Nabi Shalallohu`alaihi wasallam membai`at para wanita agar mereka tidak melakukan hal-hal itu. Abdullah bin `Amr radhiyallahu`anhu berkata: Umaimah binti Ruqaiqah datang kepada Rasulullah Shalallohu`alaihi wasallam untuk berbai`at kepada beliau, maka beliau berkata: “Saya akan membai’atmu untuk engkau tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, jangan engkau mencuri, berzina, membunuh anakmu, melakukan kebohongan yang engkau buat antara hadapanmu dan antara dua kakimu, jangan meratap dan jangan bertabarrujnya jahiliyyah dahulu.”

Ketahuilah, bukan termasuk perkara terlarang sedikitpun jika pakaian wanita yang dia pakai selain berwarna putih atau hitam, sebagaimana yang dianggap oleh sebagian wanita yang komit terhadap Sunnah. Itu dengan alasan :

Pertama : Sabda Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam yang berbunyi (yang artinya) : “Parfum wanita adalah yang jelas warnanya dan lembut harumnya … “

Kedua : Pengalaman para wanita sahabat, dengan kisah sebagai berikut :

1. Dari Ibrohim An Nakha’i bahwa dia masuk bersama Alqamah serta Al Aswad kepada isteri – isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia melihat mereka menyelimuti diri mereka dengan pakaian berwarna merah.
2. Dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata; Aku melihat Ummu Salamah mengenakan jilbab dan berselimut dengan pakaian yang dicelup ddengan warna mu`ashfar (campuran antara kuning dan merah).
3. Dari Al qosim, yaitu Ibnu Muhammad bin Abi Bakr Ash Shiddiq dia berkata bahwa ‘Aisyah memakai pakaian yang dicelup dengan mu’ashfar, padahal dia waktu itu sedang ihram.”

Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah 120-123 dengan sedikit ringkasan
Sumber: Buletin Islamy Al Minhaj Edisi 3 Tahun1

Zahrotul 'Azizah 'Hendrita N'

PANDUAN MENGAJAR DAN BELAJAR AL-QUR’AN (bagian 3 dari 3)


Masalah ke-16:
Hendaklah dia membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran dosa supaya boleh menerima Al-Qur’an, manghafal dan memanfaatkannya.

Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bahawa Baginda bersabda:

Terjemahan: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia segumpal daging. Jika daging itu baik, seluruh tubuh menjadi baik. Jika daging itu rosak, seluruh tubuh menjadi rosak. Ingatlah, daging itu ialah hati.”

Sungguh baik perkataan orang yang mengatakan: “Hati itu menjadi baik
dengan ilmu sebagaimana bumi menjadi baik kerana dijadikan pertanian.”

Hendaklah pelajar bersikap merendah hati terhadap gurunya dan sopan
kepadanya, meskipun lebih muda, kurang terkenal dan lebih rendah nasab dan keturunannya dari pada dia. Hendaklah pelajar bersikap merendah hati untuk belajar ilmu. Dengan sikapnya yang merendah hati dia boleh mendapat ilmu.

Seorang penyair menendangkan sebuah madah:

Ilmu itu tidak boleh mencapai pemuda Yang menyombongkan diri,
Sebagaimana air bah Tidak boleh mencapai tempat yang tinggi.

Pelajar mesti patuh kepada gurunya dan membicarakan dengannya
dalam urusan-urusannya. Dia terima perkataannya seperti orang sakit yang berakal menerima nasihat doktor yang menasihati dan mempunyai kepandaian, maka yang demikian itu lebih utama.

Masalah ke-17:
Janganlah dia belajar kecuali dari orang yang lengkap keahliannya,
menonjol keagamaanya, nyata pengetahuannya dan terkenal kebersihan dirinya.

Muhammad bin Sirin dan Malik bin Anas serta para ulama salaf lainnya
berkata: “Ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agama kamu.”

Pelajar mesti memuliakan gurunya dan meyakinkan kesempurnaan
keahliannya dan keunggulannya dia atas golongannya kerana hal itu lebih dekat untuk mendapat manfaat dari padanya.

Sebagian ulama masa lalu (ulama Mutaqaddimin) apabila pergi kepada
gurunya, dia sedekahkan sesuatu seraya berkata: “Ya Allah, tutupilah
keburukan guruku dariku dan jangan hilangkan keberkatan ilmunya dariku.
“Rabi, sahabat Asy-Syafi’i rahumahullah berkata: “Aku tidakberani minum air sementara Asy-Syafi’i memandang kepadaku kerana kewibawaannya.”

Telah kami terima riwayat yang bersumber dari Amirul Mukminin Ali bin
Abu Thalib ra, katanya: “Termasuk kewajibanmu terhadap guru ialah engkau memberi salam kepada orang-orang secara umum dan mengkhususkannya dengan suatu penghormatan. Hendaklah engkau duduk di depannya dan tidak memberi isyarat di dekatnya dengan tanganmu ataupun mengerdipkan kedua matamu.”

Janganlah engkau katakan, si fulan berkata lain dari yang engkau
katakan. Jangan mengumpat seseorang di dekatnya dan jangan bermusyawarah dengan kawan dudukmu di majlisnya. Jangan memegang bajunya jika dia hendak berdiri, jangan mendesaknya jika dia malas dan jangan merasa bosan kerana lama bergaul denganya. Patutlah pelajar melaksanakan adab-adab yang ditunjukkan oleh Allah subhanahu wata'ala.

Hendaklah pelajar menolak umpatan terhadap gurunya jika dia mampu.
Jika tidak mampu menolaknya, hendaklah dia tinggalkan majlis itu.

Masalah ke-18:
Hendaklah pelajar masuk ke ruang/majlis gurunya dalam keadaan
memiliki sifat-sifat sempurna sebagaimana yang saya sebutkan perlu ada pada guru. Antara lain dengan bersuci menggunakan siwak dan menggosokkan hati dari hal-hal yang menyibukkan. Janganlah dia masuk sebelum minta izin jika gurunya berada di suatu tempat yang perlu minta izin untuk memasukinya. Hendaklah pelajar memberi salam kepada para hadirin ketika masuk dan mengkhususkan gurunya dengan penghormatan tertentu. Dia memberi salam kepada gurunya dan kepada mereka ketika dia pergi sebagaimana disebut di dalam hadits:
“Bukanlah salam yang pertama itu lebih baik daripada yang kedua?”

Janganlah dia melangkahi bahu orang lain, tetapi hendaklah dia duduk di
mana tempat majlis berakhir, kecuali jika guru mengizinkan baginya untuk maju atau dia ketahui dari keadaan mereka bahawa mereka lebih menyukai hal itu. Janganlah dia menyuruh seseorang berdiri dari tempatnya. Jika orang lain mengutamakannya, jangan diterima, sesuai dengan sikap Umar ra kecuali jika dengan mengikutinya terdapat maslahat bagi orang-orang yang hadir atau guru menyuruhnya berbuat demikian. Janganlah dia duduk di tengah halaqah (majlis), kecuali jika ada keperluan. Janganlah duduk diantara dua kawan tanpa izin keduanya. Tetapi jika keduanya melapangkan tempat untuknya, dia pun bolehlah duduk merapatkan dirinya.

Masalah ke-19:
Hendaklah dia menunjukkan adab terhadap kawan-kawannya dan orang-
orang yang menghadiri majlis guru itu. Hal itu merupakan sikap sopan terhadap guru dan pemeliharaan terhadap majlisnya. Dia duduk dihadapan guru dengan cara duduk sebagai seorang pelajar, bukan cara duduknya guru. Janganlah dia menguatkan suaranya tanpa keperluan, jangan tertawa, jangan banyak bercakap tanpa keperluan, jangan bermain-main dengan tangannya ataupun lainnya. Jangan menoleh ke kanan dan kekiri tanpa keperluan, tetapi menghadap kepada guru dan mendengar setiap perkataanya.

Masalah ke-20:
Perkara lain yang perlu diperhatikan ialah tidak belajar kepada guru
dalam keadaan hati guru sedang sibuk dan dilanda kejemuan, ketakutan,
kesedihan, kegembiraan, kehausan, mengantuk, kegelisahan dan hal-hal lain yang dapat menghalangi guru untuk dapat mengajar dengan baik dan serius. Hendaklah dia manfaatkan waktu-waktu di mana gurunya dalam keadaan sempurna.

Termasuk sebagian dari adabnya ialah menahan ketegasan guru dan
keburukan akhlaknya. Janganlah hal itu menghalangnya untuk menzaliminya dan meyakini kesempurnaannya. Hendaklah dia mentakwilkan perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan zahir gurunya yang kelihatantidak baik dengan takwil-takwil yang baik. Tidaklah boleh melakukan itu kecuali orang yang mendapat sedikit taufik atau tidak mendapatnya. Jika gurunya berlaku kasar; hendaklah dia yang lebih dahulu meminta maaf dengan mengemukakan alasan kepada guru dan menujukkan bahawa dialah yang patut dipersalahkan. Hal itu lebih bermanfaat baginya didunia dan diakhirat serta lebih
membersihkan hati guru.
Mereka berkata: “Barangsiapa tidak sabar menghadapi kehinaan ketika
belajar, maka sepanjang hidupnya tetap dalam kebodohan. Dan barangsiapa yang sabar menghadapinya, maka dia akan mendapat kemuliaan di dunia dan akhirat.” Senada dengan nasihat itu ialah athar yang mansyur dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhu: “Aku menjadi hina sebagai pelajar dan menjadi mulia sebagai guru.”

Alangkah indahnya madah penyair berikut ini:

Barangsiapa tidak tahan merasakan kehinaan sesaat,
Maka dia melalui seluruh hidupnya dalam keadaan hina.

Masalah ke-21:
Termasuk adab pelajar yang amat ditekankan ialah gemar dan tekun
menuntut ilmu pada setiap waktu yang dapat dimanfaatkannya dan tidak puas dengan yang sedikit sedangkan dia boleh belajar banyak. Janganlah dia memaksa dirinya melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya supaya tidak jemu dan hilang apa yang diperolehnya. Ini berbeza sesuai dengan perbezaan manusia dan keadaan mereka. Jika tiba di majlis guru dan tidak menemukannya, dia mesti menunggu dan tetap tinggal di pintunya. Janganlah meninggalkan tugasnya, kecuali jika dia takut gurunya tidak menyukai hal itu dengan mengetahui bahawa gurunya mengajar dalam waktu tertentu dan tidak mengajar ketika lainnya.

Jika menempati guru sedang tidur atau sibuk dengan sesuatu yang penting, janganlah dia minta izin untuk masuk, tetapi bersabar sehingga dia bangun atau selesai dari kesibukkannya.

Bersabar lebih utama sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Abbas ra dan
lainnya. Hendaklah dia mendorong dirinya dengan berijtihad dalam menuntut ilmu ketika lapang, dalam keadaan giat dan kuat, cerdas pikiran dan sedikit kesibukkan sebelum nampak tanda-tanda ketidak-mampuan dan sebelum mencapai kedudukan yang tinggi.

Amirul Mukminin Umar Ibn Al-Khattab ra berkata: “Tuntutlah ilmu
sebelum kamu menjadi pemimpin. Yakni berijtihadlah dengan segenap
kemampuanmu ketika kamu menjadi pengikut sebelum menjadi pemimpin yang diakui, kamu enggan belajar lantaran kedudukanmu yang tinggi dan
pekerjaanmu yang banyak. Inilah makna perkataan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah:

“Tuntutlah ilmu sebelum engkau menjadi pemimpin. Jika engkau sudah
menjadi pemimpin, maka tiada lagi waktu untuk menuntut ilmu.”

Masalah ke-22:
Hendaklah dia pergi kepada gurunya untuk belajar di pagi hari
berdasarkan hadits Nabi shallahu'alahi wasallam:

Terjemahan: “Ya Allah, berkatilah umatku pada waktu pagi hari.”

Hendaklah dia memelihara bacaan hafalannya dan tidak mengutamakan
orang lain pada waktu gilirannya kerana mengutamakan orang lain dalam hal ibadah adalah makruh. Lain halnya dengan kesenangan nafsu, maka hal itu disukai. Jika guru melihat adanya maslahat dalam mangutamakan orang lain pada suatu makna syar’i, kemudian menasihatinya agar berbuat sedemikian, maka dia perlu mematuhi perintahnya.

Di antara yang wajib dan wasiat yang ditekankan daripadanya ialah
jangan iri hati kepada seorang kawannya atau lainnya atau suatu keutamaan yang dianugerahkan Allah s.w.t kepadanya dan jangan membanggakan dirinya atas sesuatu yang diistemewakan Allah subhanahu wata'ala baginya. Telah saya kemukakan penjelasan hal ini dalam adab-adab guru.

Cara menghilangkan kebanggaan itu ialah dengan mengingatkan dirinya
bahawa dia tidak mencapai hal itu dengan daya dan kekuatannya, tetapi
merupakan anugerah dari Allah subhanahu wata'ala. Tidaklah patut dia membanggakan
sesuatu yang tidak diciptakannya, tetapi diamanahkan oleh Allah subhanahu wata'ala padanya.

Cara untuk menghilangkan iri hati ialah dengan menyadari bahawa
hikmah Allah subhanahu wata'ala, menghendaki untuk memberikan keutamaan tertentu kepada orang yang dikehendaki-Nya. Maka patutlah dia tidak menyanggahnya dan tidak membenci hikmah yang sudah ditetapkan Allah subhanahu wata'ala.
==
Kitab At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran IMAM NAWAWI

Fahrozi Ibn Shaliih

PANDUAN MENGAJAR DAN BELAJAR AL-QUR’AN (bagian 2 dari 3)

Masalah ke-5:
Seorang pengajar sudah sepatutnya bersikap lemah-lembut kepada orang yang belajar kepadanya dan menyambutnya serta berbuat baik kepadanya sesuai dengan keadaannya. Kami telah meriwayatkan dari Abu Harun Al-Abdi, katanya: “Kami mendatangi Abu Said Al-Khudri radhiallahu'anhu , kemudian katanya: ‘Selamat datang dengan wasiat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, sesungguhnya Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

Terjemahan: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: Orang-orang akan mengikuti kamu dan ada orang-orang yang datang kepada kamu dari berbagai penjuru bumi belajar ilmu agama. Jika mereka datang kepadamu, berwasiatlah kamu kepada mereka dengan baik.” (Riwayat Tirnidzi dan Ibnu Majah dan lainnya)

Telah kami terima riwayat seperti itu dalam Musnad Ad-Daarimi dari
Abu Darda’ radhiallahu'anhu

Masalah ke-6:
Seorang guru mesti memberikan nasihat bagi mereka karena Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

Terjemahan: “Agama itu nasihat, bagi Allah subhanahu wata'ala, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin muslimin dan orang awam di antara mereka.” (Riwayat Muslim)

Termasuk nasihat bagi Allah subhanahu wata'ala dan Kitab-Nya ialah memuliakan pembaca Al-Qur’an dan pelajarnya, membimbingnya kepada maslahatnya, bersikap lemah-lembut kepadanya dan membantunya untuk mempelajarinya sedapat mungkin serta membujuk hati pelajar di samping bersikap mudah ketika mengajarinya, bersikap lemah-lembut kepadanya dan mendorongnya untuk belajar.

Hendaklah dia mengingatkannya akan keutamaan hal itu untuk
membangkitkan kegiatannya dan menambah kecintaanya, membuatnya zuhud terhadap kesenangan dunia dan menjauhkan dari kecondongan serta mencegahnya agar tidak terpedaya olehnya.

Seorang guru hendaklah mengingatkan dia akan keutamaan menyibukkan diri dengan mengkaji Al-Qur’an dan ilmu-ilmu syar’iyyah lainnya. Itu adalah jalan orang-orang yang teguh dan arif serta hamba-hamba
Allah yang sholeh dan itu adalah derajat para nabi, mudah-mudahan sholawat dan salam Allah subhanahu wata'ala tetap atas mereka.

Hendaklah seorang guru menyayangi muridnya dan memperhatikan kemaslahatan-kemaslahatannya seperti perhatiannya terhadap maslahat maslahat anak-anak dan dirinya sendiri.

Dan hendaklah murid itu diperlakukan seperti anaknya sendiri yang mesti disayangi dan diperhatikan akan kebaikannya, sabar menghadapi gangguan dan kelakuannya yang buruk. Dan memaafkan atas kelakuannya yang kurang baik dalam sutu waktu karena manusia cenderung berbuat kesalahan dan tidak sempurna, lebih-lebih lagi jika mereka masih kecil.

Sudah sepatutnya guru menyukai kebaikan baginya sebagai mana dia
menyukai kebaikan bagi dirinya dan tidak menyukai kekurangan baginya secara mutlak sebagaiamana dia tidak menyukai bagi dirinya.

Terdapat riwayat di dalam Shahihain dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bahwa baginda Bersabda:

Terjemahan: “Tidaklah sempurna iman seseorang dari kamu hingga dia
mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhu, katanya: “Orang yang termulia di sampingku adalah kawan dudukku yang melangkah melalui diantara manusia hingga dia duduk menghadapku. Seandainya aku sanggup mencegah lalat hinggap diwajahnya, niscaya aku melakukannya.”
Dalam suatu riwayat: “Sungguh lalat yang hinggap di atasnya menggangguku.”

Masalah ke-7:
Sudah sepatutnya guru tidak menyombongkan diri kepada para pelajar,
tetapi bersikap lemah-lembut dan rendah hati terhadap mereka.

Telah banyak keterangan berkenaan dengan tawadhuk terhadap
kebanyakan manusia. Maka bagaimana pula terhadap mereka ini yang seperti anak-anaknya di samping kesibukan mereka dengan Al-Qur’an dan hak pergaulannya pada mereka dan keseringan mereka datang kepadanya.

Diriwayatkan dari Nabi shallallahu'alaihi wasallam bahwa Baginda bersabda:
Terjemahan: “Bersikaplah lemah-lembut kepada orang yang kamu ajari
dan guru yang mengajari kamu.”

Diriwayatkan dari Abu Ayub As-Sakhtiyani rahimahullah, katanya:
“Patutlah orang yang alim meletakkan tanah di atas kepalanya karena merendah diri terhadap Allah Azza wa Jalla.”

Masalah ke-8:
Sudah sepatutnya pelajar dididik secara berangsur-angsur dengan adab-
adab yang luhur dan perilaku yang baik serta dilatih dirinya atas perkara-
perkara kecil yang terpuji.

Hendaklah guru membiasakan diri memelihara dri dalam semua urusan
yang batin dan terang di samping mendorongnya dengan perkataan dan
perbuatan yang berulangkali untu menunjukkan keikhlasan dan berlaku benar serta memiliki niat yang baik serta memperhatikan Allah pada setiap saat.

Hendaklah guru memberitahu kepada pelajar bahwa dengan sebab itu
terbukalah cahaya makrifat di atasnya, dadanya menjadi lapang, memancar dari hatinya sumber-sumber hikmah dan pengetahuan, Allah swt akan memberikan berkat pada ilmu dan perbuatannya dan memberikan petunjuk pada setiap perbuatan dan perkataannya.

Masalah ke-9:
Mengajari para pelajar adalah fardu kifayah. Jika tidak ada orang yang
mampu kecuali seorang maka wajiblah ke atasnya. Jika ada beberapa orang yang setengah dari mereka bisa mengajar tetapi mereka menolak, maka mereka berdosa. Jika setengah dari mereka mengerjakannya, gugurlah tanggung jawab dari yang selainnya. Jika salah seorang dari mereka diminta sedang dia menolak, maka pendapat yang lebih tepat ialah dia tidak berdosa, tetapi dihukumkan makruh ke atasnya jika tiada halangan.

Masalah ke-10:
Diutamakan bagi pengajar agar mementingkan pengajaran mereka
dengan melebihkannya di atas kemaslahatan dirinya yang bersifat duniawi yang bukan keperluan utama/asas yang amat mendesak. Hendaklah dia mengosongkan hatinya dari segala hal yang menyibukkannya, ketika dia duduk untuk mengajari mereka. Hendaklah dia berusaha keras menjadikan mereka mengerti dan memberi masing-masing dari mereka memperoleh bagian yang layak ke atasnya. Maka janganlah dia mengajari banyak perkara kepada pelajar yang tidak bisa menerima banyak dan jangan meringkas bagi siapa yang menonjol kecerdasannya semala tidak dibimbingkan akan terjadi fitnah ke atasnya karena timbul rasa bangga atau lainnya.

Siapa yang kurang perhatiannya, seorang guru bisa menegurnya dengan
lemah-lembut selama dia tidak takut murid itu akan lari. Janganlah dengki
kepada salah seorang dari mereka karena kepandaian yang menonjol dan jangan mengganggap dirinya istimewa karena nikmat yang dianugerahkan Allah subhanahu wata'ala kepadanya.

Karena kedengkian kepada orang lain amat diharamkan, apalagi terhadap
pelajar yang memiliki kedudukan seperti anak. Kepandaiannya adalah atas jasa gurunya yang mendapat pahala yang banyak di akhirat dan pujian yang baik didunia. Hanya Allah Yang memberi taufik.

Masalah ke-11:
Jika jumlah mereka banyak, maka dahulukan yang pertama, kemudian
yang berikutnya. Jika yang pertama rela gurunya mendahulukan lainnya, maka bisa mendahulukannya. Patutlah guru menunjukkan kegembiraan dan muka yang berseri-seri, memeriksa keadaan mereka dan keadaan mereka dan menanyakan siapa yang tidak hadir dari mereka.

Masalah ke-12:
Para ulama berkata: “Janganlah guru menolak mengajari seseorang
karena niatnya tidak benar.”

Sufyan dan yang kain bertanya berkenaan dengan niat murid-murid yang
menuntut ilmu kepadanya. Mereka berkata: “Kami belajar ilmu untuk selain Allah subhanahu wata'ala”, maka Sufyan enggan mengajar mereka dan berharap agar tidak melakukannya kecuali untuk Allah subhanahu wata'ala. Yakni ilmu itu digunakan hanya semata-mata karena Allah subhanahu wata'ala .

Masalah ke-13:
Termasuk adab seorang guru yang amat ditekankan dan perlu
diperhatikan ilaha guru mestinya menjaga kedua tanganya ketika mengajar dari bermain-maian dan menjaga kedua matanya dari memandang kemana-mana tanpa keperluan.

Hendaklah dia duduk dalam keadaan suci menghadap kiblat dan duduk
tengang dengan memakai baju yang putih bersih. Jika sampai ketempat
duduknya, dia sembahyang dua rakaat sebelum duduk, sama ada tempat itu masjid atau lainnya. Jika sebuah masjid, maka adab itu lebih di tekankan karena dihukumkan makruh duduk di situ sebelum sembahyang dua rakaat. Dia bisa duduk bersila atau dengan cara lainnya.

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Dawud As-Sijistani dengan
isnadnya dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu'anhu: “Beliau pernah mengajar manusia dia masjid sambil duduk berlutut.”

Masalah ke-14:
Termasuk adab guru yang amat ditekankan dan perlu diperhatikan ialah
tidak diperkenankan merendahkan ilmu dengan pergi ke tempat yang dihuni pelajar untuk belajar dari padanya. Sekalipun pelajar itu Khalifah atau di bawah kedudukannya. Bagaimanapun dia mesti menjaga ilmu dari hal itu sebagaimana silakukan para ulama Salaf ra cerita-cerita mereka tentang hal ini banyak dan sudah diketahui.

Masalah ke-15:
Hendaklah dia mempunyai majlis atau ruang kelas yang luas supaya
murid-murid boleh duduk di situ. Dalam hadits dari Nabi shallallahu'alaihi wasallam sabdanya:

Terjemahan: “Sebaik-baik majlis ialah yang paling luas.”
(Riwayat Abu Dawud dalam Sunannya)

Hadits itu telah disebutkan di awal kitab Al-Adab dengan isnad sahih
riwayat Abu Said Al-Khudri radhiallahu'anhu

Fahrozi Ibn Shaliih